
Rupiah & IHSG Menguat, Pasar Obligasi Malah Koreksi Tipis
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
21 September 2018 10:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga surat berharga negara (SBN) melemah terbatas pada perdagangan pagi ini di tengah kondisi perang dagang yang masih mereda serta pelemahan dolar AS di hadapan mata uang utama dunia. Pelemahan tersebut terjadi pada saat rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat.
Merujuk data Reuters, melemahnya harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri yang biasa dijadikan acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun. Seri yang paling terkoreksi adalah seri pendek 5 tahun, yang mengalami penurunan yield 3 basis poin (bps) menjadi 8,18%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri lain yang mengalami koreksi adalah seri 10 tahun, yang yield-nya turun 1 bps menjadi 8,22%. Seri lain masih menguat terbatas dibandingkan dengan posisi kemarin.
Yield Obligasi Negara Acuan 21 Sep 2018
Sumber: Reuters
Pelemahan pagi ini kemungkinan hanyalah kondisi pembelokan arah (swing) sesaat karena pelaku pasar masih optimistis terhadap penguatan pasar surat utang pemerintah. Tadi pagi, dua pelaku pasar masih memprediksi pasar obligasi negara akan menguat terbatas akibat apresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seiring dengn meredanya sentimen negatif dari perang dagang.
"Dengan perkiraan tersebut, investor disarankan untuk merealisasikan keuntungan (profit taking, menjual portofolio surat utangnya) terlebih dahulu guna mengantisipasi kemungkinan adanya tekanan harga SBN jelang lelang SBN dan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) minggu depan," ujar Analis Fixed Income PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Dhian Karyantono dalam risetnya.
FOMC merupakan forum pengambil kebijakan moneter bank sentral AS (the Federal Reserve) yang akan menentukan besaran suku bunga acuan mereka pada 26 September. Besaran suku bunga kemungkinan akan dinaikkan lagi untuk menyikapi prospek pertumbuhan ekonomi AS yang membaik.
Hal itu terlihat dari data survei CME The Fed Watch yang menunjukkan pelaku pasar memprediksi suku bunga acuan AS pasti naik. Kenaikan sebesar 25 basis poin menjadi 2%-2,5% berada pada 92%, dan 8% sisanya memprediksi akan naik 50 bps menjadi 2,25%-2,5%, sedangkan tidak ada yang memprediksi suku bunga akan dipertahankan pada 1,75%-2%.
Selain itu, nanti malam juga akan dirilis data PMI Manufaktur AS per September 2018 di mana berdasarkan konsensus diproyeksi meningkat ke level 55 poin dibandingkan dengan bulan sebelumnya di level 54,8 poin.
Data itu berpotensi memberikan sentimen negatif bagi pergerakan harga SUN pada perdagangan Senin depan.
Secara khusus, adanya seri baru untuk kategori 5 dan 10 tahun yang ditawarkan di dalam lelang SBN pekan depan, diperkirakan menawarkan yield yang lebih tinggi dibandingkan dengan SUN seri benchmark 5 tahun (FR0063) dan 10 tahun (FR0064) tahun ini yang pada akhirnya bisa membatasi kenaikan harga dari kedua seri benchmark tersebut.
Associate Director PT Kiwoom Sekuritas Indonesia Maximilianus Nico Demus dalam risetnya juga memprediksi pasar akan dibuka menguat terbatas.
"Sebab itu kami memperkirakan beberapa pelaku pasar dan investor akan mulai melepas seri yang telah menjadi obligasi acuan tahun ini untuk ditukarkan dengan obligasi seri baru ini. Kami masih merekomendasikan beli hari ini, tetapi masih hati hati karena penguatan ini tidak akan berlangsung lama."
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Merujuk data Reuters, melemahnya harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri yang biasa dijadikan acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun. Seri yang paling terkoreksi adalah seri pendek 5 tahun, yang mengalami penurunan yield 3 basis poin (bps) menjadi 8,18%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 21 Sep 2018
Seri | Benchmark | Yield 20 Sep 2018 (%) | Yield 21 Sep 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0063 | 5 tahun | 8.154 | 8.184 | 3.00 |
FR0064 | 10 tahun | 8.219 | 8.229 | 1.00 |
FR0065 | 15 tahun | 8.504 | 8.485 | -1.90 |
FR0075 | 20 tahun | 8.79 | 8.773 | -1.70 |
Avg movement | 0.10 |
Pelemahan pagi ini kemungkinan hanyalah kondisi pembelokan arah (swing) sesaat karena pelaku pasar masih optimistis terhadap penguatan pasar surat utang pemerintah. Tadi pagi, dua pelaku pasar masih memprediksi pasar obligasi negara akan menguat terbatas akibat apresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seiring dengn meredanya sentimen negatif dari perang dagang.
"Dengan perkiraan tersebut, investor disarankan untuk merealisasikan keuntungan (profit taking, menjual portofolio surat utangnya) terlebih dahulu guna mengantisipasi kemungkinan adanya tekanan harga SBN jelang lelang SBN dan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) minggu depan," ujar Analis Fixed Income PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Dhian Karyantono dalam risetnya.
FOMC merupakan forum pengambil kebijakan moneter bank sentral AS (the Federal Reserve) yang akan menentukan besaran suku bunga acuan mereka pada 26 September. Besaran suku bunga kemungkinan akan dinaikkan lagi untuk menyikapi prospek pertumbuhan ekonomi AS yang membaik.
Hal itu terlihat dari data survei CME The Fed Watch yang menunjukkan pelaku pasar memprediksi suku bunga acuan AS pasti naik. Kenaikan sebesar 25 basis poin menjadi 2%-2,5% berada pada 92%, dan 8% sisanya memprediksi akan naik 50 bps menjadi 2,25%-2,5%, sedangkan tidak ada yang memprediksi suku bunga akan dipertahankan pada 1,75%-2%.
Selain itu, nanti malam juga akan dirilis data PMI Manufaktur AS per September 2018 di mana berdasarkan konsensus diproyeksi meningkat ke level 55 poin dibandingkan dengan bulan sebelumnya di level 54,8 poin.
Data itu berpotensi memberikan sentimen negatif bagi pergerakan harga SUN pada perdagangan Senin depan.
Secara khusus, adanya seri baru untuk kategori 5 dan 10 tahun yang ditawarkan di dalam lelang SBN pekan depan, diperkirakan menawarkan yield yang lebih tinggi dibandingkan dengan SUN seri benchmark 5 tahun (FR0063) dan 10 tahun (FR0064) tahun ini yang pada akhirnya bisa membatasi kenaikan harga dari kedua seri benchmark tersebut.
Associate Director PT Kiwoom Sekuritas Indonesia Maximilianus Nico Demus dalam risetnya juga memprediksi pasar akan dibuka menguat terbatas.
"Sebab itu kami memperkirakan beberapa pelaku pasar dan investor akan mulai melepas seri yang telah menjadi obligasi acuan tahun ini untuk ditukarkan dengan obligasi seri baru ini. Kami masih merekomendasikan beli hari ini, tetapi masih hati hati karena penguatan ini tidak akan berlangsung lama."
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Most Popular