
Rilis Data Ekonomi Jadi Perhatian, Wall Street Siap Menguat
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 September 2018 18:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street akan dibuka menguat pada perdagangan hari ini. Hal ini terlihat dari kontrak futures tiga indeks saham utama AS: kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan kenaikan sebesar 52 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan naik masing-masing sebesar 4 dan 17 poin.
Sikap AS dan China yang masih menahan diri dalam perang dagang antar keduanya memberikan optimisme bagi investor untuk masuk ke bursa saham Negeri Paman Sam. Baru-baru ini, China telah resmi mengumumkan balasan terhadap kebijakan pengenaan bea masuk baru oleh AS.
China memutuskan untuk membalas dengan membebankan bea masuk 10% untuk importasi produk buatan AS senilai US$ 60 miliar, berlaku mulai 24 September.
"China terpaksa untuk merespons kebijakan AS yang proteksionistik. Kami tidak punya pilihan selain merespons dengan bea masuk," tegas pernyataan Kementerian Keuangan China, dikutip dari Reuters.
Ada 5.207 produk AS yang masuk daftar kena bea masuk baru ini, mulai dari gas alam cair (LNG), pesawat terbang, bubuk kakao, sampai sayuran beku.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk mengenakan bea masuk baru senilai 10% terhadap berbagai produk China senilai US$ 200 miliar (Rp 2.978 triliun) mulai 24 September 2018. Bea masuk tersebut kemudian akan naik menjadi 25% pada akhir tahun ini.
Sikap Trump yang tak langsung mengenakan bea masuk senilai 25% memberikan persepsi bahwa pihak AS terus mencoba untuk membuka ruang negosiasi dengan China. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, AS pada minggu lalu telah mengirimkan surat kepada pihak China guna mencoba merencanakan sebuah negosiasi dagang.
Kemudian, aksi balasan dari China hanya menyasar barang-barang impor AS senilai US$ 60 miliar, jauh lebih kecil dari yang disasar oleh AS. Ini juga menandakan bahwa China masih memiliki etikat baik untuk menyelesaikan perang dagang yang terjadi. Lebih lanjut, besaran bea masuk yang dikenakan China hanya 10%, lebih rendah dari 20% yang digaungkan sebelumnya.
Selain itu, aura perdamaian di semenanjung Korea juga membuat investor tak pikir panjang untuk memburu instrumen berisiko seperti saham. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada hari Rabu (20/9/2018) mengatakan bahwa negosiasi denuklirisasi dengan Korea Utara akan selesai pada Januari 2021. Tenggat waktu itu mencerminkan komitmen dari diktator Korea Utara Kim Jong Un, menurut Pompeo.
Pernyataan itu dibuat sehari setelah Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Kim bertemu di Pyongyang untuk membahas langkah lanjutan dalam proses perdamaian mereka. Kabar tersebut tentu menjadi lonjakan signifikan bagi upaya Trump untuk membujuk Kim meninggalkan senjata nuklirnya, setelah pertemuan puncak bersejarah di Singapura beberapa bulan yang lalu.
Pada hari ini, sejumlah rilis data ekonomi akan menjadi perhatian investor. Pada pukul 19:30 WIB, data Philadelphia Fed Manufacturing Index periode September akan diumumkan, bersamaan dengan data klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 15 September. Pada pukul 21:00 WIB, data penjualan hunian bekas periode Agustus akan dirilis.
Tidak ada anggota FOMC yang dijadwalkan berbicara pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Sikap AS dan China yang masih menahan diri dalam perang dagang antar keduanya memberikan optimisme bagi investor untuk masuk ke bursa saham Negeri Paman Sam. Baru-baru ini, China telah resmi mengumumkan balasan terhadap kebijakan pengenaan bea masuk baru oleh AS.
China memutuskan untuk membalas dengan membebankan bea masuk 10% untuk importasi produk buatan AS senilai US$ 60 miliar, berlaku mulai 24 September.
Ada 5.207 produk AS yang masuk daftar kena bea masuk baru ini, mulai dari gas alam cair (LNG), pesawat terbang, bubuk kakao, sampai sayuran beku.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk mengenakan bea masuk baru senilai 10% terhadap berbagai produk China senilai US$ 200 miliar (Rp 2.978 triliun) mulai 24 September 2018. Bea masuk tersebut kemudian akan naik menjadi 25% pada akhir tahun ini.
Sikap Trump yang tak langsung mengenakan bea masuk senilai 25% memberikan persepsi bahwa pihak AS terus mencoba untuk membuka ruang negosiasi dengan China. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, AS pada minggu lalu telah mengirimkan surat kepada pihak China guna mencoba merencanakan sebuah negosiasi dagang.
Kemudian, aksi balasan dari China hanya menyasar barang-barang impor AS senilai US$ 60 miliar, jauh lebih kecil dari yang disasar oleh AS. Ini juga menandakan bahwa China masih memiliki etikat baik untuk menyelesaikan perang dagang yang terjadi. Lebih lanjut, besaran bea masuk yang dikenakan China hanya 10%, lebih rendah dari 20% yang digaungkan sebelumnya.
Selain itu, aura perdamaian di semenanjung Korea juga membuat investor tak pikir panjang untuk memburu instrumen berisiko seperti saham. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada hari Rabu (20/9/2018) mengatakan bahwa negosiasi denuklirisasi dengan Korea Utara akan selesai pada Januari 2021. Tenggat waktu itu mencerminkan komitmen dari diktator Korea Utara Kim Jong Un, menurut Pompeo.
Pernyataan itu dibuat sehari setelah Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Kim bertemu di Pyongyang untuk membahas langkah lanjutan dalam proses perdamaian mereka. Kabar tersebut tentu menjadi lonjakan signifikan bagi upaya Trump untuk membujuk Kim meninggalkan senjata nuklirnya, setelah pertemuan puncak bersejarah di Singapura beberapa bulan yang lalu.
Pada hari ini, sejumlah rilis data ekonomi akan menjadi perhatian investor. Pada pukul 19:30 WIB, data Philadelphia Fed Manufacturing Index periode September akan diumumkan, bersamaan dengan data klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 15 September. Pada pukul 21:00 WIB, data penjualan hunian bekas periode Agustus akan dirilis.
Tidak ada anggota FOMC yang dijadwalkan berbicara pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Most Popular