Rupiah Jadi Raja Sehari

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 September 2018 16:53
Rupiah Jadi Raja Sehari
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Arie Pratama)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat di pasar spot hari ini. Rupiah terus bertahan di zona positif, meski penguatannya menipis. 

Pada Kamis (20/9/2018), US$ 1 berada di Rp 14.840 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,2% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. Saat pembukaan pasar, rupiah menguat 0,34%.

Seiring perjalanan pasar, penguatan rupiah berkurang tetapi tidak sampai menyentuh zona merah.
 Posisi terkuat rupiah ada di Rp 14.810/US$ sementara terlemahnya adalah Rp 14.851/US$.

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hari ini:
 

 

Mayoritas mata uang Asia juga menguat di hadapan dolar AS. Namun rupiah jadi yang terbaik dengan penguatan 0,2%, karena rupee India yang menguat lebih baik sedang tidak diperdangkan. Rupiah sepanjang hari ini tidak pernah lengser dari singgasananya.

Dolar AS masih bisa menguat sejumlah mata uang. Peso Filipina menjadi yang melemah terdalam, disusul oleh won Korea Selatan. Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 16:20 WIB:

 

Rupiah dan sebagian mata uang utama Asia mampu memanfaatkan tekanan yang dialami dolar AS. Sempat hampir bangkit, greenback lesu lagi seolah kehilangan tenaga. 

Pada pukul 16:24 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) melemah 0,16%. Padahal siang tadi, indeks ini mampu menipisnya koreksinya sampai hampir impas.


Ternyata sentimen negatif dari perang dagang AS vs China lebih dominan dan menjadi pemberat laju greenback. Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan bea masuk baru sebesar 10% kepada impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar akan berlaku mulai 24 September. Kebijakan ini langsung dibalas oleh China dengan menerapkan bea masuk 10% kepada impor produk AS senilai US$ 60 miliar, juga berlaku mulai 24 September. 

Biasanya, pelaku pasar merespons isu perang dagang dengan memasang mode risk-on, ogah mengambil risiko. Maklum, perang dagang AS vs China dapat mempengaruhi arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia. Wajar bila investor memilih bermain aman karena risikonya terlalu besar. 

Perilaku ini menyebabkan flight to quality, yaitu perpindahan dana ke aset-aset yang dinilai lebih aman dan menjanjikan. Dolar AS adalah salah satunya. Oleh karena itu, perang dagang awalnya menjadi momentum bagi laju dolar AS karena tingginya permintaan terhadap mata uang ini. 

Namun sekarang situasinya berbeda. Pelaku pasar justru khawatir perang dagang bakal melukai ekonomi AS sendiri. Sebab, bagaimanapun AS masih butuh barang impor dari China, baik itu bahan baku, barang modal, sampai barang konsumsi. 

Jika impor produk China menjadi mahal karena bea masuk, maka akan menciptakan ekonomi biaya tinggi. Hasilnya bisa berupa inflasi, penurunan produksi manufaktur, sampai perlambatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. 

Selain itu, dolar AS juga dinilai sudah menguat terlalu lama. Dalam 6 bulan terakhir, Dollar Index masih menguat tajam di 5,03%. Dolar AS yang terlalu kuat bisa menjadi senjata makan tuan. Ekspor AS menjadi kurang kompetitif karena barang-barang made in USA lebih mahal di pasar dunia. 

Oleh karena itu, sekarang dolar AS justru 'dihukum' saat perang dagang bergelora. Tekanan terhadap dolar AS mampu dimanfaatkan dengan baik oleh rupiah dan mampu menjadi mata uang terbaik di Benua Kuning. 

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular