Menguat di Kurs Acuan, Rupiah Jadi Terbaik se-Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 September 2018 10:45
Menguat di Kurs Acuan, Rupiah Jadi Terbaik se-Asia
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menguat di kurs acuan. Di pasar spot, rupiah pun menguat dan menjadi salah satu yang terbaik di Asia. 

Pada Kamis (20/9/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.839. Rupiah menguat 0,38% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya. 

Penguatan ini menjadi yang kedua secara beruntun setelah kemarin rupiah juga menguat tipis 0,08%. Namun sejak awal tahun, rupiah anjlok 9,58% di kurs acuan. Sedangkan selama setahun terakhir, depresiasi rupiah lebih dalam yaitu 11,82%. 

 

Di pasar spot, rupiah juga boleh menepuk dada. Pada pukul 10:12 WIB, US$ 1 diperdagangkan di Rp 14.840 di mana rupiah menguat 0,2%.

Sebenarnya penguatan rupiah masih kalah dari rupee India, sehingga menjadi mata uang dengan kinerja terbaik kedua di Asia. Namun pasar keuangan India sedang libur memperingati hari Ashura (10 hari setelah Tahun Baru Hijriah). Oleh karena itu, rupiah boleh berbangga karena menjadi yang terbaik di antara mata uang yang diperdagangkan hari ini.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 10:15 WIB:



Rupiah dan mayoritas mata uang utama Asia mampu memanfaatkan tekanan yang tengah dialami dolar AS. Pada pukul 10:17 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di antara enam mata uang utama dunia) masih melemah di 0,09%.

Dalam sepekan terakhir, Dollar Index melemah 0,07%. Sementara dalam sebulan ke belakang koreksinya mencapai 0,84%.

Perang dagang menjadi faktor utama penyebab depresiasi mata uang Negeri Paman Sam. Presiden AS Donald Trump mengumumkan bea masuk baru sebesar 10% kepada impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar akan berlaku mulai 24 September. Kebijakan ini langsung dibalas oleh China dengan menerapkan bea masuk 10% kepada impor produk AS senilai US$ 60 miliar, juga berlaku mulai 24 September.

Biasanya, pelaku pasar merespons isu perang dagang dengan memasang mode risk-on, ogah mengambil risiko. Maklum, perang dagang AS vs China dapat mempengaruhi arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia. Wajar bila investor memilih bermain aman karena risikonya terlalu besar.

Perilaku ini menyebabkan flight to quality, yaitu perpindahan dana ke aset-aset yang dinilai lebih aman dan menjanjikan. Dolar AS adalah salah satunya. Oleh karena itu, perang dagang awalnya menjadi momentum bagi laju dolar AS karena tingginya permintaan terhadap mata uang ini.

Namun sekarang situasinya berbeda. Pelaku pasar justru khawatir perang dagang bakal melukai ekonomi AS sendiri. Sebab, bagaimanapun AS masih butuh barang impor dari China, baik itu bahan baku, barang modal, sampai barang konsumsi.

Jika impor produk China menjadi mahal karena bea masuk, maka akan menciptakan ekonomi biaya tinggi. Hasilnya bisa berupa inflasi, penurunan produksi manufaktur, sampai perlambatan investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, dolar AS juga dinilai sudah menguat terlalu lama. Dalam 6 bulan terakhir, Dollar Index masih menguat tajam di 5,11%. Dolar AS yang terlalu kuat bisa menjadi senjata makan tuan. Ekspor AS menjadi kurang kompetitif karena barang-barang made in USA lebih mahal di pasar dunia.

Oleh karena itu, sekarang dolar AS justru 'dihukum' saat perang dagang bergelora. Tekanan terhadap dolar AS mampu dimanfaatkan dengan baik oleh rupiah dan mampu menjadi mata uang terbaik di Benua Kuning.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular