
Ada Perang Dagang, Pemerintah Serap Rp 4,9 T dari SBSN
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
18 September 2018 17:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menyerap dana Rp 4,9 triliun dari lelang surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) dalam lelang rutin hari ini.
Rilis Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) menunjukkan jumlah penawaran peserta lelang yang masuk Rp 8,12 triliun. Nilai perolehan dari emisi sukuk tersebut masih di bawah rerata penerbitan SBSN sejak awal tahun Rp 5,59 triliun, tetapi masih di atas jumlah penerbitan dalam lelang sukuk negara sebelumnya Rp 4,8 triliun.
Dari sisi penawaran, minat peserta lelang hari ini masih di bawah rerata sejak awal tahun Rp 13,2 triliun dan di bawah permintaan dalam lelang SBSN terakhir Rp 10,48 triliun.
Namun secara keseluruhan turun, jumlah penerbitan masih di atas target pemerintah Rp 4 triliun dan jumlah itu masih baik jika melihat kondisi pasar keuangan saat ini di mana tertekan dari faktor luar negeri dan dalam negeri.
Hasil Lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
(Rp miliar)
Sumber: Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu
Perang dagang yang semakin memanas serta tidak didukung kondisi fundamental dalam negeri yang kurang mendukung menjadi faktor tengah memengaruhi perilaku investor asing saat ini.
Dari global, sentimen negatif dari kekhawatiran pelaku pasar internasional terhadap jual-beli ancaman bea impor Amerika Serikat dan China masih membuat investor asing mengalihkan portofolionya dari negara berkembang, termasuk dari Indonesia, ke instrumen yang dianggap lebih aman saat ini.
Paman Trump berniat menerapkan bea masuk US$ 200 miliar pada pekan depan dan perwakilan Negeri Panda Raksasa masih berniat membalas aksi sepihak tersebut. Fundamental dalam negeri yang kurang mendukung adalah defisit neraca perdagangan bulan lalu yang mencapai US$ 1,02 miliar yang diumumkan kemarin.
Angka itu jauh lebih besar daripada konsensus pelaku pasar yang dihimpun CNBC Indonesia US$ 645 juta. Selain itu, arus dana asing keluar (capital outflow) dari pasar SBN juga belum berhenti.
Data DJPPR Kementerian Keuangan menunjukkan kepemilikan investor asing turun dari 37,34% pada 4 September menjadi 36,6% kemarin. Penurunan investor asing tersebut terjadi secara hampir berturut-turut.
Penurunan di sisi porsi investor asing diimbangi oleh kepemilikan institusi pemerintah dan perbankan domestik. Per 4 September, porsi keduanya masing-masing 4,72% dan 25,53%.
Angka itu secara bertahap dan hampir secara berurutan naik hingga posisi terakhir yang tercatat di Kemenkeu yaitu 17 September 2018 menjadi 5,15% dan 26,66%.
Selain itu, momentum lelang juga kerap menjadi alasan pelaku pasar untuk menunda aksi beli dan cenderung membentuk pasar yang negatif untuk menaikkan yield di pasar sehingga memperkecil posisi tawar pemerintah dalam lelang.
Pemerintah akan terjepit antara kepentingannya mengejar target penerbitan atau memberi yield (yang berarti diskon harga) cukup besar kepada peserta lelang. Sore ini, pasar obligasi masih tertekan sentimen negatif, meskipun tidak selebar pada awal perdagangan hari ini.
Pasar obligasi biasanya diwakili oleh empat seri acuan. Keempat seri acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Data Reuters menunjukkan harga seri acuan 5 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun turun hampir serupa, dengan kenaikan yield 2 basis poin (bps) menjadi 8,33%, 8,69%, dan 8,99%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. Seri acuan lain yaitu tenor 10 tahun mengalami kenaikan yield 1 bps menjadi 8,44%.
Sumber: Reuters
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tidak tercermin pada harga obligasi wajarnya, yang tercemin oleh kenaikan indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA). Indek tersebut justru naik 0,35 poin (0,16%) menjadi 225,19 dari posisi kemarin 224,83.
Pelemahan SBN tenor 10 tahun hari ini dan koreksi surat utang pemerintah AS (US Treasury) bertenor serupa turut memperlebar kembali selisih(spread) antara keduanya menjadi 544 bps. Kemarin, spread-nya masih 542 bps. Yield US Treasury 10 tahun mencapai 3%.
Spread yang masih lebar, seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek. Saat ini spread kedua instrumen masih di atas level psikologis 500 bps.
Rebalancing tersebut seharusnya membuat investasi di pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi kondisi pasar global masih belum membuat investor global berperilaku normal.
Pelemahan di pasar surat utang tersebut juga terjadi di pasar ekuitas, tetapi tidak dengan rupiah di pasar nilai tukar mata uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,21% menjadi 5.811 hingga penutupan tadi sore. Nilai tukar rupiah justru menyalip dolar AS dan menguat 0,13% menjadi Rp 14.850 di hadapan setiap dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Rilis Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) menunjukkan jumlah penawaran peserta lelang yang masuk Rp 8,12 triliun. Nilai perolehan dari emisi sukuk tersebut masih di bawah rerata penerbitan SBSN sejak awal tahun Rp 5,59 triliun, tetapi masih di atas jumlah penerbitan dalam lelang sukuk negara sebelumnya Rp 4,8 triliun.
Dari sisi penawaran, minat peserta lelang hari ini masih di bawah rerata sejak awal tahun Rp 13,2 triliun dan di bawah permintaan dalam lelang SBSN terakhir Rp 10,48 triliun.
Hasil Lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
18-Sep-18 | SPN-S 05032019 | PBS016 | PBS002 | PBS017 | PBS012 | PBS015 |
Jatuh tempo | 5-Mar-19 | 15-Mar-20 | 15-Jan-22 | 15-Oct-25 | 15-Nov-31 | 15-Jul-47 |
Kupon imbal hasil | Diskonto | 6.250% | 5.450% | 6.125% | 8.875% | 8.000% |
Yield rerata tertimbang | 6.635% | 7.944% | 8.407% | 8.844% | 9.170% | 9.410% |
Penawaran masuk | 4,193 | 1,440 | 85 | 111 | 1,234 | 1,153 |
Kompetitif dimenangkan | 650 | 1,220 | 42 | 49 | 890 | 1,123 |
Total dimenangkan | 1,300 | 1,260 | 60 | 70 | 1,060 | 1,153 |
Persentase dimenangkan | 50.00% | 96.83% | 70.00% | 70.00% | 83.96% | 97.40% |
Target indikatif | 4,000 | |||||
Total penawaran masuk | 8,217 | |||||
Penerbitan | 4,903 |
Sumber: Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu
Perang dagang yang semakin memanas serta tidak didukung kondisi fundamental dalam negeri yang kurang mendukung menjadi faktor tengah memengaruhi perilaku investor asing saat ini.
Dari global, sentimen negatif dari kekhawatiran pelaku pasar internasional terhadap jual-beli ancaman bea impor Amerika Serikat dan China masih membuat investor asing mengalihkan portofolionya dari negara berkembang, termasuk dari Indonesia, ke instrumen yang dianggap lebih aman saat ini.
Paman Trump berniat menerapkan bea masuk US$ 200 miliar pada pekan depan dan perwakilan Negeri Panda Raksasa masih berniat membalas aksi sepihak tersebut. Fundamental dalam negeri yang kurang mendukung adalah defisit neraca perdagangan bulan lalu yang mencapai US$ 1,02 miliar yang diumumkan kemarin.
Angka itu jauh lebih besar daripada konsensus pelaku pasar yang dihimpun CNBC Indonesia US$ 645 juta. Selain itu, arus dana asing keluar (capital outflow) dari pasar SBN juga belum berhenti.
Data DJPPR Kementerian Keuangan menunjukkan kepemilikan investor asing turun dari 37,34% pada 4 September menjadi 36,6% kemarin. Penurunan investor asing tersebut terjadi secara hampir berturut-turut.
Penurunan di sisi porsi investor asing diimbangi oleh kepemilikan institusi pemerintah dan perbankan domestik. Per 4 September, porsi keduanya masing-masing 4,72% dan 25,53%.
Angka itu secara bertahap dan hampir secara berurutan naik hingga posisi terakhir yang tercatat di Kemenkeu yaitu 17 September 2018 menjadi 5,15% dan 26,66%.
![]() Asing di SBN |
Selain itu, momentum lelang juga kerap menjadi alasan pelaku pasar untuk menunda aksi beli dan cenderung membentuk pasar yang negatif untuk menaikkan yield di pasar sehingga memperkecil posisi tawar pemerintah dalam lelang.
Pemerintah akan terjepit antara kepentingannya mengejar target penerbitan atau memberi yield (yang berarti diskon harga) cukup besar kepada peserta lelang. Sore ini, pasar obligasi masih tertekan sentimen negatif, meskipun tidak selebar pada awal perdagangan hari ini.
Pasar obligasi biasanya diwakili oleh empat seri acuan. Keempat seri acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Data Reuters menunjukkan harga seri acuan 5 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun turun hampir serupa, dengan kenaikan yield 2 basis poin (bps) menjadi 8,33%, 8,69%, dan 8,99%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. Seri acuan lain yaitu tenor 10 tahun mengalami kenaikan yield 1 bps menjadi 8,44%.
Yield Obligasi Negara Acuan 18 Sep 2018 | ||||
Seri | Benchmark | Yield 17 Sep 2018 (%) | Yield 18 Sep 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0063 | 5 tahun | 8.303 | 8.331 | 2.80 |
FR0064 | 10 tahun | 8.427 | 8.444 | 1.70 |
FR0065 | 15 tahun | 8.675 | 8.699 | 2.40 |
FR0075 | 20 tahun | 8.968 | 8.997 | 2.90 |
Avg movement | 2.45 |
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tidak tercermin pada harga obligasi wajarnya, yang tercemin oleh kenaikan indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA). Indek tersebut justru naik 0,35 poin (0,16%) menjadi 225,19 dari posisi kemarin 224,83.
Pelemahan SBN tenor 10 tahun hari ini dan koreksi surat utang pemerintah AS (US Treasury) bertenor serupa turut memperlebar kembali selisih(spread) antara keduanya menjadi 544 bps. Kemarin, spread-nya masih 542 bps. Yield US Treasury 10 tahun mencapai 3%.
Spread yang masih lebar, seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek. Saat ini spread kedua instrumen masih di atas level psikologis 500 bps.
Rebalancing tersebut seharusnya membuat investasi di pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi kondisi pasar global masih belum membuat investor global berperilaku normal.
Pelemahan di pasar surat utang tersebut juga terjadi di pasar ekuitas, tetapi tidak dengan rupiah di pasar nilai tukar mata uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,21% menjadi 5.811 hingga penutupan tadi sore. Nilai tukar rupiah justru menyalip dolar AS dan menguat 0,13% menjadi Rp 14.850 di hadapan setiap dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Most Popular