
Perang Dagang Memanas Lagi, Reli Obligasi Terhenti
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
18 September 2018 11:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah kembali mendapat tekanan menyusul kekhawatiran memanasnya perang dagang yang dikobarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Padahal harga obligasi pemerintah sempat reli sejak Kamis pekan lalu.
Merujuk data Reuters, koreksi harga surat berharga negara (SBN) tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Harga seri acuan yang paling terkoreksi adalah seri 5 tahun dan 15 tahun, masing-masing mengalami kenaikan yield 3 basis poin (bps) menjadi 8,33% dan 8,71%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Seri acuan lain juga mengalami koreksi harga, yaitu seri 10 tahun dan 20 tahun yang mengalami kenaikan yield 1 bps dan 2 bps menjadi 8,44% dan 8,99%.
Rerata rentang fluktuasi pagi ini masih 2,6 bps yang relatif belum signifikan. Koreksi harga hari ini terjadi di tengah berkecamuknya kembali perang dagang AS, episode kali ini kembali dengan Negara Tirai Bambu. Penurunan harga itu juga membuat reli yang terjadi sejak Kamis lalu terhenti. Reli terjadi ketika perang dagang mereda.
Pemerintahan Trump dijadwalkan akan segera menerapkan bea masuk impor tambahan bagi produk China senilai US$ 200 miliar yang terdiri dari produk elektronik, furnitur, alat penerangan, ban, farmasi, sepeda, sampai kursi untuk bayi ini adalah 10%, lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan yaitu 25%. China membalas langkah AS dengan mengeluarkan pernyataan untuk segera melakukan serangan balik.
Di sisi domestik, pengumuman data neraca perdagangan kemarin juga semakin memberatkan pasar investasi. Defisit yang sebesar US$ 1,02 miliar, jauh lebih tinggi dari konsensus CNBC Indonesia US$ 645 juta.
Yield Obligasi Negara Acuan 18 Sep 2018
Sumber: Reuters
Selain karena memanasnya perang dagang, hari ini juga diwarnai oleh saling menunggunya pelaku pasar menjelang lelang siang ini. Lelang akan digelar pemerintah untuk menerbitkan surat berharga syariah negara (SBSN) dengan target Rp 4 triliun. Pemerintah akan melelang seri SPN-S 05032019, PBS016, PBS002, PBS017, PBS012, dan PBS015 siang ini.
Head of Fixed Income Research PT MNC Sekuritas I Made Adi Saputra memprediksi jumlah penawaran peserta lelang akan berada pada rentang Rp 5 triliun-Rp 13 triliun dengan permintaan terbesar pada seri PBS16.
Rencana Lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
(Rp miliar)
Sumber: Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu
Biasanya pelaku pasar akan menahan diri atau condong membentuk koreksi harga supaya yield di pasar naik. Kenaikan yield akan membuat posisi tawar pemerintah dalam lelang mengecil, antara mengejar target penerbitan atau memberi yield (yang berarti diskon harga) cukup besar kepada peserta lelang.
Koreksi yang terjadi pagi ini juga membuat selisih (spread) SBN tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) bertenor serupa kembali melebar, yaitu 544 bps.
US Treasury 10 tahun mengalami penguatan harga sehingga yield-nya turun dari level psikologis 3%, tepatnya 2,99%. Spread tersebut masih lebar, masih di atas level psikologis 500 bps.
Spread yang masih lebar itu seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek jika kondisi kondusif.
Rebalancing tersebut membuat investasi di pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.
Namun, saat ini kekhawatiran global masih mendorong investor global untuk mengalihkan dana investasinya ke produk yang lebih tidak berisiko seperti dolar AS.
Pelemahan di pasar surat utang tersebut juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar nilai tukar mata uang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terkoreksi 0,65% menjadi 5.785 hingga siang ini. Kemarin, IHSG amblas di atas 1%.
Di pasar spot, mata uang garuda kembali menembus level psikologis Rp 14.900 untuk setiap dolar AS, tepatnya turun 0,63% menjadi Rp 14.930.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Merujuk data Reuters, koreksi harga surat berharga negara (SBN) tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Rerata rentang fluktuasi pagi ini masih 2,6 bps yang relatif belum signifikan. Koreksi harga hari ini terjadi di tengah berkecamuknya kembali perang dagang AS, episode kali ini kembali dengan Negara Tirai Bambu. Penurunan harga itu juga membuat reli yang terjadi sejak Kamis lalu terhenti. Reli terjadi ketika perang dagang mereda.
Pemerintahan Trump dijadwalkan akan segera menerapkan bea masuk impor tambahan bagi produk China senilai US$ 200 miliar yang terdiri dari produk elektronik, furnitur, alat penerangan, ban, farmasi, sepeda, sampai kursi untuk bayi ini adalah 10%, lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan yaitu 25%. China membalas langkah AS dengan mengeluarkan pernyataan untuk segera melakukan serangan balik.
Di sisi domestik, pengumuman data neraca perdagangan kemarin juga semakin memberatkan pasar investasi. Defisit yang sebesar US$ 1,02 miliar, jauh lebih tinggi dari konsensus CNBC Indonesia US$ 645 juta.
Yield Obligasi Negara Acuan 18 Sep 2018
Seri | Benchmark | Yield 17 Sep 2018 (%) | Yield 18 Sep 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0063 | 5 tahun | 8.303 | 8.337 | 3.40 |
FR0064 | 10 tahun | 8.427 | 8.443 | 1.60 |
FR0065 | 15 tahun | 8.675 | 8.710 | 3.50 |
FR0075 | 20 tahun | 8.968 | 8.99 | 2.20 |
Avg movement | 2.67 |
Sumber: Reuters
Selain karena memanasnya perang dagang, hari ini juga diwarnai oleh saling menunggunya pelaku pasar menjelang lelang siang ini. Lelang akan digelar pemerintah untuk menerbitkan surat berharga syariah negara (SBSN) dengan target Rp 4 triliun. Pemerintah akan melelang seri SPN-S 05032019, PBS016, PBS002, PBS017, PBS012, dan PBS015 siang ini.
Head of Fixed Income Research PT MNC Sekuritas I Made Adi Saputra memprediksi jumlah penawaran peserta lelang akan berada pada rentang Rp 5 triliun-Rp 13 triliun dengan permintaan terbesar pada seri PBS16.
Rencana Lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
18-Sep-18 | SPN-S 05032019 | PBS016 | PBS002 | PBS017 | PBS012 | PBS015 |
Jatuh tempo | 5-Mar-19 | 15-Mar-20 | 15-Jan-22 | 15-Oct-25 | 15-Nov-31 | 15-Jul-47 |
Kupon imbal hasil | Diskonto | 6.250% | 5.450% | 6.125% | 8.875% | 8.000% |
Target indikatif | 4,000 |
Sumber: Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu
Biasanya pelaku pasar akan menahan diri atau condong membentuk koreksi harga supaya yield di pasar naik. Kenaikan yield akan membuat posisi tawar pemerintah dalam lelang mengecil, antara mengejar target penerbitan atau memberi yield (yang berarti diskon harga) cukup besar kepada peserta lelang.
Koreksi yang terjadi pagi ini juga membuat selisih (spread) SBN tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) bertenor serupa kembali melebar, yaitu 544 bps.
US Treasury 10 tahun mengalami penguatan harga sehingga yield-nya turun dari level psikologis 3%, tepatnya 2,99%. Spread tersebut masih lebar, masih di atas level psikologis 500 bps.
Spread yang masih lebar itu seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek jika kondisi kondusif.
Rebalancing tersebut membuat investasi di pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.
Namun, saat ini kekhawatiran global masih mendorong investor global untuk mengalihkan dana investasinya ke produk yang lebih tidak berisiko seperti dolar AS.
Pelemahan di pasar surat utang tersebut juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar nilai tukar mata uang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terkoreksi 0,65% menjadi 5.785 hingga siang ini. Kemarin, IHSG amblas di atas 1%.
Di pasar spot, mata uang garuda kembali menembus level psikologis Rp 14.900 untuk setiap dolar AS, tepatnya turun 0,63% menjadi Rp 14.930.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Most Popular