Asing Lepas Obligasi Rupiah, Reli Tetap Berlanjut

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
17 September 2018 18:55
Harga obligasi rupiah pemerintah menguat pada perdagangan hari ini
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah menguat pada perdagangan hari ini, memperkuat reli yang terjadi sejak Kamis kemarin. 

Merujuk data Reuters, Senin (17/9/2018) menguatnya harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Keempat seri acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun. Seri acuan 5 tahun masih menjadi yang paling menguat, dengan penuruan yield paling dalam yaitu 8 basis poin (bps) menjadi 8,3%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Seri acuan lain yaitu 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun juga menguat, dengan penurunan yield 6 bps, 4 bps, dan 2 bps mnejadi 8,42%, 8,67%, dan 8,96%.

Penguatan pada penutupan pasar lebih tipis dibanding penguatan di pagi hari yang sempat mengalami rerata penurunan yield 8,9 bps. Pasar ditutup dengan rerata pergerakan yield 5,7 bps.

Besok pemerintah juga berniat menerbitkan surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) dengan target Rp 4 triliun dalam lelang rutin. Umumnya, pelaku pasar akan menahan pergerakan SBN atau bahkan menekan harga untuk mendapatkan yield yang tinggi dalam lelang rutin tersebut.

Yield Obligasi Negara Acuan 17 Sep 2018
SeriBenchmarkYield 14 Sep 2018 (%) Yield 17 Sep 2018 (%)Selisih (basis poin)
FR00635 tahun8.3918.303-8.80
FR006410 tahun8.4968.427-6.90
FR006515 tahun8.7238.675-4.80
FR007520 tahun8.9918.968-2.30
Avg movement-5.70
Sumber: Reuters  

Penguatan masih didukung masuknya intervensi bank sentral dan pemerintah di pasar SBN yang terlihat dari kepemilikan perbankan dan bank sentral di pasar SBN. Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan kepemilikan pemerintah dan perbankan naik signifikan dibanding 4 September 2018. 

Pada 4 September, kepemilikan institusi pemerintah 4,72% dan kepemilikan perbankan 25,53%. Angka itu secara bertahap dan hampir secara berurutan naik hingga posisi terakhir yang tercatat di Kemenkeu yaitu 12 September 2018 menjadi 4,83% dan 26,69%. Di sisi lain, kepemilikan investor asing turun dari 37,34% pada 4 September menjadi 36,73%.

Penurunan investor asing tersebut terjadi secara berturut-turut. Naiknya kepemilikan institusi pemerintah dan perbankan kemungkinan akibat minat perbankan yang naik di tengah kenaikan suku bunga acuan 7DRRR dan operasi pasar terbuka yang dilakukan Bank Indonesia melalui reverse repo SBN oleh bank sentral. 

Reverse repo dilakukan dengan meminjamkan SBN yang dimiliki Bank Indonesia ke perbankan dengan beban bunga biaya tertentu, yang disertai janji beli kembali.   

asingFoto: Irvin Avriano Arief
asing


Penguatan pasar obligasi pemerintah hari ini juga tercermin pada harga obligasi wajarnya, yang tercemin oleh kenaikan indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA). Indek tersebut naik 0,27 poin (0,12%) menjadi 224,83 dari posisi akhir pekan lalu 224,56. 

Penguatan harga SBN hari ini dan koreksi pasar surat utang Amerika Serikat (US Treasury) membuat selisih (spread) antara SBN 10 tahun dan US Treasury 10 tahun menyempit, yaitu menjadi 542 bps.

Yield US Treasury 10 tahun saat ini sudah menembus 3%, posisi tertinggi sejak 23 Mei 2018, ketika pasar keuangan global sedang positif-positifnya, termasuk Indonesia. 

Selisih tersebut masih termasuk lebar, terutama karena masih di atas level psikologis 500 bps. Spread naik di atas 500 bps pada 13 Agustus. Spread pernah tinggi dan turun dari 500 bps sejak 7 Maret 2017. 

Spread yang masih lebar, ditambah faktor turunnya yield US Treasury, seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek.

Rebalancing tersebut membuat investasi di pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.  Penguatan tersebut ternyata berbalik dengan koreksi yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar nilai tukar mata uang. 

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) amblas 1,8% menjadi 5.824 pada penutupan tadi sore, dan mata uang garuda terkoreksi tipis 0,4% menjadi Rp 14.870, di bawah level psikologis Rp 14.900.

Koreksi pasar saham diwarnai sentimen negatif investor terhadap data neraca perdagangan, yang menjadi fundamental dari makroekonomi domestik. Defisit perdagangan membengkak menjadi US$ 1,02 miliar, lebih dalam daripada polling pelaku pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yaitu defisit US$ 540 juta.    

TIM RISET CNBC INDONESIA



(irv/irv) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular