
Koreksi Lagi, Spread SBN-Obligasi Acuan AS Tembus Rekor Baru
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
12 September 2018 19:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah ditutup semakin melemah pada sore ini selepas lelang surat berharga negara (SBN).
Merujuk data Reuters, koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling terkoreksi adalah seri 10 tahun dan 20 tahun, yang masing-masing mengalami kenaikan yield 13 basis poin (bps) menjadi 8,62% dan 9,12%.
Besaran 100 bps setara dengan 1%. Dua seri lain yaitu acuan 5 tahun dan 15 tahun masing-masing mengalami kenaikan yield 4 bps dan 8 bps sehingga menjadikan yield-nya 8,45% dan 8,77%.
Sumber: Reuters
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini juga tercermin pada harga obligasi wajarnya, yang tercemin oleh turunnya indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA). Indek tersebut turun 0,54 poin (0,24%) menjadi 223,75 dari posisi kemarin 224,29.
Masih melemahnya pasar obligasi juga membuat selisih (spread) SBN 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) bertenor serupa mencapai 566 bps, dari yield US Treasury 10 tahun yang sudah 2,96%.
Spread tersebut masih memegang rekor menjadi yang terlebar sejak 5 Desember 2016 ketika spread kedua instrumen masih 567 bps. Spread yang masih lebar, seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek.
Rebalancing tersebut membuat investasi di pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya. Namun, kondisi global yang masih berkontraksi membuat pelaku pasar mengambil langkah lebih hati-hati dibanding kondisi normal.
Selain spread yang lebar, rekor juga kembali dipecahkan oleh porsi kepemilikan investor asing yang terus melepas SBN rupiah di pasar. Data terakhir DJPPR menunjukkan porsi asing di obligasi rupiah pemerintah Indonesia mencapai 36,95%, titik terendah sejak November 2016 ketika masih 36,92%.
Pelemahan di pasar surat utang tersebut juga terjadi di pasar ekuitas, yang dicerminkan oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang turun 32 poin (0,57%) menjadi 5.798 pada penutupan tadi sore. Di sisi lain, nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS, yaitu 0,22% menjadi Rp 14.820.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/roy) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Merujuk data Reuters, koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Seri acuan yang paling terkoreksi adalah seri 10 tahun dan 20 tahun, yang masing-masing mengalami kenaikan yield 13 basis poin (bps) menjadi 8,62% dan 9,12%.
Besaran 100 bps setara dengan 1%. Dua seri lain yaitu acuan 5 tahun dan 15 tahun masing-masing mengalami kenaikan yield 4 bps dan 8 bps sehingga menjadikan yield-nya 8,45% dan 8,77%.
Yield Obligasi Negara Acuan 12 Sep 2018 | ||||
Seri | Benchmark | Yield 10 Sep 2018 (%) | Yield 12 Sep 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0063 | 5 tahun | 8.413 | 8.454 | 4.10 |
FR0064 | 10 tahun | 8.496 | 8.628 | 13.20 |
FR0065 | 15 tahun | 8.690 | 8.775 | 8.50 |
FR0075 | 20 tahun | 8.991 | 9.128 | 13.70 |
Avg movement | 9.88 |
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini juga tercermin pada harga obligasi wajarnya, yang tercemin oleh turunnya indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA). Indek tersebut turun 0,54 poin (0,24%) menjadi 223,75 dari posisi kemarin 224,29.
Masih melemahnya pasar obligasi juga membuat selisih (spread) SBN 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) bertenor serupa mencapai 566 bps, dari yield US Treasury 10 tahun yang sudah 2,96%.
Spread tersebut masih memegang rekor menjadi yang terlebar sejak 5 Desember 2016 ketika spread kedua instrumen masih 567 bps. Spread yang masih lebar, seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek.
Rebalancing tersebut membuat investasi di pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya. Namun, kondisi global yang masih berkontraksi membuat pelaku pasar mengambil langkah lebih hati-hati dibanding kondisi normal.
Selain spread yang lebar, rekor juga kembali dipecahkan oleh porsi kepemilikan investor asing yang terus melepas SBN rupiah di pasar. Data terakhir DJPPR menunjukkan porsi asing di obligasi rupiah pemerintah Indonesia mencapai 36,95%, titik terendah sejak November 2016 ketika masih 36,92%.
Pelemahan di pasar surat utang tersebut juga terjadi di pasar ekuitas, yang dicerminkan oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang turun 32 poin (0,57%) menjadi 5.798 pada penutupan tadi sore. Di sisi lain, nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS, yaitu 0,22% menjadi Rp 14.820.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/roy) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Most Popular