Aura Kenaikan Bunga dan Perang Dagang Bikin Dolar AS Menggila

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 September 2018 12:38
Aura Kenaikan Bunga dan Perang Dagang Bikin Dolar AS Menggila
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah hingga tengah hari ini. Dolar AS tengah didukung faktor eksternal dan internal sehingga memang sulit dilawan. 

Pada Senin (10/9/2018) pukul 12:05 WIB, US$ 1 ditransaksikan Rp 14.870 di pasar spot. Rupiah melemah 0,37% dibandingkan perdagangan akhir pekan lalu. 

Saat pembukaan pasar, rupiah melemah tipis 0,03%. Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin menjadi. Posisi terkuat rupiah ada di Rp 14.815/US$ sementara terlemahnya ada di Rp 14.870/US$. 

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga tengah hari ini: 



Di Asia, dolar AS memang berjaya. Greenback mampu menguat terhadap mayoritas mata uang utama Benua Kuning. Hanya yen Jepang yang lolos dari amukan dolar AS, sisanya tidak selamat. 


Dengan pelemahan 0,37%, rupiah jadi mata uang dengan depresiasi terdalam kedua di Asia. Rupiah hanya lebih baik dari rupee India. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 12:11 WIB: 

 

Penguatan dolar AS semakin nyata. Pada pukul 12:14 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama) menguat 0,1%. 

Dari sisi internal, dolar AS didukung oleh data-data perekonomian yang terus positif. Pada Agustus 2018, angka pengangguran AS memang tetap di 3,9% seperti bulan sebelumnya.

Namun, upah per jam rata-rata meningkat 0,4% secara month-to-month (MtM). Peningkatan sebesar itu merupakan yang tertinggi pada tahun ini, sekaligus mampu melampaui ekspektasi pasar yang memperkirakan peningkatan 0,2% MtM. 

Adapun secara year-on year (YoY), upah per jam rata-rata di bulan lalu meningkat 2,9%. Capaian itu juga mampu melampaui konsensus yang dihimpun Reuters, yaitu 2,7%. Secara historis, peningkatan tahunan itu merupakan yang tertinggi sejak Juni 2009. 

Kemudian, lapangan kerja non-pertanian AS per Agustus bertambah 201.000. Jauh melampaui konsensus pasar sebesar 191.000.  

Data-data ketenagakerjaan Negeri Paman Sam yang solid tersebut membuat potensi kenaikan suku bunga acuan pada rapat The Federal Reserve/The Fed bulan ini semakin besar. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan menjadi 2-2,25% pada rapat 26 September mendatang adalah 98,4%. 

Tidak selesai sampai di situ, The Fed juga diperkirakan menaikkan suku bunga lagi pada pertemuan Desember dengan kemungkinan 75%. Artinya, The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak empat kali sepanjang 2018, lebih banyak dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali. 

Didorong kabar kenaikan suku bunga, dolar AS jumawa. Sebab, kenaikan suku bunga akan membuat arus modal berkerumun di sekitar greenback, karena investor berharap kenaikan imbalan investasi.  

Salah satu pertanda masuknya aliran modal ke pasar AS adalah penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah. Yield yang turun adalah pertanda harga obligasi sedang naik akibat maraknya permintaan. 

Berikut perkembangan yield obligasi pemerintah AS pada pukul 12:20 WIB: 

 


Dari sisi eksternal, akhir pekan lalu Presiden AS Donald Trump menegaskan siap menerapkan bea masuk baru bagi impor produk made in China senilai US$ 200 miliar. Setelah itu, akan ada bea masuk tambahan lagi bagi impor senilai US$ 267 miliar. 

"(Bea masuk) US$ 200 miliar yang dibicarakan itu bisa diterapkan sesegera mungkin, tergantung China. Saya benci mengatakan ini, tetapi setelah itu ada (bea masuk untuk importasi) US$ 267 miliar yang siap diterapkan kalau saya mau," tegas Trump akhir pekan lalu, dikutip dari Reuters. 

Sejauh ini belum ada respons dari Beijing. Namun jika Negeri Tirai Bambu merespons keras, apalagi menyiapkan langkah balas dendam, maka suhu perang dagang akan kembali memanas. 

AS dan China adalah dua perekonomian terbesar di planet bumi. Ketika mereka terlibat friksi, dampaknya adalah arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia akan terhambat. 

Saat perekonomian dunia melambat, maka investor akan dipaksa bermain aman, tidak mau mengambil aset-aset berisiko apalagi di negara berkembang. Dalam situasi sepert ini aset aman (safe haven) menjadi buruan, misalnya yen dan dolar AS. 

Arus modal yang menghindari Indonesia terlihat dari aksi jual bersih yang dilakukan investor asing di pasar saham yang mencapai Rp 89,17 miliar. Ini membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,55%. 

Keperkasaan dolar AS membuat rupiah tidak berdaya. Apabila pelemahan ini bertahan sampai penutupan pasar, maka akan memutus penguatan yang terjadi dalam 2 hari perdagangan terakhir. 

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular