Pekan Depan, Pasar Obligasi Bisa Koreksi Lagi

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
09 September 2018 19:58
Sentimen negatif akan berpotensi menekan pasar obligasi.
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi pemerintah masih akan melanjutkan koreksi yang terjadi hampir sepanjang pekan lalu. Potensi itu disebabkan sentimen negatif pekan ini masih akan membayangi pasar surat berharga negara (SBN), ditambah pergerakan nilai tukar rupiah pekan depan. 

Salah satu sentimen negatif itu adalah data perekonomian AS, khususnya data ketenagakerjaan yang dirilis Jumat malam kemarin (7/9/18). Pengangguran AS periode Agustus diumumkan di level 3,9%, sama dengan capaian periode Juli tetapi lebih tinggi dari ekspektasi yang sebesar 3,8%. Tingkat pengangguran yang sebesar 3,9% tetap saja merupakan level yang sangat rendah bagi AS. 

Setiap data yang menunjukkan positivisme terhadap ekonomi AS, dapat membuat bank sentral AS semakin optimistis untuk menaikkan suku bunganya dua kali lagi, satu kali di antaranya pada September sebesar 25 basis poin (bps). 

Setiap adanya keramaian tentang suku bunga acuan AS yaitu Fed Fund Rate (FFR) maka pelaku pasar global akan mengalihkan portofolio investasinya ke aset yang dinilai lebih aman (safe haven instrument), salah satunya dolar AS.

Jika pengalihan terealisasi, maka investor asing lebih condong untuk mengambil porsi investasinya di pasar keuangan negara berkembang, salah satunya Indonesia. 

Selain itu, faktor Perang Dagang AS, kali ini ketika Paman Trump juga berniat menerapkan bea impor tambahan US$267 miliar dari China selain US$ 200 miliar bea impor yang akan diterapkan beberapa hari ke depan. Data lain adalah kenaikan rerata upah AS, dan lapangan pekerjaan non-pertanian. Data cadangan devisa Indonesia US$ 117,9 miliar juga baru diumumkan pekan lalu. 

Selain itu, berbaliknya tren koreksi menjadi penguatan (rebound) harga obligasi dan rupiah yang terjadi pada Jumat kemungkinan juga hanya merupakan penguatan sesaat akibat koreksi yang terjadi sudah membentuk tren panjang. Sehingga, kemungkinan rebound tersebut hanya merupakan technical rebound

Pekan depan, pemerintah juga berniat menerbitkan SBN dalam lelang rutin tujuh seri dengan target Rp 20 triliun. Jika sentimen negatif masih terus membayangi pasar, maka permintaan dalam lelang kemungkinan akan di bawah rerata dan daya tawar pemerintah di depan peserta lelang akan lebih lemah dibandingkan dengan sebelumnya.

Rencana Lelang Surat Berharga Negara (SBN) 12 Sep 2018
SeriSPN03181213SPN12190913FR0063FR0064FR0065FR0075FR0076
Jatuh tempo13-Dec-1813-Sep-1915-May-2315-May-2815-May-3315-May-3815-May-48
Target indikatif10,000
Target maksimal20,000
Sumber: Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu.  

Secara terpisah, lembaga riset Indef memprediksi nilai tukar rupiah masih akan melanjutkan tren yang melemah hingga akhir September. Kenaikan masih disebabkan oleh rencana kenaikan suku bunga acuan FFR. 

Bhima Yudhistira, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menyatakan rentang pergerakan rupiah akan berada pada level Rp 14.840-Rp 14.990 per dolar AS pada 10-14 September 2018. 

Dia menyatakan FFR yang naik sejak awal tahun sudah membuat tingkat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun turun hingga menjadi di kisaran 2,88%. 

Dia juga mengingatkan turunnya yield US Treasury tersebut dapat mendorong terjadinya tren kurva yield terbalik (inverted yield curves), di mana yield jangka panjang menurun sedangkan yield jangka pendek naik. 

Artinya, ekspektasi investor dalam jangka pendek adalah khawatir terhadap potensi adanya market crash, sehingga lebih memilih membeli surat utang yang bertenor jangka panjang. Inverted yield curves menjadi indikator pra-krisis global sejak tahun 1970-an. 

Yield US Treasury
Pasar Obligasi Waspadai Dampak BeritaFoto: Irvin Avriano Arief
Sumber: Reuters


Pekan lalu, pasar obligasi terbakar oleh panasnya sentimen negatif dari krisis peso Argentina, lira Turki, dan perang dagang AS. Sejak akhir pekan lalu, rerata yield empat seri acuan naik 43 bps.

Kenaikan yield tertinggi dialami seri paling pendek, yaitu seri acuan 5 tahun yang yield-nya naik 51 bps. Lonjakan sepekan tersebut membuat yield seri acuan 5 tahun menembus posisi psikologis 8%, seri 10 tahun menembus level psikologis 8,5%, dan seri 20 tahun pun sempat menembus 9% walapun hanya terjadi sehari yaitu Kamis (6/9/18).

Yield Obligasi Indonesia

Pasar Obligasi Waspadai Dampak BeritaFoto: Irvin Avriano Arief.
Sumber: Reuters


TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/ray) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular