Investor Harap Waspada! Rupiah Bisa Babak Belur Pekan Depan

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 September 2018 20:15
Investor harus bersiap menghadapi kemungkinan pelemahan rupiah lebih lanjut pada pekan depan.
Foto: Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang pekan ini, rupiah melemah 0,61% melawan dolar AS di pasar spot, dari Rp 14.725/dolar menjadi Rp 14.815/dolar AS. Namun, investor di pasar keuangan tanah air menyambut akhir pekan dengan senyuman.

Pasalnya, rupiah menguat dalam 2 hari perdagangan terakhir di pekan ini, masing-masing sebesar 0,3% dan 0,47%. Tak hanya rupiah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ikut menguat pada perdagangan tanggal 6 dan 7 September.

Memasuki pekan depan, investor nampaknya harus hati-hati. Pasalnya, rupiah berpotensi babak belur lagi.

Penyebabnya adalah semakin mencuatnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini oleh the Federal Reserve. Hal ini terjadi pasca rilis data tenaga kerja yang menggembirakan pada hari Jumat.

Penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian periode Agustus diumumkan di level 201.000, mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Reuters yang sebesar 191.000. Sementara itu, tingkat pengangguran periode Agustus diumumkan di level 3,9%, sama dengan capaian periode Juli namun lebih tinggi dari ekspektasi yang sebesar 3,8%. Tingkat pengangguran yang sebesar 3,9% tetap saja merupakan level yang sangat rendah bagi AS.

Kuatnya kedua data tersebut lantas didukung oleh kenaikan rata-rata upah per jam periode Agustus yang sebesar 0,4% MoM, kenaikan terkencang pada tahun ini. Capaian tersebut juga cukup jauh di atas estimasi yang sebesar 0,2% MoM.

Sebagai informasi, data tenaga kerja merupakan salah satu pertimbangan utama the Fed dalam menentukan kebijakan suku bunganya. Data lainnya yang digunakan oleh the Fed adalah inflasi, dimana terkait hal ini the Fed disebut-sebut menggunakan Core Personal Consumption Expenditure (PCE) Index sebagai patokannya. Pada bulan Juli, Core PCE Index tumbuh sebesar 2% YoY, sudah sesuai dengan target inflasi the Fed yang sebesar 2%.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 8 September 2018, kemungkinan bahwa the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini naik menjadi 77,6%, melonjak dari posisi per 6 September yang sebesar 68,6%.

Seiring dengan semakin mencuatnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali, dolar AS pun perkasa. Pada perdagangan kemarin, indeks dolar AS yang menggambarkan pergerakan greenback melawan mata uang utama dunia lainnya menguat sebesar 0,33%.

Rilis data tenaga kerja dan penguatan dolar AS yang signifikan terjadi kala pasar keuangan Indonesia sudah tutup. Ketika perdagangan dibuka kembali nantinya pada hari Senin (10/9/2018), hampir bisa dipastikan bahwa rupiah akan mendapatkan tekanan yang besar.

Kian Tipis
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) justru mengumumkan cadangan devisa per Agustus di level US$ 117,9 miliar, turun US$ 410 juta dari periode sebelumnya. Posisi ini merupakan yang terendah sejak Januari 2017. Penurunan cadangan devisa terjadi seiring dengan langkah BI dalam melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah.
Investor Harap Waspada, Rupiah Bisa Babak Belur Minggu Depan!Foto: Infografis/Cadangan Devisa/Edward Ricardo

Mengkerutnya cadangan devisa tentu membuat amunisi dari bank sentral dalam menahan pelemahan nilai tukar kian terbatas. Investor yang khawatir mengenai hal ini bisa semakin terdorong untuk melepas rupiah dan beralih memeluk greenback.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular