Risiko Perang Dagang Menghantui, Dolar AS Perkasa Lagi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 September 2018 12:43
Risiko Perang Dagang Menghantui, Dolar AS Perkasa Lagi
Foto: Warga melakukan transaksi penukaran mata uang asing di salah satu pusat penukaran mata uang di Jakarta.
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah bergerak cenderung melemah pada perdagangan hingga tengah hari ini. Padahal rupiah dibuka menguat, tetapi terus melemah seiring perjalanan pasar. 

Pada Jumat (7/9/2018) pukul 12:03 WIB, US$ 1 diperdagangkan di Rp 14.890. Rupiah melemah 0,03% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar spot, rupiah menguat 0,13%. Namun seiring perjalanan, rupiah terus tertekan hingga akhirnya terseret ke teritori depresiasi. 



Kemarin, rupiah ditutup menguat 0,3%. Namun hari ini rupiah tidak mampu membendung keperkasaan dolar AS. 

Hingga siang ini, greenback bergerak menguat di Asia. hanya yen Jepang, rupee India, dan peso Filipina yang selamat sementara sisanya masuk jalur merah. Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 12:10 WIB: 



Investor masih dibuat cemas oleh risiko perang dagang AS vs China, Setelah fase dengar pendapat berakhir, Presiden AS Donald Trump dikabarkan bakal segera menerapkan bea masuk baru bagi impor produk China senilai US$ 200 miliar. Produk-produk tersebut antara lain furnitur, lampu, ban mobil, sepeda, sampai kursi bayi. 

Meski belum ada kabar terbaru dari Washington, tetapi Beijing sudah bereaksi keras. "Jika AS menerapkan bea masuk baru, maka China terpaksa melakukan langkah pembalasan yang diperlukan," tegas Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, mengutip Reuters. 

Menunggu perkembangan terbaru terkait isu ini, investor dibuat bermain aman dan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang. Selain ke dolar AS, arus modal juga menyasar ke yen Jepang yang merupakan instrumen aman (safe haven) murni. Inilah penyebab yen masih mampu menguat. 

Selain itu, investor juga mengoleksi dolar AS jelang rilis data ketenagakerjaan Negeri Paman Sam malam ini waktu Indonesia. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan angka pengangguran Agustus 2018 di 3,8%. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 3,9%. 

Jika proyeksi ini terwujud, maka kemungkinan The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan semakin besar. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas The Fed menaikkan suku bunga pada rapat 26 September mendatang mencapai 99% alias hampir pasti.  

Perekonomian AS yang semakin dekat ke full employment (jumlah pembukaan lapangan kerja mampu melampaui jumlah pengangguran) menandakan perlu ada sedikit pengereman. Tanpa rem, laju perekonomian menjadi tidak terkendali yang akhirnya menciptakan inflasi yang tidak perlu. 

Cara pengendalian yang paling ampuh adalah menaikkan suku bunga acuan. Namun, kebijakan ini punya dampak lain yaitu memancing arus modal ke Negeri Adidaya karena berharap akan ada kenaikan imbalan investasi. Dolar AS pun semakin digdaya. 

Masuknya arus modal ke AS terlihat dari penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah. Penurunan yield menandakan harga sedang naik, yang berarti permintaan meningkat. 

Berikut perkembangan yield obligasi negara AS pada pukul 12:31 WIB di mana terjadi penurunan di sebagian besar tenor: 

 

Derasnya aliran modal ke AS membuat dolar AS perkasa. Keperkasaan dolar menjalar hingga ke Asia, termasuk di hadapan rupiah.  

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular