Rupiah Terdepresiasi, Istana Minta Masyarakat Tidak Panik

Arys Aditya, CNBC Indonesia
06 September 2018 20:26
Rupiah yang terdpresiasi selama tahun ini telah membuat gusar pelaku usaha dan masyarakat.
Foto: Arys Aditya
Jakarta, CNBC Indonesia - Istana kepresidenan meminta masyarakat tidak panik dalam melihat pergerakan nilai tukar rupiah yang tertekan hebat dalam beberapa pekan belakangan.

Kantor Staf Presiden menilai tren penurunan nilai mata uang rupiah berbanding Dolar AS yang saat ini terjadi tidak akan menjadi krisis moneter seperti tahun 1998.

Pemerintah juga diklaim tidak panik, tetapi lebih waspada dalam mengobservasi data market Indonesia serta berbagai perkembangan terkini di dunia internasional.

Deputi III bidang Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis KSP Denni Puspa Purbasari menekankan bahwa Indonesia memiliki pengalaman sebagai negara yang pernah mengalami krisis-krisis sebelumnya.

"Karena itu percayalah, pemerintah dapat melakukan aksi pencegahan agar kita tak jatuh dalam krisis," katanya, dikutip dari siaran resmi, Kamis (6/9/2018).

Ia menggarisbawahi agar masyarakat tidak perlu panik dan reaksioner menghadapi kondisi ini dan menegaskan bahwa situasi perekonomian Indonesia jauh lebih kuat ketimbang krisis finansial 1998 dan krisis global 2008, yang dibuktikan dengan kekuatan cadangan devisa.

Hal positif lain, tuturnya, Bank Indonesia (BI) mencatat adanya aliran masuk modal asing mencapai US$ 4,5 miliar ke Indonesia. Di sisi lain, independensi Bank Indonesia yang makin kokoh.

Selain itu, Denni menjabarkan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga solid dan peringkat surat utang pemerintah tidak mengalami masalah, justru Indonesia masuk dalam investment grade yang bagus atau layak investasi menurut lima lembaga pemeringkat ekonomi.

"Ini beda dengan intervensi yang dilakukan pemerintah Turki dan Argentina terhadap bank sentralnya, sehingga ada hambatan ketika bank sentral ingin menaikkan suku bunga, misalnya," kata Denni.

Denni menegaskan, Pemerintah tidak bersikap santai menghadapi situasi ini. "Pemerintah sangat mawas akan hal ini, dengan menguatkan koordinasi dengan otoritas moneter dan juga Otoritas Jasa Keuangan," urainya.

Tak hanya itu, Indonesia memiliki hubungan cukup baik dengan bank sentral negara lain seperti Jepang, China, Korea Selatan, dan Australia.

"Kita punya bilateral soft arrangement, jadi saat misalnya kita butuh dolar, kita bisa minta bank sentral negara-negara itu untuk memback-up, walaupun cadangan devisa kita saat ini ada US$ 118 miliar," jelasnya.

Subsidi BBM
Denni memaparkan, pemerintah menahan harga BBM sejak tahun lalu demi menjaga daya beli masyarakat terjaga, termasuk dengan meningkatkan subsidi untuk solar serta efisiensi Premium oleh Pertamina.

Denni mengingatkan, bahwa sebagai negara pengekspor minyak dan beberapa komoditas lain, pemerintah juga mendapatkan mendapatkan windfall berupa kenaikan PNBP.

"Keuntungan ini antara lain digunakan untuk mensubsidi solar agar dapat menstimulasi produktivitas di bidang industri khususnya transportasi barang dan jasa," paparnya.

Terkait daya dukung masyarakat, Denni masih melihatnya sebagai hal yang positif. Dapat dilihat bahwa konsumsi sudah tumbuh di atas lima persen. Namun pertumbuhan ini harus terus dipantau, beserta pula beberapa indikator lainnya.

"Stabilitas ekonomi itu sangat penting, kita tidak bisa hidup dalam kondisi besar pasak daripada tiang. Apabila bertahan seperti itu ekonomi kita bisa jatuh," katanyaa.

Intinya, pungkas Denni, berkaca dari indikator-indikator ekonomi yang baik tadi, masyarakat tidak perlu panik. "Yang terjadi di dunia sana biarlah terjadi di sana, kita tetap saja fokus bekerja membangun bangsa," katanya.
(hps) Next Article Rupiah Keok di Depan Mata Uang Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular