Di Antara Negara ASEAN, Bagaimana Kinerja Ekonomi RI?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 September 2018 14:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian Indonesia pada 2018 boleh dibilang hit and miss. Ada yang kinerjanya memuaskan, tapi ada pula yang mengecewakan.
Menjadi menarik untuk mengukur kekuatan Indonesia di kawasan, di antara negara-negara utama ASEAN alias ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand). Sejauh mana kinerja Indonesia dibandingkan para tetangga?
Kalau dari sisi nilai tukar, Indonesia menjadi yang paling boncos. Sejak awal tahun, rupiah melemah 9,82%. Sementara ringgit melemah 2,22%, peso minus 7,22%, dolar Singapura terdepresiasi 2,68%, dan baht defisit 0,55%.
Semua mata uang ASEAN-5 memang melemah, tapi rupiah menjadi yang terdalam. Ini karena bekal rupiah di dalam negeri tidak sebesar negara-negara lain.
Bekal tersebut adalah transaksi berjalan (current account) yang mencerminkan arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih bisa diandalkan untuk menopang kurs ketimbang dari portofolio di sektor keuangan yang mudah datang dan pergi.
Pada kuartal II-2018, Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan sebesar 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara Singapura membukukan surplus luar biasa, yaitu mencapai 20,38%.
Sedangkan Malaysia masih bisa mencatat surplus 1,6% PDB, Filipina surplus 0,14%, dan Thailand surplus 7,71%. Wajar jika mata uang mereka masih bisa bertahan tidak melemah terlalu dalam di tengah amukan greenback.
Akibat prospek mata uang yang masih bisa menguat, negara-negara tetangga itu tidak terlalu dihindari oleh pelaku pasar. Ini bisa dilihat dari indeks bursa saham masing-masing negara.
Sejak awal tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 6,69%. Sementara KLCI (Malaysia) menguat 0,75%, Strait Times melemah 5,58%, SET (Thailand) minus 1,86%. Hanya PSE (Filipina) yang melemah lebih dalam ketimbang IHSG, yaitu amblas 8,03%.
Arus modal asing juga bisa tergambar di pasar obligasi, yaitu pergerakan imbal hasil (yield). Seluruh obligasi pemerintah ASEAN-5 naik, menandakan harga tengah tertekan. Namun siapa yang paling besar mengalami tekanan?
Untuk tenor 10 tahun, yield obligasi pemerintah Indonesia naik 2,045 poin sejak awal tahun. Sementara di Malaysia, yield naik 0,148 poin, Singapura naik 0,4 poin, Thailand naik 0,3%, dan Filipina naik 1,2017%. Lagi-lagi yield Indonesia naik paling pesat, artinya jadi yang paling dihindari.
Indonesia jadi yang terbawah dalam hal kurs, transaksi berjalan, dan yield obligasi. Namun untuk pertumbuhan ekonomi, Indonesia boleh menepuk dada walau bukan yang terbaik.
Pada kuartal II-2018, ekonomi Tanah Air Tumbuh 5,27% year-on-year (YoY). Sementara Malaysia tumbuh 4,5%, Singapura 3,8%, Thailand 4,6%. Indonesia hanya kalah dari Filipina yang tumbuh 6%.
Pertumbuhan ekonomi ini menyebabkan laju inflasi. Di Indonesia, inflasi Agustus 2018 tercatat 3,2% YoY. Sementara inflasi di Singapura pada Juli 2018 adalah 0,6%, Malaysia 0,9%, Thailand 1,62%, dan Filipina 4,5%. Semakin cepat laju pertumbuhan ekonomi, maka inflasi pun terakselerasi.
Sejauh ini, kinerja ekonomi Indonesia di antara para tetangganya agak sulit dideskripsikan. Dari sisi kurs, transaksi berjalan, dan yield, Indonesia di posisi terbawah. Sementara di sisi pertumbuhan ekonomi, Indonesia memang cukup lumayan tapi kalah juga dari Filipina.
Namun yang jelas, sepertinya tahun ini bukan milik Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/wed) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Menjadi menarik untuk mengukur kekuatan Indonesia di kawasan, di antara negara-negara utama ASEAN alias ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand). Sejauh mana kinerja Indonesia dibandingkan para tetangga?
Kalau dari sisi nilai tukar, Indonesia menjadi yang paling boncos. Sejak awal tahun, rupiah melemah 9,82%. Sementara ringgit melemah 2,22%, peso minus 7,22%, dolar Singapura terdepresiasi 2,68%, dan baht defisit 0,55%.
Semua mata uang ASEAN-5 memang melemah, tapi rupiah menjadi yang terdalam. Ini karena bekal rupiah di dalam negeri tidak sebesar negara-negara lain.
Bekal tersebut adalah transaksi berjalan (current account) yang mencerminkan arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih bisa diandalkan untuk menopang kurs ketimbang dari portofolio di sektor keuangan yang mudah datang dan pergi.
Pada kuartal II-2018, Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan sebesar 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara Singapura membukukan surplus luar biasa, yaitu mencapai 20,38%.
Sedangkan Malaysia masih bisa mencatat surplus 1,6% PDB, Filipina surplus 0,14%, dan Thailand surplus 7,71%. Wajar jika mata uang mereka masih bisa bertahan tidak melemah terlalu dalam di tengah amukan greenback.
Akibat prospek mata uang yang masih bisa menguat, negara-negara tetangga itu tidak terlalu dihindari oleh pelaku pasar. Ini bisa dilihat dari indeks bursa saham masing-masing negara.
Sejak awal tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 6,69%. Sementara KLCI (Malaysia) menguat 0,75%, Strait Times melemah 5,58%, SET (Thailand) minus 1,86%. Hanya PSE (Filipina) yang melemah lebih dalam ketimbang IHSG, yaitu amblas 8,03%.
Arus modal asing juga bisa tergambar di pasar obligasi, yaitu pergerakan imbal hasil (yield). Seluruh obligasi pemerintah ASEAN-5 naik, menandakan harga tengah tertekan. Namun siapa yang paling besar mengalami tekanan?
Untuk tenor 10 tahun, yield obligasi pemerintah Indonesia naik 2,045 poin sejak awal tahun. Sementara di Malaysia, yield naik 0,148 poin, Singapura naik 0,4 poin, Thailand naik 0,3%, dan Filipina naik 1,2017%. Lagi-lagi yield Indonesia naik paling pesat, artinya jadi yang paling dihindari.
Indonesia jadi yang terbawah dalam hal kurs, transaksi berjalan, dan yield obligasi. Namun untuk pertumbuhan ekonomi, Indonesia boleh menepuk dada walau bukan yang terbaik.
Pada kuartal II-2018, ekonomi Tanah Air Tumbuh 5,27% year-on-year (YoY). Sementara Malaysia tumbuh 4,5%, Singapura 3,8%, Thailand 4,6%. Indonesia hanya kalah dari Filipina yang tumbuh 6%.
Pertumbuhan ekonomi ini menyebabkan laju inflasi. Di Indonesia, inflasi Agustus 2018 tercatat 3,2% YoY. Sementara inflasi di Singapura pada Juli 2018 adalah 0,6%, Malaysia 0,9%, Thailand 1,62%, dan Filipina 4,5%. Semakin cepat laju pertumbuhan ekonomi, maka inflasi pun terakselerasi.
Sejauh ini, kinerja ekonomi Indonesia di antara para tetangganya agak sulit dideskripsikan. Dari sisi kurs, transaksi berjalan, dan yield, Indonesia di posisi terbawah. Sementara di sisi pertumbuhan ekonomi, Indonesia memang cukup lumayan tapi kalah juga dari Filipina.
Namun yang jelas, sepertinya tahun ini bukan milik Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/wed) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Most Popular