Di Kurs Acuan dan Pasar Spot, Dolar AS Tembus Rp 14.700

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 August 2018 10:59
Di Kurs Acuan dan Pasar Spot, Dolar AS Tembus Rp 14.700
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs acuan kembali melemah. Seperti di pasar spot, dolar AS pun sudah berada di kisaran Rp 14.700. 

Pada Jumat (31/8/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.711. Rupiah melemah 0,38% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya. Di kurs acuan, rupiah berada di posisi terlemah sejak September 2015. 

 

Sementara di pasar spot, dolar AS pun semakin mengamuk. Pada pukul 10:29 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.725 di mana rupiah melemah 0,27%. 

Kala pembukaan pasar spot, rupiah melemah 0,17%. Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin menjadi. 

Di Asia, dolar AS bergerak variatif. Namun dengan depresiasi 0,27%, rupiah dan rupee India jadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap beberapa mata uang utama Asia pada pukul 10:39 WIB: 

 

Dolar AS masih melanjutkan penguatannya meski dalam rentang tipis. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) menguat 0,01% pada pukul 10:43 WIB. 

Setidaknya ada dua faktor yang menopang keperkasaan dolar AS. Pertama adalah rilis data yang terus positif. 

Core Personal Consumption Expenditure (Core PCE) AS pada Juli 2018 tercatat sebesar 2% secara year-on-year. Core PCE menunjukkan konsumsi masyarakat minus barang-barang musiman sehingga bisa menjadi indikator laju inflasi dan daya beli. Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) memilih menggunakan indikator PCE untuk memonitor inflasi, sehingga data ini menjadi penting.

The Fed menargetkan Core PCE di kisaran 2% dalam jangka menengah. Kini target tersebut sudah tercapai, mencerminkan inflasi AS sudah berada di ujung batas aman. 

Artinya, ke depan ekspektasi inflasi harus dikendalikan. Caranya adalah dengan menaikkan suku bunga acuan.

Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 25 basis poin menjadi 2-2,25% pada rapat edisi September mencapai 98,4%. Kemarin, probabilitasnya masih 96%. 

Saat suku bunga naik, maka berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS akan semakin menguntungkan karena imbalannya ikut naik. Memegang dolar AS saja sebenarnya sudah untung, karena kenaikan suku bunga membuat ekspektasi inflasi terjangkar sehingga nilai mata uang tidak turun. 

Sentimen kedua adalah perkembangan perang dagang AS vs China. Mengutip Reuters, beberapa orang sumber mengatakan Presiden AS Donald Trump akan mengenakan bea masuk kepada impor produk China senilai US$ 200 miliar pekan depan, segera setelah tahapan dengar pendapat berakhir. 

Trump tengah menggodok rencana pengenaan bea masuk itu, dan kini sedang dalam fase dengar pendapat yang dimulai 20 Agustus sampai 6 September. Setelah dengar pendapat ini selesai, Trump dikabarkan langsung mengeksekusi bea masuk tersebut. 

Gedung Putih menolak memberikan konfirmasi mengenai kebenaran kabar tersebut. Namun, pemberitaannya saja sudah cukup untuk membuat pelaku pasar khawatir. 

Kenaikan suku bunga di AS plus kekhawatiran perang dagang sudah cukup membuat dolar AS menjadi incaran utama pelaku pasar. Di satu sisi dolar AS memberikan keuntungan, dan di sisi lain juga memberi perlindungan terhadap risiko yang menyelimuti pasar keuangan global. 

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular