Begini Pandangan Bank Mandiri Soal Rupiah & Ekonomi RI

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
31 August 2018 08:45
Pemerintah diminta untuk tetap waspada karena faktor global dan domestik bisa berubah setiap saat.
Foto: REUTERS/Darren Whiteside
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dalam riset analisis menyampaikan kondisi ekonomi Indonesia sejauh ini masih dalam kondisi yang baik, meskipun dihantui kondisi pasar keuangan global yang bergejolak. Pemerintah diminta untuk tetap waspada karena faktor global dan domestik bisa berubah setiap saat.

Dari sisi domestik ada defisit pada neraca transaksi berjalan, kenaikan suku bunga acuan BI dan harga komoditas yang flat tidak memberikan dampak kepada ekonomi daerah .

Dari sisi global adanya keberlanjutan perang dagang antara AS dan China yang akan sangat berpengaruh kepada ekonomi Indonesia. Lalu kenaikan suku bunga acuan AS akan mendorong kenaikan suku bunga domestik dan kenaikan harga minyak dunia yang dapat berpengaruh ke kenaikan harga bahan baku serta gejolak di beberapa Emerging Markets.
Seperti apa pandangan Bank Mandiri selengkapnya;

Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi 2018
Bank Mandiri memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini hanya akan mencapai 5,1% atau lebih rendah dari proyeksi pemerintah dalam APBN 2018. Pertumbuhan ini stagnan dari 2017 lalu dikarenakan faktor domestik dan juga global yang masih tidak menentu.

Lalu untuk inflasi tahun 2018 diperkirakan mencapai 3,6% atau masih sesuai dengan terget pemerintah serta BI asalkan bisa menjaga kelancaran distribusi bahan pangan dan penurunan biaya logistik.

Sedangkan pada tahun mendatang inflasi di Indonesia diproyeksi bisa mencapai 4,5%. Inflasi ini berasal dari harga yang ditetapkan pemerintah (administered prices). Di mana pada tahun depan pemerintah diramal akan melakukan penyesuaian harga BBM karena harga minya yang juga sangat bergerak cepat sejak pertengahan tahun.

Kemudian untuk necara perdagangan Indonesia akan mengalami defisit. Harga komoditas (CPO dan karet) yang melemah dan meningkatnya impor (terutama impor migas) dinilai menjadi penyebabkan defisit neraca perdagangan tahun ini. Sektor keuangan terutama bank dinilai sudah membaik meskipun tantangan terhadap kualitas aset masih besar sejalan dengan perkembangan ekonomi.

Nilai Tukar 2018
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap mata uang Amerika Serikat (AS) diproyeksi masih akan mengalami depresiasi. Rupiah hingga akhir tahun diproyeksi bisa mencapai hingga Rp 14.635 per US$.

Rupiah terus anjlok hingga akhur tahun disebabkan oleh faktor global seperti kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh bank sentral AS serta perang dagang. Selain itu, kondisi negara emerging market seperti yang terjadi di Turki dan Argentina turut ikut mempengaruhi kondisi pasar keuangan Indonesia.

Defisit transaksi berjalan 2,5%
Bank Mandiri juga memproyeksi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sampai akhir tahun 2018 berada di level 2,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut menurun jika dibandingkan posisi kuartal II-2018 yang sebesar 3,04% terhadap PDB atau nilainya US$ 8 miliar dan lebih tinggi dari periode kuartal I-2018 yang mencapai US$ 5,7 miliar.

Sedangkan defisit transaksi berjalan di akhir 2019 diramal akan berada di level 2,4% atau sedikit lebih rendah dari tahun 2018.

Pertumbuhan kredit, dinilai cenderung ke arah 9%-11% meski ada pengetatan budget untuk pertahankan defisit primer lebih kecil bahkan nol. Suku bunga yang diperkirakan masih akan naik sebabkan likuiditas makin ketat, ditambah lagi DPK tidak tumbuh cepat, beda dengan kuantitatif easing pada 2007.

Suku Bunga Acuan BI
Bank Mandiri memproyeksi BI masih akan menaikkan suku bunganya sekali lagi sebesat 25 bps untuk menjaga depresiasi rupiah yang semakin dalam. Dengan demikian maka subung BI hingga akhir tahun diramal capai 5,75% dari 5,50% saat ini dan tahun depan jadi 6,5%.

"Jadi saya perkirakan tahun ini masih ada satu kali lagi (kenaikan suku bunga BI)," ujar Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan di Plaza Mandiri, Jakarta, Kamis (30/8/2018).

Adapun faktor pendorong BI untuk menaikkan suku bunga salah satunya adalah tingkat inflasi. Inflasi sekarang memang di kisaran 3,18% (1H2018), tapi diperkirakan akan mencapai 3,6% sampai akhir tahun karena ada perkiraan kenaikan harga pangan. Lalu tahun depan diperkirakan 4,5% karena mau tidak mau setelah Pemilu dan Lebaran, pemerintah mau tidak mau harus adjust harga BBM. Harga BBM nakk karena harga minyak sejak pertengahan tahun lalu itu bergerak cepat.

Selain itu, faktor lain yang menjadi pertimbangan BI naikkan suku bunga adalah kenaikan suku bunga The Fed yang diramal akan terjadi hingga 3-4 kali di tahun ini. Dengan demikian maka BI harus mengikuti agar bisa menyesuaikan dengan tingkat bunga bank sentral AS.

"Kalau kami lihat dari The Fed, perkiraannya 3,25%, tahun ini 2,5%, tahun depan kelihatannya masih naik 3 kali lagi. Kalau di luar 2,75%, nanti di dalam 5,75% bedanya masih 300 bps. Begitu pula dengan tahun depan, bedanya masih jauh."
(hps/hps) Next Article Semoga RI Kuat Ya, Ini Seramnya Hantu Taper Tantrum!

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular