Damai Dagang vs Perang Dagang Tentukan Nasib Rupiah
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 August 2018 11:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah. Salah satu sentimen yang menyebabkan pelemahan rupiah adalah perdagangan internasional.
Pada Rabu (29/8/2018) pukul 11:04 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.645 di pasar spot. Rupiah melemah 0,19% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Tidak hanya rupiah, berbagai mata uang utama Asia pun kurang bertaji di hadapan greenback. Namun dengan depresiasi 0,19%, rupiah jadi mata uang dengan pelemahan keempat terdalam di Asia. Rupiah hanya lebih baik ketimbang baht Thailand, rupee India dan peso Filipina.
Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 11:08 WIB:
Dolar AS masih menguat secara global meski sangat terbatas. Pada pukul 11:14 WIB, Dollar Index berada di 94,709 atau menguat tipis 0,01%. Dollar Index adalah instrumen yang mengukur posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama.
Penguatan dolar AS yang terbatas disebabkan oleh 'tarik tambang' antara damai dagang melawan perang dagang. Damai dagang terjadi di Benua Amerika. Kemarin, AS sudah mencapai kesepakatan dagang dengan Meksiko untuk pembaruan kerangka Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). Hari ini, giliran Kanada yang tengah berdialog dengan Negeri Paman Sam.
Pelaku pasar memperkirakan negosiasi dagang AS-Kanada berjalan mulus. "Masih ada beberapa hal yang belum selesai dengan Kanada. Namun sepertinya bisa diatasi dengan cepat," ujar seorang pejabat senior AS, dikutip dari Reuters.
Sebelum kedatangan delegasi Kanada ke Washington, Presiden AS Donald Trump sudah berbicara dengan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau melalui sambungan telepon. "Kedua pemimpin sepakat untuk melanjutkan pembicaraan yang produktif," tutur Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, masih mengutip Reuters.
Perkembangan ini sedikit banyak membuat pelaku pasar masih sedikit mau mengambil risiko dengan masuk ke negara-negara berkembang. Akibatnya laju dolar AS pun tertahan.
Namun di sisi seberangnya, ada sentimen perang dagang. Investor harap-harap cemas menanti keputusan Presiden AS Donald Trump yang berencana mengenakan bea masuk bar terhadap impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar.
Kebijakan ini masih menjalami fase dengar pendapat yang dimulai pada 20 Agustus lalu. US Trade Representative melaporkan, sejauh ini dengar pendapat melibatkan 359 orang perwakilan dari dunia usaha. Mayoritas di antara mereka mengeluhkan kebijakan ini akan berdampak pada kenaikan harga produksi karena biaya impor bahan baku dan barang modal akan naik.
Fase dengar pendapat akan berakhir pada 5 September dan jika mulus, bea masuk baru ini diperkirakan berlaku pada akhir bulan depan. Selain dunia usaha, Trump juga harus mendapatkan restu dari parlemen untuk menggolkan kebijakan ini.
Bila bea masuk ini berlaku, maka berbagai produk asal China akan kena bea masuk 25%. Produk-produk tersebut antara lain ban mobil, furnitur, produk kayu, tas, makanan anjing dan kucing, sarung tangan bisbol, sampai sepeda.
Kalau AS betul-betul menerapkan kebijakan ini, maka kemungkinan besar China pun akan membalas. Aksi 'balas pantun' ini akan terus berlangsung sebelum ada kesepakatan antara dua perekonomian terbesar di bumi tersebut.
Oleh karena itu, investor masih dibuat cemas oleh isu perang dagang AS vs China. Ini membuat pelaku pasar masih cenderung bermain aman, melepas aset-aset berisiko terutama di negara berkembang. Dolar AS menjadi tujuan karena mata uang ini dianggap sebagai instrumen investasi aman (safe haven).
Akibatnya, permintaan dolar AS masih tinggi sehingga mendongkrak nilai tukar mata uang ini. Faktor ini menjadi pendorong laju greenback sehingga masih mampu menguat meski terbatas.
Tanpa sentimen domestik yang signifikan, rupiah pun terombang-ambing di tengah isu eksternal. Nasib rupiah hari ini betul-betul ditentukan oleh pertarungan damai dagang vs perang dagang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Pada Rabu (29/8/2018) pukul 11:04 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.645 di pasar spot. Rupiah melemah 0,19% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Tidak hanya rupiah, berbagai mata uang utama Asia pun kurang bertaji di hadapan greenback. Namun dengan depresiasi 0,19%, rupiah jadi mata uang dengan pelemahan keempat terdalam di Asia. Rupiah hanya lebih baik ketimbang baht Thailand, rupee India dan peso Filipina.
Dolar AS masih menguat secara global meski sangat terbatas. Pada pukul 11:14 WIB, Dollar Index berada di 94,709 atau menguat tipis 0,01%. Dollar Index adalah instrumen yang mengukur posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama.
Penguatan dolar AS yang terbatas disebabkan oleh 'tarik tambang' antara damai dagang melawan perang dagang. Damai dagang terjadi di Benua Amerika. Kemarin, AS sudah mencapai kesepakatan dagang dengan Meksiko untuk pembaruan kerangka Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). Hari ini, giliran Kanada yang tengah berdialog dengan Negeri Paman Sam.
Pelaku pasar memperkirakan negosiasi dagang AS-Kanada berjalan mulus. "Masih ada beberapa hal yang belum selesai dengan Kanada. Namun sepertinya bisa diatasi dengan cepat," ujar seorang pejabat senior AS, dikutip dari Reuters.
Sebelum kedatangan delegasi Kanada ke Washington, Presiden AS Donald Trump sudah berbicara dengan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau melalui sambungan telepon. "Kedua pemimpin sepakat untuk melanjutkan pembicaraan yang produktif," tutur Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, masih mengutip Reuters.
Perkembangan ini sedikit banyak membuat pelaku pasar masih sedikit mau mengambil risiko dengan masuk ke negara-negara berkembang. Akibatnya laju dolar AS pun tertahan.
Namun di sisi seberangnya, ada sentimen perang dagang. Investor harap-harap cemas menanti keputusan Presiden AS Donald Trump yang berencana mengenakan bea masuk bar terhadap impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar.
Kebijakan ini masih menjalami fase dengar pendapat yang dimulai pada 20 Agustus lalu. US Trade Representative melaporkan, sejauh ini dengar pendapat melibatkan 359 orang perwakilan dari dunia usaha. Mayoritas di antara mereka mengeluhkan kebijakan ini akan berdampak pada kenaikan harga produksi karena biaya impor bahan baku dan barang modal akan naik.
Fase dengar pendapat akan berakhir pada 5 September dan jika mulus, bea masuk baru ini diperkirakan berlaku pada akhir bulan depan. Selain dunia usaha, Trump juga harus mendapatkan restu dari parlemen untuk menggolkan kebijakan ini.
Bila bea masuk ini berlaku, maka berbagai produk asal China akan kena bea masuk 25%. Produk-produk tersebut antara lain ban mobil, furnitur, produk kayu, tas, makanan anjing dan kucing, sarung tangan bisbol, sampai sepeda.
Kalau AS betul-betul menerapkan kebijakan ini, maka kemungkinan besar China pun akan membalas. Aksi 'balas pantun' ini akan terus berlangsung sebelum ada kesepakatan antara dua perekonomian terbesar di bumi tersebut.
Oleh karena itu, investor masih dibuat cemas oleh isu perang dagang AS vs China. Ini membuat pelaku pasar masih cenderung bermain aman, melepas aset-aset berisiko terutama di negara berkembang. Dolar AS menjadi tujuan karena mata uang ini dianggap sebagai instrumen investasi aman (safe haven).
Akibatnya, permintaan dolar AS masih tinggi sehingga mendongkrak nilai tukar mata uang ini. Faktor ini menjadi pendorong laju greenback sehingga masih mampu menguat meski terbatas.
Tanpa sentimen domestik yang signifikan, rupiah pun terombang-ambing di tengah isu eksternal. Nasib rupiah hari ini betul-betul ditentukan oleh pertarungan damai dagang vs perang dagang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Most Popular