Rupiah Menguat di Kurs Acuan, Terbaik Kedua Asia di Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 August 2018 10:30
Rupiah Menguat di Kurs Acuan, Terbaik Kedua Asia di Spot
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs acuan bergerak menguat. Namun dolar AS belum meninggalkan kisaran Rp 14.600. 

Pada Senin (27/8/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.610. Rupiah menguat 0,31% dibandingkan posisi akhir pekan lalu. 

Kondisi serupa terjadi di pasar spot, rupiah masih menguat tetapi dolar AS tetap berada di level Rp 14.600. Pada pukul 10:07 WIB, US$ 1 di pasar spot diperdagangkan Rp 14.610, rupiah menguat 0,18%. 

Rupiah dibuka menguat 0,25% di pasar spot. Selepas pembukaan, rupiah bergerak menguat dan bahkan dolar AS sempat berada di bawah Rp 14.600. 

Namun jelang pukul 09:00 WIB, apresiasi rupiah mulai tergerus. Dolar AS pun kembali ke kisaran Rp 14.600. 

Di Asia, dolar AS masih cenderung melemah. Namun depresiasi greenback di Asia sedikit menipis. 

Dengan penguatan 0,18%, rupiah jadi mata uang dengan apresasi terbaik kedua di Asia. Rupiah hanya kalah dari rupee India. 

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 10:15 WIB: 

 

Langkah dolar AS masih terbeban akibat pernyataan Gubernur The Federal Reserve/The Fed Jerome Powell. Dalam pertemuan tahunan The Fed di Jackson Hole, Wyoming, akhir pekan lalu, pidato Powell dinilai minim kejutan yang bisa mengangkat posisi greenback

"Dengan angka pengangguran yang rendah, mengapa kami mengetatkan kebijakan moneter? Dengan problem inflasi yang belum kelihatan, mengapa kami mengetatkan kebijakan moneter yang bisa menghambat penciptaan lapangan kerja dan ekspansi ekonomi? Kami hanya ingin bergerak hati-hati. Kenaikan suku bunga secara gradual adalah langkah kami untuk mengatasi risiko tersebut (inflasi dan ekspansi ekonomi yang terlalu kencang)," ungkap Powell. 

Pidato tersebut tidak memberikan petunjuk yang jelas mengenai kenaikan suku bunga acuan dua kali lagi sampai akhir tahun, atau empat kali sepanjang 2018. Pidato Powell juga seolah minim faktor kejutan yang bisa menjadi pendongkrak bagi dolar AS. 

Selain itu, Powell juga menyebut bahwa sejauh ini AS belum mengalami masalah inflasi. Artinya, justru ada kemungkinan The Fed tidak terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Dengan inflasi yang masih sesuai harapan, maka sepertinya belum ada kebutuhan bagi The Fed untuk lebih agresif dalam pengetatan kebijakan moneter. 

Dibayangi faktor pengetatan moneter yang tidak terlampau agresif, dolar AS pun mendapat tekanan jual. Sebab, selama ini penguatan greenback memang didorong oleh sentimen kenaikan suku bunga acuan.  

Akibatnya, dolar AS melemah secara global. Mata uang Asia pun mampu memanfaatkan situasi ini dengan pencetak apresiasi, rupiah tidak terkecuali. 

Namun, pelemahan dolar AS berkurang akibat perkembangan di China. Hari ini, PBoC menetapkan nilai tengah yuan di CNY 6,8508/US$. Menguat 0,3% dibandingkan akhir pekan lalu. 

Hal tersebut tidak lepas dari kebijakan Bank Sentral China (PBoC) yang mengubah metodologi penentuan nilai tengah harian yuan agar mata uang ini lebih stabil. Selama ini, PBoC memang mematok nilai tengah harian yuan terhadap dolar AS, dengan hanya mengizinkan yuan melemah atau menguat maksimal 2% dari nilai tengah tersebut. 

Awalnya, kebijakan ini direspons dengan penguatan yuan yang signifikan. Namun penguatan tajam ini memunculkan dampak negatif: ambil untung. 

Melihat yuan yang sempat menguat lebih dari 1%, investor tergoda melakukan profit taking. Aksi jual masif yang melanda yuan menyebabkan mata uang ini berbalik melemah. 

Pelemahan yuan memberi ruang bagi dolar AS untuk perlahan kembali menguat. Akibatnya, greenback mulai menipiskan pelemahannya di Asia, termasuk terhadap rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular