
Tak Bisa Redam Sentimen Eksternal, IHSG Ditutup Melemah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
24 August 2018 16:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,24% ke level 5.968,75 pada perdagangan terakhir di pekan ini. Pelemahan IHSG terjadi kala bursa saham utama kawasan Asia diperdagangkan bervariasi: indeks Nikkei naik 0,85%, indeks Shanghai naik 0,18%, indeks Kospi naik 0,46%, indeks Hang Seng turun 0,43%, dan indeks Strait Times turun 1,11%.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi pelemahan IHSG diantaranya: PT United Tractors Tbk/UNTR (-2,29%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-2,02%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,81%), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (-2,44%), dan PT Bank Negara Indonesia/BBNI (-1,66%).
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 6 triliun dengan volume sebanyak 6,87 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 276.580 kali.
Isu perang dagang membuat investor kurang nyaman untuk bermain di pasar saham tanah air. Perundingan dagang antara AS dengan China yang digelar pada 22 dan 23 Agustus berakhir tanpa disepakatinya langkah-langkah konkret untuk mengakhiri perang dagang bilateral yang dimulai pada bulan lalu, seperti dikutip dari South China Morning Post.
Sejak diumumkan pada pekan lalu, pesimisme sudah menyelimuti negosiasi ini, lantaran delegasi kedua negara dipimpin oleh pejabat dengan tingkatan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan negosiasi-negosiasi sebelumnya.
Pada pertemuan kali ini, delegasi China dipimpin oleh Wakil Menteri Perdagangan Wang Shouwen, sementara delegasi AS dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan AS untuk Hubungan Internasional David Malpass.
Pesimisme bahkan juga sempat dilontarkan oleh Presiden AS Donald Trump. Mantan pebisnis itu mengatakan bahwa dirinya tak mengharapkan banyak dari pertemuan tersebut. Selain itu, dirinya juga tak memiliki rentang waktu untuk mengakhiri perang dagang dengan China.
Kemarin (23/8/2018), AS telah resmi menaikkan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 16 miliar menjadi 25%. Beberapa produk yang terpengaruh kebijakan ini diantaranya adalah semikonduktor, plastik, dan sepeda motor.
Selain itu, posisi rupiah yang semakin terpuruk juga membuat pelaku pasar gelisah. Hingga akhir perdagangan, rupiah melemah 0,08% di pasar spot ke level Rp 14.637/dolar AS. Rupiah bahkan sempat menyentuh titik terlemahnya di level Rp 14.660/dolar AS.
Mata uang negara-negara berkembang di kawasan Asia memang tertekan melawan dolar AS pada perdagangan hari ini. Pelaku pasar nampak bermain aman dengan memeluk greenback sembari menunggu pidato dari Gubernur the Federal Reserve Jerome Powell pada malam nanti. Powell rencanannya akan memberikan pidato berjudul "Monetary Policy in a Changing Economy" di Jackson Hole dalam acara Federal Reserve Bank of Kansas City Economic Policy Symposium.
Sebelumnya, potensi kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini oleh the Fed sudah semakin nyata pasca bank sentral merilis risalah rapat yang diadakan tanggal 31 Juli hingga 1 Agustus.
Dalam risalah tersebut, the Fed mengisyaratkan bahwa bank sentral akan terus melakukan normalisasi suku bunga acuan.
"Banyak partisipan mengusulkan bahwa bila data yang masuk terus mendukung proyeksi perekonomian mereka saat ini, sepertinya akan segera pantas untuk mengambil langkah lanjutan dalam penarikan kebijakan yang akomodatif," menurut risalah tersebut, dilansir dari Reuters.
Ditengah perang dagang yang masih membara antara AS dengan China, sejatinya kenaikan suku bunga acuan yang tak begitu agresif akan lebih favorable bagi investor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/dru) Next Article IHSG Jatuh Lagi ke Bawah 7.000
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi pelemahan IHSG diantaranya: PT United Tractors Tbk/UNTR (-2,29%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-2,02%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,81%), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (-2,44%), dan PT Bank Negara Indonesia/BBNI (-1,66%).
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 6 triliun dengan volume sebanyak 6,87 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 276.580 kali.
Sejak diumumkan pada pekan lalu, pesimisme sudah menyelimuti negosiasi ini, lantaran delegasi kedua negara dipimpin oleh pejabat dengan tingkatan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan negosiasi-negosiasi sebelumnya.
Pada pertemuan kali ini, delegasi China dipimpin oleh Wakil Menteri Perdagangan Wang Shouwen, sementara delegasi AS dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan AS untuk Hubungan Internasional David Malpass.
Pesimisme bahkan juga sempat dilontarkan oleh Presiden AS Donald Trump. Mantan pebisnis itu mengatakan bahwa dirinya tak mengharapkan banyak dari pertemuan tersebut. Selain itu, dirinya juga tak memiliki rentang waktu untuk mengakhiri perang dagang dengan China.
Kemarin (23/8/2018), AS telah resmi menaikkan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 16 miliar menjadi 25%. Beberapa produk yang terpengaruh kebijakan ini diantaranya adalah semikonduktor, plastik, dan sepeda motor.
Selain itu, posisi rupiah yang semakin terpuruk juga membuat pelaku pasar gelisah. Hingga akhir perdagangan, rupiah melemah 0,08% di pasar spot ke level Rp 14.637/dolar AS. Rupiah bahkan sempat menyentuh titik terlemahnya di level Rp 14.660/dolar AS.
Mata uang negara-negara berkembang di kawasan Asia memang tertekan melawan dolar AS pada perdagangan hari ini. Pelaku pasar nampak bermain aman dengan memeluk greenback sembari menunggu pidato dari Gubernur the Federal Reserve Jerome Powell pada malam nanti. Powell rencanannya akan memberikan pidato berjudul "Monetary Policy in a Changing Economy" di Jackson Hole dalam acara Federal Reserve Bank of Kansas City Economic Policy Symposium.
Sebelumnya, potensi kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini oleh the Fed sudah semakin nyata pasca bank sentral merilis risalah rapat yang diadakan tanggal 31 Juli hingga 1 Agustus.
Dalam risalah tersebut, the Fed mengisyaratkan bahwa bank sentral akan terus melakukan normalisasi suku bunga acuan.
"Banyak partisipan mengusulkan bahwa bila data yang masuk terus mendukung proyeksi perekonomian mereka saat ini, sepertinya akan segera pantas untuk mengambil langkah lanjutan dalam penarikan kebijakan yang akomodatif," menurut risalah tersebut, dilansir dari Reuters.
Ditengah perang dagang yang masih membara antara AS dengan China, sejatinya kenaikan suku bunga acuan yang tak begitu agresif akan lebih favorable bagi investor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/dru) Next Article IHSG Jatuh Lagi ke Bawah 7.000
Most Popular