Di Kurs Acuan dan Pasar Spot, Rupiah Terlemah Sejak 2015

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 August 2018 10:27
Di Kurs Acuan dan Pasar Spot, Rupiah Terlemah Sejak 2015
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs acuan melemah. Bahkan rupiah berada di posisi terlemah sejak September 2015. 

Pada Jumat (24/8/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar berada di Rp 14.655. Rupiah melemah 0,24% dibandingkan hari sebelumnya. 

 

Sementara di pasar spot, situasinya setali tiga uang. Pada pukul 10:04 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.658 di mana rupiah melemah 0,23%. Seperti di kurs acuan, di pasar spot pun rupiah di posisi terlemah sejak September 2015. 

Rupiah sudah melemah 0,14% saat pembukaan pasar. Seiring jalan, depresiasi rupiah malah semakin dalam. 

Di Asia, dolar AS pun cenderung perkasa. Rupee India menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam, sementara rupiah berada di posisi kedua.  

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 10:08 WIB: 



Dolar mendapat suntikan energi setelah pembicaraan dagang AS-China di Washington berakhir garing. Tidak ada kesepakatan signifikan antara Washington-Beijing dalam pertemuan Wakil Menteri Keuangan AS David Malpass dengan Wakil Menteri Perdagangan China Wang Shouwen. 

"Kami telah menyelesaikan dua hari diskusi dengan rekan dari China dan saling bertukar pandangan mengenai cara mencapai keadilan, keseimbangan, dan timbal balik dalam hubungan ekonomi," kata juru bicara Gedung Putih Lindsay Walters dalam pernyataan tertulis, dikutip dari Reuters. 

Situasi ini membuat investor cemas perang dagang AS vs China justru memanas. Apalagi ada bea masuk baru yang diterapkan AS dan China. 

Kemarin, AS mengenakan bea masuk 25% untuk importasi produk-produk China senilai US$ 16 miliar. China pun melakukan kebijakan serupa, bea masuk 25% untuk impor produk-produk made in USA senilai US$ 16 miliar. 

Isu perang dagang membuat investor kembali memilih untuk bermain aman dengan menghindari aset-aset berisiko di negara berkembang. Salah satu pilihan investor adalah dolar AS dan aset-aset berbasis mata uang ini. Akibatnya, dolar AS semakin kuat. 

Faktor kedua menopang keperkasaan greenback adalah penantian investor jelang pertemuan tahunan The Federal Reserve/The Fed di Jackson Hole, malam ini waktu Indonesia. Pelaku pasar ingin mencari kepastian apakah The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga.  

Investor memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga dua kali lagi sampai akhir tahun, atau menjadi empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dari perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali selama 2018. 

Sejauh ini, yang agak terkonfirmasi adalah kenaikan pada September dengan kemungkinan 96% berdasarkan CME Fedwatch. Kenaikan berikutnya diperkirakan terjadi pada Desember, yang menurut CME Fedwatch punya probabilitas 62,8%. Lumayan tinggi, tetap belum cukup kuat. 

Oleh karena itu, kenaikan keempat masih agak samar-samar. Apalagi ada komentar dari Raphael Bostic, Presiden The Fed Atlanta, yang menyatakan masih ada potensi The Fed hanya akan menaikkan suku bunga kebijakan tiga kali sepanjang 2018. 

"Kami (The Fed) masih punya ruang dengan menaikkan suku bunga acuan tiga kali (sepanjang 2018). Saya masih percaya dengan itu," kata Bostic belum lama ini, mengutip Reuters. 

Oleh karena itu, investor ingin mencari petunjuk lebih lanjut dari pidato Powell di Jackson Hole Meeting. Apabila Powell memberikan kode-kode mengenai kenaikan suku bunga empat kali, maka dolar AS akan lebih menggila.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular