
Perang Dagang Dicuekin, Harga Minyak Melesat
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
24 August 2018 10:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Oktober 2018 naik 0,29% ke level US$74,95/barel, sementara harga minyak light sweet kontrak Oktober 2018 juga menguat sebesar 0,43% ke US$68,12/barel pada perdagangan hari ini Jumat (24/08/2018) hingga pukul 09.53 WIB.
Harga sang emas hitam mampu melesat setelah mengakhiri perdagangan kemarin dengan koreksi tipis. Harga minyak light sweet yang mejadi acuan di AS turun 0,04%, sementara brent yang menjadi acuan di Eropa melemah 0,07%. Pemberat harga minyak datang dari memanasnya tensi perang dagang AS-China.
Pada siang hari kemarin waktu Indonesia, AS telah resmi menaikkan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$16 miliar menjadi 25%. Beberapa produk yang terpengaruh kebijakan ini diantaranya adalah semikonduktor, bahan kimia, plastik, dan sepeda motor.
Di waktu yang bersamaan, China juga mengaktifkan bea masuk balasan bagi sejumlah produk asal AS bernilai sama (US$16 miliar), yang mencakup bahan bakar, produk-produk baja, mobil, dan peralatan medis, seperti dilaporkan kantor berita negara Xinhua mengutip pengumuman dari Komisi Bea Cukai China.
Sebagai informasi, sejak tanggal 22 Agustus, AS dan China sebenarnya telah resmi menggelar perundingan dagang di Washington. Namun, hari ini pertemuan itu berakhir anti-klimaks, tanpa terobosan apapun. Kini, kedua raksasa ekonomi dunia itu telah saling mengenakan bea masuk terhadap produk senilai masing-masing US$50 miliar dan menambah kecemasan akan terhambatnya pertumbuhan global.
Para ekonom telah mengatakan bahwa setiap produk senilai US$100 miliar yang terkena bea impor baru, akan menurunkan perdagangan global sekitar 0,5%. Saat aktivitas ekonomi dan perdagangan global melambat, maka permintaan energi pun akan berkurang. Hal ini membuat investor berhati-hati, dan akhirnya menekan harga minyak kemarin.
Meski demikian, kondisi pasokan global yang seret menyelamatkan harga minyak pada hari ini. Rilis resmi dari US Energy Information Administration (EIA) menyatakan cadangan minyak AS turun 5,8 juta barel pada pekan lalu. Penurunan itu jauh lebih besar dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yaitu turun 1,5 juta barel.
Selain itu, investor masih mewaspadai sanksi AS kepada Iran. Sanksi ini menargetkan sektor finansial per Agustus 2018, dan akan mencakup ekspor minyak mentah pada November 2018 mendatang. Analis memprediksi sanksi tersebut dapat menghilangkan 1 juta barel/hari pasokan minyak mentah Iran dari pasar di tahun depan.
Beberapa perusahaan (khususnya dari Eropa) mulai hengkang dari Iran karena takut terseret sanksi Negeri Adidaya. Presiden AS Donald Trump memang mengancam akan memberi hukuman bagi siapa saja yang terlibat bisnis dengan Iran.
Total, perusahaan energi asal Prancis, sudah resmi keluar dari proyek gas di daerah Pars. "Proses penggantian dengan perusahaan lain sedang berjalan," ungkap Bijan Namdar Zanganeh, Menteri Perminyakan Iran, seperti dikutip Reuters.
Total masuk ke proyek ini pada 2017 dengan investasi awal mencapai US$1 miliar (Rp 14,57 triliun dengan kurs sekarang). Namun mereka tidak kuasa membendung kekhawatiran terkena sanksi dari Paman Trump. Saat, investor ramai-ramai kabur, kini produksi minyak Iran pun ada di ujung tanduk.
(RHG/hps) Next Article Permintaan Global Naik Jadi 1,1 Juta Barel, Harga Minyak Membara
Harga sang emas hitam mampu melesat setelah mengakhiri perdagangan kemarin dengan koreksi tipis. Harga minyak light sweet yang mejadi acuan di AS turun 0,04%, sementara brent yang menjadi acuan di Eropa melemah 0,07%. Pemberat harga minyak datang dari memanasnya tensi perang dagang AS-China.
Di waktu yang bersamaan, China juga mengaktifkan bea masuk balasan bagi sejumlah produk asal AS bernilai sama (US$16 miliar), yang mencakup bahan bakar, produk-produk baja, mobil, dan peralatan medis, seperti dilaporkan kantor berita negara Xinhua mengutip pengumuman dari Komisi Bea Cukai China.
Sebagai informasi, sejak tanggal 22 Agustus, AS dan China sebenarnya telah resmi menggelar perundingan dagang di Washington. Namun, hari ini pertemuan itu berakhir anti-klimaks, tanpa terobosan apapun. Kini, kedua raksasa ekonomi dunia itu telah saling mengenakan bea masuk terhadap produk senilai masing-masing US$50 miliar dan menambah kecemasan akan terhambatnya pertumbuhan global.
Para ekonom telah mengatakan bahwa setiap produk senilai US$100 miliar yang terkena bea impor baru, akan menurunkan perdagangan global sekitar 0,5%. Saat aktivitas ekonomi dan perdagangan global melambat, maka permintaan energi pun akan berkurang. Hal ini membuat investor berhati-hati, dan akhirnya menekan harga minyak kemarin.
Meski demikian, kondisi pasokan global yang seret menyelamatkan harga minyak pada hari ini. Rilis resmi dari US Energy Information Administration (EIA) menyatakan cadangan minyak AS turun 5,8 juta barel pada pekan lalu. Penurunan itu jauh lebih besar dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yaitu turun 1,5 juta barel.
Selain itu, investor masih mewaspadai sanksi AS kepada Iran. Sanksi ini menargetkan sektor finansial per Agustus 2018, dan akan mencakup ekspor minyak mentah pada November 2018 mendatang. Analis memprediksi sanksi tersebut dapat menghilangkan 1 juta barel/hari pasokan minyak mentah Iran dari pasar di tahun depan.
Beberapa perusahaan (khususnya dari Eropa) mulai hengkang dari Iran karena takut terseret sanksi Negeri Adidaya. Presiden AS Donald Trump memang mengancam akan memberi hukuman bagi siapa saja yang terlibat bisnis dengan Iran.
Total, perusahaan energi asal Prancis, sudah resmi keluar dari proyek gas di daerah Pars. "Proses penggantian dengan perusahaan lain sedang berjalan," ungkap Bijan Namdar Zanganeh, Menteri Perminyakan Iran, seperti dikutip Reuters.
Total masuk ke proyek ini pada 2017 dengan investasi awal mencapai US$1 miliar (Rp 14,57 triliun dengan kurs sekarang). Namun mereka tidak kuasa membendung kekhawatiran terkena sanksi dari Paman Trump. Saat, investor ramai-ramai kabur, kini produksi minyak Iran pun ada di ujung tanduk.
(RHG/hps) Next Article Permintaan Global Naik Jadi 1,1 Juta Barel, Harga Minyak Membara
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular