Dolar AS Bangkit, Sentuh Rp 14.600 Lagi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 August 2018 08:58
Dolar AS Bangkit, Sentuh Rp 14.600 Lagi
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan hari ini. Dolar AS pun kembali menembus kisaran Rp 14.600. 

Pada Kamis (23/8/2018) pukul 08:36, US$ 1 setara dengan Rp 14.610. Rupiah melemah 0,24% dibandingkan penutupan perdagangan sebelum libur Hari Raya Idul Adha. 

Kemarin, pasar keuangan Indonesia libur. Namun saat itu dolar AS sudah mulai bangkit setelah sempat tertekan pada hari sebelumnya. Kebangkitan greenback berlanjut sampai hari ini. 

Di Asia, dolar AS pun digdaya. Berbagai mata uang utama Benua Kuning tidak bertaji di hadapan greenback, dengan koreksi terdalam dialami dolar Taiwan. Tidak ada yang bisa selamat. 

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang Asia terhadap dolar AS pada pukul 08:41 WIB: 



Setelah sempat tertekan akibat komentar Presiden AS Donald Trump yang mengkritik kebijakan moneter The Federal Reserve/The Fed, greenback bangkit sejak kemarin. Pada pukul 08:48 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,19%. 

Pelepasan terhadap aset-aset berbasis dolar AS membuat imbal hasll (yield) obligasi pemerintah sempat naik cukup signifikan. Namun pada satu titik, kenaikan yield ini membuatnya menjadi menarik di mata investor sehingga membuat arus modal kembali masuk ke Negeri Paman Sam. 

Selain itu, investor juga bereaksi terhadap rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Fed edisi Agustus 2018. The Fed memang masih menahan suku bunga acuan di 1,75-2% dalam rapat tersebut, tetapi ada petunjuk yang lebih jelas bahwa The Fed akan tetap cenderung hawkish

"Para peserta rapat menyatakan bahwa jika data-data ke depan mendukung proyeksi ekonomi, maka sudah saatnya menempuh langkah lanjutan untuk menghilangkan kebijakan yang akomodatif," sebut notulensi itu. 

Saat ini, The Fed melihat perekonomian AS naik itu dari sisi pengusaha maupun rumah tangga sedang dalam momentum yang baik. Oleh karena itu, ekonomi akan tumbuh dan menciptakan dampak inflasi. Melihat hal tersebut, The Fed tidak akan lagi menyebut kebijakan moneter sebagai instrumen untuk mendorong perekonomian. 

Namun, The Fed tetap melihat ada risiko bagi perekonomian AS. Salah satunya adalah perang dagang. "Para peserta rapat menggarisbawahi bahwa perselisihan dagang merupakan sumber ketidakpastian dan risiko," tegas notulensi rapat The Fed. 

Mengenai arah kebijakan moneter ke depan, apakah kenaikan suku bunga jadi empat kali sepanjang 2018 atau hanya tiga kali, Gubernur The Fed Jerome Powell menyatakan hal itu akan dibahas pada musim gugur. Sepertinya pelaku pasar masih harus menunggu. 

Secara umum, hasil rapat The Fed tetap menunjukkan nada yang hawkish. Potensi kenaikan suku bunga acuan pada rapat bulan depan pun kian besar. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 2-2,25% mencapai 96%. 

Kenaikan suku bunga acuan disambut bahagia oleh pasar obligasi. Terlihat bahwa ada aliran modal menuju pasar obligasi pemerintah AS, ditunjukkan oleh penurunan yield karena harga sedang naik.  

Berikut perkembangan yield obligasi AS pada pukul 08:48 WIB: 

 

Jika arus modal terus masuk ke pasar obligasi Negeri Adidaya, maka dolar AS akan terus menguat. Oleh karena itu, mata uang lainnya kemungkinan akan semakin tertekan. Tidak terkecuali rupiah. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular