
Ekonomi China Melambat, Harga Batu Bara Turun 4 Hari Beruntun
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
21 August 2018 11:17

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga batu bara ICE Newcastle kontrak acuan ditutup terkoreksi 0,30% ke angka US$117,65/metrik ton (MT) pada perdagangan hari Senin (21/08/2018).
Dengan pergerakan itu, harga batu bara sudah membukukan pelemahan selama 4 hari berturut-turut. Tekanan bagi harga batu bara datang dari sentimen perlambatan pertumbuhan ekonomi global, khususnya diindikasikan oleh rilis data-data ekonomi China yang mengecewakan. Sebagai informasi, Negeri Tirai Bambu merupakan importir utama batu bara di dunia.
"Data Industri yang mengecewakan di China, beserta kekhawatiran pada ekonomi emerging market yang berpusat di Turki telah membebani harga komoditas," ujar Edward Bell dari Bank NBD Emirates, seperti dikutip dari Reuters.
Sebagai informasi, pertumbuhan penjualan ritel China hanya naik sebesar 8,8% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada bulan Juli 2018, turun dari 9% YoY pada bulan sebelumnya, serta naik lebih lambat dari ekspektasi pasar sebesar 9,1% YoY. Kemudian, pertumbuhan produksi industri Negeri Panda bulan lalu juga hanya naik 6% YoY, lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 6,3% YoY.
Sementara itu, investasi aset tetap di China juga hanya naik 5,5% YoY pada periode Januari-Juli 2018, meleset dari ekspektasi pasar yang meramalkan pertumbuhan sebesar 6% YoY. Sebagai catatan, pertumbuhan investasi aset tetap tersebut masih berada di level terendah sejak 1996, mengutip data Reuters.
Sebelumnya, indikator gabungan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yang mencakup ekonomi maju di negara barat, plus China, India, Rusia, Brasil, Indonesia, dan Afrika Selatan, terus menunjukkan pola penurunan sejak bulan Januari 2018.
Sebagai tambahan, Biro Analisis Kebijakan Ekonomi Belanda juga menyatakan bahwa volume perdagangan global memuncak di bulan Januari 2018, mencapai pertumbuhan sebesar 5,7% YoY. Namun, kemudian peningkatan itu terpangkas nyari setengah, menjadi hanya 3% YoY pada bulan Mei 2018. Faktor perang dagang global yang sedang berkecamuk nampaknya punya andil dalam penurunan tersebut.
Saat pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia terganggu, maka permintaan komoditas energi utama dunia seperti batu bara dikhawatirkan akan menurun. Hal ini lantas menjadi pemberat harga batu bara dalam beberapa hari terakhir.
Meski demikian, turunnya harga batu bara cenderung terbatas oleh masih kuatnya impor batu bara dari Negeri Panda. Mengutip Reuters, impor batu bara China bulan lalu naik 14% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke 29,01 juta ton, tertinggi dalam 4,5 tahun.
Selain karena konsumsi batu bara China (khususnya untuk pembangkit listrik) masih cukup tinggi, faktor lain yang mendukung melesatnya impor adalah produksi batu bara Beijing yang mengalami penurunan sebesar 2% YoY ke angka 281,5 juta MT pada Juli 2018. Penyebabnya adalah inspeksi lingkungan yang dilakukan oleh Pemerintah China pada sejumlah sentra produksi batu bara, yang dimulai pada bulan Juni 2018 lalu.
(RHG/gus) Next Article Konsumsi Batu Bara China Terus Naik, Harga Terdongkrak
Dengan pergerakan itu, harga batu bara sudah membukukan pelemahan selama 4 hari berturut-turut. Tekanan bagi harga batu bara datang dari sentimen perlambatan pertumbuhan ekonomi global, khususnya diindikasikan oleh rilis data-data ekonomi China yang mengecewakan. Sebagai informasi, Negeri Tirai Bambu merupakan importir utama batu bara di dunia.
"Data Industri yang mengecewakan di China, beserta kekhawatiran pada ekonomi emerging market yang berpusat di Turki telah membebani harga komoditas," ujar Edward Bell dari Bank NBD Emirates, seperti dikutip dari Reuters.
Sebagai informasi, pertumbuhan penjualan ritel China hanya naik sebesar 8,8% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada bulan Juli 2018, turun dari 9% YoY pada bulan sebelumnya, serta naik lebih lambat dari ekspektasi pasar sebesar 9,1% YoY. Kemudian, pertumbuhan produksi industri Negeri Panda bulan lalu juga hanya naik 6% YoY, lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 6,3% YoY.
Sementara itu, investasi aset tetap di China juga hanya naik 5,5% YoY pada periode Januari-Juli 2018, meleset dari ekspektasi pasar yang meramalkan pertumbuhan sebesar 6% YoY. Sebagai catatan, pertumbuhan investasi aset tetap tersebut masih berada di level terendah sejak 1996, mengutip data Reuters.
Sebelumnya, indikator gabungan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yang mencakup ekonomi maju di negara barat, plus China, India, Rusia, Brasil, Indonesia, dan Afrika Selatan, terus menunjukkan pola penurunan sejak bulan Januari 2018.
Sebagai tambahan, Biro Analisis Kebijakan Ekonomi Belanda juga menyatakan bahwa volume perdagangan global memuncak di bulan Januari 2018, mencapai pertumbuhan sebesar 5,7% YoY. Namun, kemudian peningkatan itu terpangkas nyari setengah, menjadi hanya 3% YoY pada bulan Mei 2018. Faktor perang dagang global yang sedang berkecamuk nampaknya punya andil dalam penurunan tersebut.
Saat pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia terganggu, maka permintaan komoditas energi utama dunia seperti batu bara dikhawatirkan akan menurun. Hal ini lantas menjadi pemberat harga batu bara dalam beberapa hari terakhir.
Meski demikian, turunnya harga batu bara cenderung terbatas oleh masih kuatnya impor batu bara dari Negeri Panda. Mengutip Reuters, impor batu bara China bulan lalu naik 14% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke 29,01 juta ton, tertinggi dalam 4,5 tahun.
Selain karena konsumsi batu bara China (khususnya untuk pembangkit listrik) masih cukup tinggi, faktor lain yang mendukung melesatnya impor adalah produksi batu bara Beijing yang mengalami penurunan sebesar 2% YoY ke angka 281,5 juta MT pada Juli 2018. Penyebabnya adalah inspeksi lingkungan yang dilakukan oleh Pemerintah China pada sejumlah sentra produksi batu bara, yang dimulai pada bulan Juni 2018 lalu.
(RHG/gus) Next Article Konsumsi Batu Bara China Terus Naik, Harga Terdongkrak
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular