
Pertemuan AS-China Bawa Harga CPO Naik 3 Hari Beruntun
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
20 August 2018 12:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) kontrak Oktober 2018 di bursa derivatif Malaysia bergerak menguat 0,40% ke level MYR2.247/ton hingga pukul 11.10 WIB hari ini.
Dengan pergerakan itu, harga komoditas agrikultur unggulan Indonesia dan Malaysia mampu melanjutkan relinya, dengan sudah menguat 3 hari berturut-turut. Meski demikian, sepanjang pekan lalu, harga CPO masih tercatat terkoreksi tipis sebesar 0,18%.
Faktor yang menjadi pemberat bagi harga CPO pada pekan lalu datang dari kejatuhan mata uang Rupee India. Dalam semingu terakhir, rupee terdepresiasi hingga 1,76% hingga menyentuh titik terendahnya sepanjang sejarah.
Seperti diketahui, Negeri Bollywood merupakan importir CPO terbesar di dunia. Dengan melemahnya rupee, maka kemampuan India untuk melakukan impor akan berkurang. Hal ini kemudian menjadi indikasi bahwa permintaan CPO global akan mengalami penurunan.
Sebagai tambahan, produksi Malaysia dan Indonesia, dua negara produsen CPO terbesar di dunia, justru sedang perkasa. Malaysian Palm Oil Board (MPOB) melaporkan kenaikan produksi CPO Malaysia sebesar 12,8% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke level 1,5 juta ton, pada bulan Juli 2018.
Sementara itu, berdasarkan data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi minyak sawit RI juga naik cukup signifikan sebesar 23% secara tahunan (year-on-year/YoY) dari 18,15 juta ton menjadi 22,32 juta ton, pada semester I-2018.
Saat permintaan diekspektasikan mengalami perlambatan, namun pasokan justru berlebih, sudah pasti harga CPO akan terpukul.
Meski demikian, menjelang akhir pekan lalu, harga CPO tertolong oleh harga minyak kedelai kontrak acuan di Chicago Board of Trade (CBOT) yang menguat secara 3 hari berturut-turut hingga perdagangan hari ini. Pada perdagangan awal pekan ini, harga minyak kedelai masih naik nyaris 1%, hingga pukul 10.52 WIB.
Sentimen positif bagi harga minyak kedelai datang dari rencana pertemuan China-AS di Washington untuk membahas isu perdagangan. Menurut laporan Wall Street Journal, pertemuan tersebut rencananya dihelat pada 21-22 Agustus.
Nantinya, delegasi China akan dipimpin oleh Wakil Menteri Perdagangan Wang Shouwen. Sementara delegasi AS akan dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan AS untuk Hubungan Internasional David Malpass.
Meski pertemuan itu mungkin belum menghasilkan kesepakatan penting, tetapi kesediaan AS dan China untuk berdialog saja sudah membuat pelaku pasar gembira. Di tengah perang dagang dan saling balas pantun bea masuk, ternyata masih ada harapan hubungan kedua negara bisa membaik.
Sebelumnya, harga minyak kedelai memang menjadi bulan-bulanan, seiring komoditas ini menjadi salah satu produk yang paling terdampak dari memburuknya hubungan perdagangan antara AS-China.
Minyak kedelai adalah produk utama dari petani di Arkansas, dengan volume produksi mencapai 178 juta bushel pada 2017. Sekitar 40% dari hasil panen tersebut diekspor ke China. Dengan bertambah mahalnya biaya impor kedelai (akibat bea masuk), Negeri Panda pun dipastikan akan menurunkan permintaannya. Namun, dengan saat ini aura perdamaian China-AS kembali ada di permukaan, kekhawatiran investor pun mereda.
Seperti diketahui, harga CPO akan dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya (seperti minyak kedelai), seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga minyak kedelai naik, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut menguat.
(RHG/gus) Next Article Bos Sawit, Harga CPO Diprediksi Turun Nih... Panik Gak?
Dengan pergerakan itu, harga komoditas agrikultur unggulan Indonesia dan Malaysia mampu melanjutkan relinya, dengan sudah menguat 3 hari berturut-turut. Meski demikian, sepanjang pekan lalu, harga CPO masih tercatat terkoreksi tipis sebesar 0,18%.
Seperti diketahui, Negeri Bollywood merupakan importir CPO terbesar di dunia. Dengan melemahnya rupee, maka kemampuan India untuk melakukan impor akan berkurang. Hal ini kemudian menjadi indikasi bahwa permintaan CPO global akan mengalami penurunan.
Sebagai tambahan, produksi Malaysia dan Indonesia, dua negara produsen CPO terbesar di dunia, justru sedang perkasa. Malaysian Palm Oil Board (MPOB) melaporkan kenaikan produksi CPO Malaysia sebesar 12,8% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke level 1,5 juta ton, pada bulan Juli 2018.
Sementara itu, berdasarkan data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi minyak sawit RI juga naik cukup signifikan sebesar 23% secara tahunan (year-on-year/YoY) dari 18,15 juta ton menjadi 22,32 juta ton, pada semester I-2018.
Saat permintaan diekspektasikan mengalami perlambatan, namun pasokan justru berlebih, sudah pasti harga CPO akan terpukul.
Meski demikian, menjelang akhir pekan lalu, harga CPO tertolong oleh harga minyak kedelai kontrak acuan di Chicago Board of Trade (CBOT) yang menguat secara 3 hari berturut-turut hingga perdagangan hari ini. Pada perdagangan awal pekan ini, harga minyak kedelai masih naik nyaris 1%, hingga pukul 10.52 WIB.
Sentimen positif bagi harga minyak kedelai datang dari rencana pertemuan China-AS di Washington untuk membahas isu perdagangan. Menurut laporan Wall Street Journal, pertemuan tersebut rencananya dihelat pada 21-22 Agustus.
Nantinya, delegasi China akan dipimpin oleh Wakil Menteri Perdagangan Wang Shouwen. Sementara delegasi AS akan dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan AS untuk Hubungan Internasional David Malpass.
Meski pertemuan itu mungkin belum menghasilkan kesepakatan penting, tetapi kesediaan AS dan China untuk berdialog saja sudah membuat pelaku pasar gembira. Di tengah perang dagang dan saling balas pantun bea masuk, ternyata masih ada harapan hubungan kedua negara bisa membaik.
Sebelumnya, harga minyak kedelai memang menjadi bulan-bulanan, seiring komoditas ini menjadi salah satu produk yang paling terdampak dari memburuknya hubungan perdagangan antara AS-China.
Minyak kedelai adalah produk utama dari petani di Arkansas, dengan volume produksi mencapai 178 juta bushel pada 2017. Sekitar 40% dari hasil panen tersebut diekspor ke China. Dengan bertambah mahalnya biaya impor kedelai (akibat bea masuk), Negeri Panda pun dipastikan akan menurunkan permintaannya. Namun, dengan saat ini aura perdamaian China-AS kembali ada di permukaan, kekhawatiran investor pun mereda.
Seperti diketahui, harga CPO akan dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya (seperti minyak kedelai), seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga minyak kedelai naik, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut menguat.
(RHG/gus) Next Article Bos Sawit, Harga CPO Diprediksi Turun Nih... Panik Gak?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular