
Menguat di Kurs Acuan, Rupiah Pun Terkuat Kedua Asia di Spot
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 August 2018 10:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs acuan menguat. Di pasar spot pun rupiah mampu berjaya di hadapan greenback.
Pada Senin (20/8/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.578. Rupiah menguat 0,28% dibandingkan posisi sebelum libur Hari Kemerdekaan. Artinya, rupiah sudah menguat 3 hari beruntun di kurs acuan.
Sementara di pasar spot, rupiah pun mampu perkasa. Pada pukul 10:03 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.585 di mana rupiah menguat 0,14%.
Di Asia, dolar AS sejatinya cenderung menguat. Selain rupiah, hanya yuan China, ringgit Malaysia, dan baht Thailand yang mampu menguat. Apresiasi rupiah jadi yang terbaik kedua di bawah mata uang Negeri Tirai Bambu.
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 10:05 WIB:
Tidak heran bila mata uang Asia cenderung melemah di hadapan greenback. Dollar Index (yang menggambarkan dolar AS terhadap enam mata uang utama) menguat 0,07% pada pukul 10:08 WIB.
Penguatan dolar AS dipicu oleh antisipasi investor menanti rilis risalah rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi Agustus. Rapat ini dilangsungkan pada awal Agustus, dan risalahnya akan keluar pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
Pada rapat tersebut, The Fed memang masih mempertahankan suku bunga acuan di 1,75-2%. Namun pelaku pasar menantikan risalah rapat karena mencari petunjuk arah kebijakan moneter AS ke depan.
Investor ingin mendapat petunjuk yang jelas apakah The Fed masih hawkish atau tidak. Investor ingin mengetahui apakah kenaikan suku bunga empat kali sepanjang 2018 (lebih banyak dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali) akan terjadi atau tidak.
Sembari menanti, arus modal masih masuk ke pasar Negeri Paman Sam. Arus modal ini yang kemudian memperkokoh posisi greenback, termasuk terhadap mata uang Asia.
Namun, rupiah mampu bertahan dari gelombang penguatan dolar AS karena sentimen domestik. Pekan lalu, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate dari 5,25% menjadi 5,5%.
Namun obat kuat ini sempat kurang cespleng karena kuatnya tekanan eksternal, yaitu sentimen negatif dari Turki. Kini, isu Turki sudah mereda. Mata uang lira memang masih melemah, tetapi jauh lebih tipis dibandingkan sebelumnya yang sempat hampir 16% dalam sehari.
Oleh karena itu, pelaku pasar pun siap mencerna kenaikan suku bunga acuan. Langkah ini bisa membuat pasat keuangan Indonesia lebih atraktif, terutama di instrumen berpendapatan tetap (fixed income) seperti obligasi karena menjanjikan keuntungan lebih banyak.
Kehadiran arus modal mulai terlihat di pasar obligasi pemerintah. Meski belum seluruhnya, sudah ada beberapa seri obligasi yang mengalami penurunan imbal hasil (yield) yang merupakan tanda kenaikan harga akibat kenaikan permintaan.
Pada pukul 10:16 WIB, yield obligasi negara tenor 5 tahun turun 4 basis poin (bps). Kemudian yield untuk tenor 10 tahun turun 3 bps, 15 tahun turun 4 bps, dan 20 tahun turun 0,3 bps.
Arus modal yang masuk berhasil menjaga rupiah tetap menguat di tengah tren depresiasi mata uang kawasan. Untuk saat ini, obat kuat dari BI berhasil menopang rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Senin (20/8/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.578. Rupiah menguat 0,28% dibandingkan posisi sebelum libur Hari Kemerdekaan. Artinya, rupiah sudah menguat 3 hari beruntun di kurs acuan.
Di Asia, dolar AS sejatinya cenderung menguat. Selain rupiah, hanya yuan China, ringgit Malaysia, dan baht Thailand yang mampu menguat. Apresiasi rupiah jadi yang terbaik kedua di bawah mata uang Negeri Tirai Bambu.
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 10:05 WIB:
Tidak heran bila mata uang Asia cenderung melemah di hadapan greenback. Dollar Index (yang menggambarkan dolar AS terhadap enam mata uang utama) menguat 0,07% pada pukul 10:08 WIB.
Penguatan dolar AS dipicu oleh antisipasi investor menanti rilis risalah rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi Agustus. Rapat ini dilangsungkan pada awal Agustus, dan risalahnya akan keluar pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
Pada rapat tersebut, The Fed memang masih mempertahankan suku bunga acuan di 1,75-2%. Namun pelaku pasar menantikan risalah rapat karena mencari petunjuk arah kebijakan moneter AS ke depan.
Investor ingin mendapat petunjuk yang jelas apakah The Fed masih hawkish atau tidak. Investor ingin mengetahui apakah kenaikan suku bunga empat kali sepanjang 2018 (lebih banyak dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali) akan terjadi atau tidak.
Sembari menanti, arus modal masih masuk ke pasar Negeri Paman Sam. Arus modal ini yang kemudian memperkokoh posisi greenback, termasuk terhadap mata uang Asia.
Namun, rupiah mampu bertahan dari gelombang penguatan dolar AS karena sentimen domestik. Pekan lalu, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate dari 5,25% menjadi 5,5%.
Namun obat kuat ini sempat kurang cespleng karena kuatnya tekanan eksternal, yaitu sentimen negatif dari Turki. Kini, isu Turki sudah mereda. Mata uang lira memang masih melemah, tetapi jauh lebih tipis dibandingkan sebelumnya yang sempat hampir 16% dalam sehari.
Oleh karena itu, pelaku pasar pun siap mencerna kenaikan suku bunga acuan. Langkah ini bisa membuat pasat keuangan Indonesia lebih atraktif, terutama di instrumen berpendapatan tetap (fixed income) seperti obligasi karena menjanjikan keuntungan lebih banyak.
Kehadiran arus modal mulai terlihat di pasar obligasi pemerintah. Meski belum seluruhnya, sudah ada beberapa seri obligasi yang mengalami penurunan imbal hasil (yield) yang merupakan tanda kenaikan harga akibat kenaikan permintaan.
Pada pukul 10:16 WIB, yield obligasi negara tenor 5 tahun turun 4 basis poin (bps). Kemudian yield untuk tenor 10 tahun turun 3 bps, 15 tahun turun 4 bps, dan 20 tahun turun 0,3 bps.
Arus modal yang masuk berhasil menjaga rupiah tetap menguat di tengah tren depresiasi mata uang kawasan. Untuk saat ini, obat kuat dari BI berhasil menopang rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular