China-AS Negosiasi Dagang, Harga Minyak Pulih Kembali

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
16 August 2018 10:06
Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Oktober 2018 naik 0,64% ke level US$71,21/barel.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Oktober 2018 naik 0,64% ke level US$71,21/barel, sementara harga minyak light sweet kontrak September 2018 juga meningkat 0,21% ke US$65,15/barel pada perdagangan hari ini Kamis (16/08/2018) hingga pukul 09.15 WIB.

Harga minyak mampu sedikit rebound, pasca kemarin kompak anjlok cukup dalam. Pada penutupan perdagangan hari Rabu (15/08/2018), harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) terkoreksi 3,03%, sementara brent yang menjadi acuan di eropa juga turun 2,35%.

Akibat dari kejatuhan tersebut, harga minyak AS menyentuh rekor terendah dalam lebih dari 2 bulan, atau sejak 6 Juni 2018. Sedangkan brent malah menyentuh titik terendah dalam 4 bulan, atau sejak 9 April 2018.

China-AS Negosiasi, Harga Minyak Pulih dari Rekor Terendah 4 Foto: CNBC Indonesia

Kemarin, harga sang emas hitam mendapatkan sentimen negatif dari pengumuman data cadangan minyak mentah AS yang naik 6,8 juta barel pada pekan lalu, seperti dilaporkan oleh US Energy Information Administration (EIA). Jumlah itu jauh di atas konsensus Reuters yang meramal penurunan sebesar 2,5 juta barel.

Melambungnya cadangan minyak AS disebabkan oleh impor minyak mentah yang membengkak sebesar 1 juta barel/hari, sementara ekspor justru menurun lebih dari 250.000 barel/hari. Hal ini mampu mengimbangi aktivitas kilang minyak AS yang menyentuh rekor baru, yakni beroperasi pada kapasitas 98%.

Kemudian, stok minyak mentah di Cushing, yang merupakan pusat pengiriman minyak AS, juga meningkat hingga 1,6 juta barel. Cadangan minyak di pesisir Barat dan Timur (East Coast and West Coast), juga sama-sama mengalami kenaikan hingga lebih dari 2 juta barel.

Sementara itu, cadangan bahan bakar minyak (BBM) turun sedikit lebih besar dari ekspektasi pasar. Sedangkan cadangan minyak distilat, termasuk diesel dan minyak pemanas rumah, naik sebesar 3,6 juta barel, atau 3 kali lipat lebih besar dari kenaikan yang diproyeksikan oleh konsensus Reuters.

Produksi minyak mingguan AS juga meningkat 100.000 barel/hari pada pekan lalu, ke angka 10,9 juta barel/hari.

Tekanan lainnya bagi harga minyak datang dari prospek ekonomi global yang cukup suram, sehingga dikhawatirkan akan berdampak pada permintaan minyak. Indikator gabungan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yang mencakup ekonomi maju di negara barat, plus China, India, Rusia, Brasil, Indonesia, dan Afrika Selatan, terus menunjukkan pola penurunan sejak bulan Januari 2018.

Prospek permintaan minyak global yang lesu juga sempat disampaikan pada laporan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bulan ini. Dokumen tersebut mengekspektasikan permintaan minyak dunia akan tumbuh 1,43 juta barrel/hari pada 2019, turun dari 1,64 juta barrel/hari pada 2018. Perlambatan permintaan tersebut diyakini OPEC datang bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi global yang lebih rendah akibat perang dagang AS-China.

Importir China kini nampak "malu-malu" mengimpor minyak mentah dari AS, seiring mereka khawatir Beijing akan memutuskan untuk menambah komoditas minyak mentah ke dalam daftar produk yang akan dikenakan bea masuk.

Tidak ada satupun tanker yang mengangkut minyak mentah dari AS ke China sejak awal Agustus, seperti ditunjukkan oleh data Reuters. Padahal, pada bulan Juni dan Juli 2018, pengirimannya bisa mencapai 300.000 barel/hari.

Meski demikian, hari ini harga minyak mendapat kekuatan dari Beijing yang dikabarkan mengirim delegasinya ke Washington, dalam rangka menyelesaikan perselisihan dagang antara AS-China. Delegasi China dipimpin oleh Wakil Menteri Perdagangan Wang Shouwen. Pembicaraan ini merupakan undangan dari pihak AS.

investor juga nampaknya masih mewaspadai dampak dari sanksi AS kepada Iran, di mana diprediksikan analis mampu menghilangkan 1 juta barel/hari pasokan minyak mentah Iran dari pasar di tahun depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(roy) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular