
Naikkan Bunga Acuan, BI Ingin Indonesia Tetap Menarik
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
15 August 2018 17:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada beberapa alasan yang membuat Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali mengerek suku bunga acuan 7 day reverse repo rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,5%.
Utamanya, adalah mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik, di tengah dinamika ketidakpastian ekonomi global. Bank sentral ingin, premi risiko berinvestasi di Indonesia tak kalah dari negara lain.
"Ini diharapkan dapat mendorong kembali arus modal masuk, dan bisa membiayai CAD," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo, Rabu (15/8/2018).
"Karena kalau menghitung dari suku bunga nominal dan suku bunga riil, pasar keuangan Indonesia masih cukup menarik," jelas Perry.
Ketika arus modal kembali masuk ke pasar keuangan domestik, hal tersebut diharapkan dapat membiayai defisit transaksi berjalan yang selama ini membuat rupiah rentan.
Apalagi, pemerintah telah menyatakan komitmennya untuk membantu defisit transaksi berjalan melalui sejumlah program. Salah satu yang paling konkret, adalah pengendalian impor.
"Ini adalah langkah-langkah pengendalian defisit transaksi berjalan dari sisi penawaran," jelasnya.
Fokus BI ke depan, ditegaskan Perry, adalah tetap menjaga stabilitas khususnya stabilitas nilai tukar rupiah. Berbagai upaya akan dilakukan, jika nilai tukar mengalami tekanan.
Misalnya, seperti intervensi ganda baik itu di pasar obligasi negara maupun pasar valas. Atau bahkan, menaikkan kembali bunga acuan dengan tetap melihat data-data terkini.
"Stance kami masih sama, tetap hawkish. Kebijakan moneter kami, fokus pada stabilitas khususnya stabilitas nilai tukar," tegasnya.
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Utamanya, adalah mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik, di tengah dinamika ketidakpastian ekonomi global. Bank sentral ingin, premi risiko berinvestasi di Indonesia tak kalah dari negara lain.
"Ini diharapkan dapat mendorong kembali arus modal masuk, dan bisa membiayai CAD," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo, Rabu (15/8/2018).
Ketika arus modal kembali masuk ke pasar keuangan domestik, hal tersebut diharapkan dapat membiayai defisit transaksi berjalan yang selama ini membuat rupiah rentan.
Apalagi, pemerintah telah menyatakan komitmennya untuk membantu defisit transaksi berjalan melalui sejumlah program. Salah satu yang paling konkret, adalah pengendalian impor.
"Ini adalah langkah-langkah pengendalian defisit transaksi berjalan dari sisi penawaran," jelasnya.
Fokus BI ke depan, ditegaskan Perry, adalah tetap menjaga stabilitas khususnya stabilitas nilai tukar rupiah. Berbagai upaya akan dilakukan, jika nilai tukar mengalami tekanan.
Misalnya, seperti intervensi ganda baik itu di pasar obligasi negara maupun pasar valas. Atau bahkan, menaikkan kembali bunga acuan dengan tetap melihat data-data terkini.
"Stance kami masih sama, tetap hawkish. Kebijakan moneter kami, fokus pada stabilitas khususnya stabilitas nilai tukar," tegasnya.
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular