Rupiah Pasar Spot Rp 14.621/US$, Terlemah Sejak Awal Tahun

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 August 2018 10:35
Rupiah Pasar Spot Rp 14.621/US$, Terlemah Sejak Awal Tahun
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat tipis di kurs acuan. Namun di pasar spot, rupiah melemah lumayan tajam. 

Pada Rabu (15/8/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.621. Rupiah menguat tipis 0,03%. 

Kemungkinan kurs acuan merekam apresiasi rupiah yang terjadi kemarin. Pada perdagangan hari sebelumnya, rupiah menguat 0,1% di pasar spot. 

 

Sementara di pasar spot, rupiah justru tertekan sejak pembukaan. Pada pukul 10:07 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.640 di mana rupiah melemah 0,45%.  

Rupiah dibuka melemah 0,14%. Seiring perjalanan, depresiasi rupiah semakin dalam dan menyentuh posisi terlemahnya sejak awal tahun. 



Senasib dengan rupiah, mata uang Asia pun berjatuhan di hadapan greenback. Won Korea Selatan masih menjadi yang terlemah, disusul rupiah di posisi kedua. 

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 10:15 WIB: 



Dolar AS memang sedang jumawa. Dollar Index (yang menggambarkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,09% pada pukul 10:17 WIB. Indeks ini menyentuh posisi tertingginya sejak Juni 2017. 



Setelah kemarin reda, 'gempa susulan' kembali terjadi di Turki. Mata uang lira yang kemarin menguat sekarang kembali melemah 2,85%. 


Tensi Washington-Ankara yang masih tinggi membuat pelaku pasar grogi. Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan tegas menyebut guncangan ekonomi di negaranya adalah buah dari perang ekonomi. Bahkan Erdogan kini melancarkan kampanye boikot produk elektronik asal AS. 

"Mereka punya iPhone, dan kita punya Vestel," tegas Erdogan, mengacu pada merek ponsel buatan Turki. 

Selain itu, Presiden AS Donald Trump juga dikabarkan mulai frustrasi karena Turki tidak kunjung membebaskan Andrew Brunson. Pastur asal AS ini ditahan karena tuduhan ikut mendukung gerakan percobaan kudeta pada 2016 lalu. Brunson memang sudah tidak dipenjara, tetapi kini masih berstatus tahanan rumah. 

"Presiden sangat frustrasi karena Brunson belum dibebaskan. Beliau berkomitmen 100% untuk membawa Brunson pulang," kata Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, seperi dikutip Reuters. 

Jika keinginan itu tidak kunjung dipenuhi, maka AS disebut-sebut akan menyiapkan sanksi baru buat Turki. Sebelumnya, AS telah 'menghukum' Turki dengan menaikkan bea masuk atas impor baja dan aluminium. Kebijakan ini menjadi salah satu penyebab pelemahan nilai tukar lira.

"Pemerintah akan tegas soal ini. Belum ada perkembangan dalam kasus Brunson, dan bila tidak ada tindakan nyata dalam beberapa hari atau minggu ke depan, maka tindakan lanjutan akan ditempuh. Tekanan akan meningkat," ungkap salah seorang pejabat teras Gedung Putih, mengutip Reuters. 

Oleh karena itu, pelaku pasar masih harus waspada karena situasi di Turki masih bergejolak. Hal ini bisa berakibat melemahnya kembali nilai tukar lira.  

Apabila lira sampai terdepresiasi dalam, maka Turki lagi-lagi akan membuat pasar keuangan global 'kebakaran'. Dalam kondisi 'huru-hara', investor akan cenderung lari ke pelukan dolar AS yang mengakibatkan mata uang ini semakin jumawa. 


Sementara dari dalam negeri, pelaku pasar cenderung wait and see jelang dirilisnya dua data penting yaitu perdagangan internasional dan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 Day Reverse Repo Rate.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor pada Juli 2018 tumbuh 11,3% dibandingkan setahun sebelumnya atau year-on-year (YoY). Sementara impor diperkirakan tumbuh lebih cepat yaitu 13,4%. Hasilnya adalah neraca perdagangan mencatat defisit US$ 640 juta. 

Defisit neraca perdagangan yang berpotensi terjadi pada Juli membuat transaksi berjalan (current account) pada kuartal III-2018 di ujung tanduk. Padahal pada kuartal sebelumnya, transaksi berjalan sudah mencatatkan defisit yang cukup dalam yaitu US$ 8,03 miliar atau 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Catatan tersebut merupakan yang terdalam sejak kuartal III-2014.

Transaksi berjalan adalah bagian dari Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) bersama dengan transaksi modal dan finansial. NPI menggambarkan arus devisa yang masuk ke sebuah negara.  

Namun transaksi berjalan lebih mendapat perhatian. Sebab, transaksi berjalan mewakili arus devisa yang berasal dari ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih bertahan lama (sustain) dibandingkan modal asing portofolio di sektor keuangan alias hot money, yang bisa datang dan pergi sesuka hati. 

Ketika transaksi berjalan defisit, ada persepsi suatu mata uang kurang dukungan devisa yang memadai. Oleh karena itu, mata uang menjadi rentan melemah. 

Indonesia patut waspada jika neraca perdagangan kembali defisit. Ini bisa menjadi sentimen negatif bagi rupiah. 

Investor pun menantikan pengumuman suku bunga acuan. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI masih menahan suku bunga acuan di 5,25%. Dari 12 ekonom yang berpartisipasi dalam pembentukan konsensus, seluruhnya memperkirakan tidak ada kenaikan. 

Namun, sejatinya pelemahan rupiah yang cukup dalam sejak akhir pekan lalu membuat pelaku pasar gamang. Demi menjaga stabilitas nilai tukar, bukan tidak mungkin BI akan menaikkan suku bunga acuan. 

Gonjang-gonjang Turki yang masih belum sepenuhnya usai membawa potensi tekanan terhadap rupiah. Bila krisis mata uang lira menyebar ke negara-negara berkembang lainya, maka mimpi buruk krisis keuangan Asia seperti 1997-1998 bukan tidak mungkin bisa terulang. 

"Apabila beberapa negara  berkembang  lainnya  turut  memburuk  setelah Turki, pelemahan  tersebut dapat menimbulkan tekanan lebih lanjut ke seluruh negara berkembang seperti di tahun 1997. Dengan kondisi yang ada saat ini, BI perlu mempercepat kenaikan suku bunga untuk menahan penurunan cadangan devisa lebih lanjut," tulis kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI). 

Oleh karena itu, suku bunga acuan akan sangat ditunggu oleh investor. Jika BI benar-benar menaikkan suku bunga acuan, maka bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah karena meningkatkan potensi masuknya arus modal asing.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular