IHSG Jadi yang Terburuk di Asia Selama 2 Hari Berturut-Turut

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 August 2018 16:51
IHSG kembali anjlok sebesar 1,56% pada perdagangan hari ini ke level 5.769,87.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca terjun bebas sebesar 3,55% pada perdagangan kemarin (13/8/2018), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali anjlok sebesar 1,56% pada perdagangan hari ini ke level 5.769,87.

Lantas, IHSG kembali menempatkan diri sebagai bursa saham dengan performa terburuk di kawasan Asia: indeks Nikkei naik 2,28%, indeks Kospi naik 0,47%, indeks KLCI (Malaysia) naik 0,02%, indeks Shanghai turun 0,17%, indeks Hang Seng turun 0,66%, indeks Strait Times turun 0,06%, dan indeks SET (Thailand) turun 0,93%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 9,34 triliun dengan volume sebanyak 11,01 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 408.021 kali.

Investor meluapkan kekecewaannya terhadap realisasi investasi sepanjang kuartal-II 2018 yang begitu buruk. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan Penanaman Modal Asing (PMA)/Foreign Direct Investment (FDI) anjlok hingga 12,9% dibandingkan periode yang sama tahun 2017.

Sementara itu, pertumbuhan investasi modal dalam negeri atau PMDN mencapai 32,1%. Jika ditotal, pertumbuhan investasi pada triwulan II-2018 hanya sebesar 3,1% dengan nilai Rp 361,6 triliun.

Sebagai perbandingan, pada kuartal-II 2017, BKPM mencatat total investasi mampu tumbuh 12,73% YoY, dengan PMA melonjak 10,56% YoY dan PMDN naik 16,86% YoY.

Selain itu, pelemahan rupiah juga menjadi momok bagi IHSG. Walaupun ditutup menguat 0,1% di pasar spot ke level Rp 14.575/dolar AS, rupiah menghabiskan mayoritas waktu perdagangan dengan terdepresiasi.

Rupiah bahkan sempat melemah ke level Rp 14.630/dolar AS atau 0,27% jika dibandingkan posisi penutupan kemarin di level Rp 14.590/dolar AS.

Pelemahan rupiah terjadi lantaran investor merespon negatif melebarnya defisit neraca berjalan (current account deficit/CAD) kuartal-II 2018 yang menembus level 3% dari PDB, yakni di level 3,04%. Padahal pada kuartal-I 2018, defisitnya hanya sebesar 2,21% dari PDB.

Capaian ini terbilang cukup bersejarah. Pasalnya, kali terakhir CAD menyentuh level 3% dari PDB adalah pada kuartal-III 2014 silam. Pada 3 bulan kedua tahun ini, nilai nominal dari CAD mencapai US$ 8,03 miliar, sementara pada kuartal-I nilainya hanya sebesar US$ 5,72 miliar.

Akibat melebarnya CAD, defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) melebar menjadi US$ 4,31 miliar, dari yang sebelumnya US$ 3,86 miliar.

Seiring dengan pelemahan rupiah, saham-saham sektor barang konsumsi gencar dilepas oleh investor. Pelemahan rupiah yang signifikan akan mendrong naik harga barang-barang impor dan berpotensi menekan konsumsi masyarakat. Padahal, konsumsi masyarakat baru saja menggeliat pada kuartal-II kemarin.

Saham-saham emiten barang konsumsi yang dilepas investor diantaranya: PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-4,09%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-3,76%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-3,31%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-3,17%), dan PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-2%).

Seiring dengan aksi jual atas saham-saham barang konsumsi, indeks sektoralnya anjlok sebesar 2,83%, menjadikannya kontributor terbesar bagi pelemahan IHSG.

Selain saham-saham barang konsumsi, saham-saham emiten perbankan juga cukup gencar dilepas oleh investor seperti PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (-3,8%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-2,89%), PT Bank CIMB Niaga Tbk/BNGA (-2,66%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-1,35%), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-0,32%).

Walaupun dampak pelemahan rupiah terhadap kenaikan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) dari bank-bank di tanah air pada tahun ini bisa dibilang relatif terbatas jika dibandingkan dengan tahun 2015, perlu diingat bahwa sepanjang tahun 2017 harga saham emiten-emiten perbankan telah meroket naik, mendorong indeks sektor jasa keuangan melesat sebesar 41%.

Sepanjang tahun ini (sampai dengan penutupan perdagangan kemarin), koreksinya baru sebesar 7,32%. Ini artinya, ruang bagi investor untuk melakukan aksi ambil untung memang sangat besar.

Hal apapun yang bisa memantik investor untuk melakukan aksi jual sangat mungkin untuk mendorong harga saham-saham perbankan turun dalam. Terlebih, di pasar saham biasanya memang berita negatif mendapat respon yang lebih besar ketimbang berita positif.

Efek samping lainnya dari rupiah yang menghabiskan mayoritas waktu perdagangan dengan terdepresiasi adalah aksi jual investor asing, dengan nilai bersih sebesar Rp 781,8 miliar.

5 besar saham yang dilepas investor asing adalah: PT Bukit Asam Tbk/PTBA (Rp 275,6 miliar), PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (Rp 143,1 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 130,7 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 79 miliar), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 65,8 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular