Rupiah Ketinggalan Kereta dan Jadi yang Terlemah di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 August 2018 12:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah. Namun, depresiasi rupiah sudah tidak sedalam 2 hari perdagangan terakhir.
Pada Selasa (14/5/2018) pukul 12:04 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.620. Rupiah melemah 0,21% dibandingkan penutupan sehari sebelumnya.
Pelemahan ini jauh lebih tipis ketimbang 2 hari perdagangan terakhir. Akhir pekan lalu, rupiah melemah 0,45% dan kemarin pelemahannya lebih dalam menjadi 0,83%.
Rupiah melemah tipis 0,05% saat pembukaan pasar. Seiring perjalanan pasar, rupiah terus melemah meski cenderung terbatas dibandingkan hari-hari sebelumnya.
Posisi terkuat rupiah ada di Rp 14.595/US$. Sedangkan terlemahnya adalah di Rp 14.625/US$.
Di Asia, keperkasaan dolar AS sudah memudar. Sebagian besar mata uang utama Asia sudah menguat, tetapi rupiah memang masih agak tertinggal. Dengan pelemahan 0,21%, rupiah jadi mata uang dengan depresiasi terdalam di Asia.
Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 12:15 WIB:
Setelah berlari sejak akhir pekan lalu, dolar AS menghela nafas untuk sejenak. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama, melemah 0,02% pada pukul 12:17 WIB.
Apalagi keuntungan berinvestasi di mata uang ini sudah menggiurkan. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index sudah menguat 1,2%. Selama sebulan ke belakang, penguatannya adalah 1,69% dan sejak awal tahun mencapai 4,59%. Tidak heran kalau sebagian investor mulai mencairkan keuntungan.
Kemudian meski masih ada, tetapi kekhawatiran investor terhadap situasi di Turki tampaknya sedikit mereda. Lira Turki memang masih terdepresiasi, tetapi sudah jauh membaik dibandingkan sebelumnya.
Pada pukul 12:25 WIB, lira melemah 0,53%. Lebih baik dibandingkan pelemahan kemarin yaitu 6,73% dan akhir pekan lalu yang mencapai 15,97%.
Kemarin, Bank Sentral Turki berusaha menenangkan investor global dengan menyatakan bahwa mereka akan menyediakan sebanyak mungkin likuiditas bagi bank-bank dalam negeri. Selain itu, bank sentral juga siap sedia dalam memantau perkembangan dari krisis ekonomi di Negeri Kebab. Pernyataan Bank Sentral Turki sedikit melegakan pelaku pasar sehingga lira mampu menipiskan pelemahannya.
Dengan begitu, faktor utama yang membuat pasar keuangan global 'kebakaran' sudah padam. Investor pun kembali bergairah dan mulai berani masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang.
Namun, rupiah memang ketinggalan kereta karena ada faktor domestik yang menjadi perhatian investor. Kini pasar tengah menantikan pengumuman suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 Day Reverse Repo Rate pada esok hari.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI masih menahan suku bunga acuan di 5,25%. Dari 12 ekonom yang berpartisipasi dalam pembentukan konsensus, seluruhnya memperkirakan tidak ada kenaikan.
Pasar juga menantikan petunjuk mengenai arah dan sikap (stance) kebijakan moneter BI. Apakah dengan adanya perkembangan di Turki membuat BI semakin hawkish? Apakah, seperti halnya The Federal Reserve/The Fed, BI akan menaikkan suku bunga dua kali lagi sampai akhir tahun?
Investor mencari petunjuk yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pasalnya, jawaban itu akan menentukan arah gerak rupiah ke depan.
Sembari menunggu, bisa saja investor belum mau masuk ke pasar keuangan Indonesia. Sikap wait and see ini membuat pemulihan rupiah agak terhambat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Selasa (14/5/2018) pukul 12:04 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.620. Rupiah melemah 0,21% dibandingkan penutupan sehari sebelumnya.
Pelemahan ini jauh lebih tipis ketimbang 2 hari perdagangan terakhir. Akhir pekan lalu, rupiah melemah 0,45% dan kemarin pelemahannya lebih dalam menjadi 0,83%.
Posisi terkuat rupiah ada di Rp 14.595/US$. Sedangkan terlemahnya adalah di Rp 14.625/US$.
Di Asia, keperkasaan dolar AS sudah memudar. Sebagian besar mata uang utama Asia sudah menguat, tetapi rupiah memang masih agak tertinggal. Dengan pelemahan 0,21%, rupiah jadi mata uang dengan depresiasi terdalam di Asia.
Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap dolar AS pada pukul 12:15 WIB:
Setelah berlari sejak akhir pekan lalu, dolar AS menghela nafas untuk sejenak. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama, melemah 0,02% pada pukul 12:17 WIB.
Apalagi keuntungan berinvestasi di mata uang ini sudah menggiurkan. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index sudah menguat 1,2%. Selama sebulan ke belakang, penguatannya adalah 1,69% dan sejak awal tahun mencapai 4,59%. Tidak heran kalau sebagian investor mulai mencairkan keuntungan.
Kemudian meski masih ada, tetapi kekhawatiran investor terhadap situasi di Turki tampaknya sedikit mereda. Lira Turki memang masih terdepresiasi, tetapi sudah jauh membaik dibandingkan sebelumnya.
Pada pukul 12:25 WIB, lira melemah 0,53%. Lebih baik dibandingkan pelemahan kemarin yaitu 6,73% dan akhir pekan lalu yang mencapai 15,97%.
Kemarin, Bank Sentral Turki berusaha menenangkan investor global dengan menyatakan bahwa mereka akan menyediakan sebanyak mungkin likuiditas bagi bank-bank dalam negeri. Selain itu, bank sentral juga siap sedia dalam memantau perkembangan dari krisis ekonomi di Negeri Kebab. Pernyataan Bank Sentral Turki sedikit melegakan pelaku pasar sehingga lira mampu menipiskan pelemahannya.
Dengan begitu, faktor utama yang membuat pasar keuangan global 'kebakaran' sudah padam. Investor pun kembali bergairah dan mulai berani masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang.
Namun, rupiah memang ketinggalan kereta karena ada faktor domestik yang menjadi perhatian investor. Kini pasar tengah menantikan pengumuman suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 Day Reverse Repo Rate pada esok hari.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI masih menahan suku bunga acuan di 5,25%. Dari 12 ekonom yang berpartisipasi dalam pembentukan konsensus, seluruhnya memperkirakan tidak ada kenaikan.
Pasar juga menantikan petunjuk mengenai arah dan sikap (stance) kebijakan moneter BI. Apakah dengan adanya perkembangan di Turki membuat BI semakin hawkish? Apakah, seperti halnya The Federal Reserve/The Fed, BI akan menaikkan suku bunga dua kali lagi sampai akhir tahun?
Investor mencari petunjuk yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pasalnya, jawaban itu akan menentukan arah gerak rupiah ke depan.
Sembari menunggu, bisa saja investor belum mau masuk ke pasar keuangan Indonesia. Sikap wait and see ini membuat pemulihan rupiah agak terhambat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular