Mata Uang ASEAN Melemah, Tapi Tak Ada yang Sedalam Rupiah
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
13 August 2018 17:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini, rupiah melemah cukup dalam di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Depresiasi rupiah bahkan jadi yang paling dalam di Asia Tenggara.
Pada Senin (13/8/2018), rupiah melemah 0,83% terhadap dolar AS. Mata uang ASEAN lainnya juga melemah, tetapi tidak ada yang sedalam rupiah.
Berikut data perdagangan mata uang ASEAN terhadap dolar AS pada pukul 17:00 WIB, seperti yang dikutip dari Reuters:
Mata uang ASEAN tidak berdaya di hadapan greenback karena gonjang-ganjing di Turki. Ancaman krisis di Turki semakin mengkhawatirkan seiring dengan anjloknya mata yang lira. Hingga pukul 16:25 WIB, lira sudah anjlok lebih dari 7% di hadapan dolar AS.
Penyebabnya adalah tindakan Presiden AS Donald Trump yang menyetujui pengenaan bea masuk produk impor Turki. Rincian aturan tersebut berupa bea masuk 50% untuk produk baja dan 20% untuk aluminium.
"Saya telah menyetujui penggandaan tarif bea masuk untuk baja dan aluminium kepada Turki, karena mata uang mereka melemah terhadap dolar AS kami yang begitu kuat! Hubungan kami dengan Turki tidak baik pada saat ini!" tegas Trump melalui cuitan di Twitter, akhir pekan lalu.
Kondisi yang memanas menyebabkan investor enggan memburu aset-aset berisiko di negara berkembang. Kurangnya minat investor membuat mata uang ASEAN kekuranga pijakan untuk menguat.
Namun di antara mata uang ASEAN, mengapa depresiasi rupiah jadi yang terdalam? Faktor domestik juga bermain di sini.
Akhir pekan lalu, Bank Indonesia (BI) merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mengalami defisit US$ 4,31 miliar pada kuartal II-2018. Angka ini Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 3,85 miliar serta periode yang sama tahun sebelumnya yang masih surplus US$ 739 juta.
Pada kuartal II-2018, transaksi berjalan (current account) masih tekor US$ 8,03 miliar atau 3,04% dari PDB. Lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu US$ 5,72 miliar (2,21% PDB) atau periode yang sama pada 2017 yang sebesar US$ 4,7 miliar (1,86% PDB).
Defisit transaksi berjalan Indonesia memang terbilang tinggi, terutama dibandingkan negara-negara tetangga. Pada periode kuartal I-2018 misalnya, hanya Indonesia yang mengalami defisit, sementara negara-negara seperti Malaysia hingga Thailand justru surplus.
NPI yang defisit menggambarkan devisa yang keluar lebih banyak ketimbang yang masuk, baik itu dari ekspor-impor barang dan jasa maupun investasi (sektor riil dan portofolio). Artinya, perekonomian Indonesia bisa dinilai paling rentan menghadapi gejolak eksternal karena minimya sokongan devisa. Kondisi ini yang menyebabkan pelemahan rupiah tertinggi dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(alf/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Senin (13/8/2018), rupiah melemah 0,83% terhadap dolar AS. Mata uang ASEAN lainnya juga melemah, tetapi tidak ada yang sedalam rupiah.
Berikut data perdagangan mata uang ASEAN terhadap dolar AS pada pukul 17:00 WIB, seperti yang dikutip dari Reuters:
Mata Uang | Posisi Terakhir | Perubahan (%) |
Rupiah Indonesia | Rp 14.590,00 | (-0,83) |
Ringgit Malaysia | MYR 4,09 | (0,17) |
Peso Filipina | PHP 53,33 | (0,28) |
Dolar Singapura | SG$ 1,37 | (0,25) |
Bath Thailand | THB 33,39 | (0,21) |
Dong Vietnam | VND 23.310,00 | (0,15) |
Mata uang ASEAN tidak berdaya di hadapan greenback karena gonjang-ganjing di Turki. Ancaman krisis di Turki semakin mengkhawatirkan seiring dengan anjloknya mata yang lira. Hingga pukul 16:25 WIB, lira sudah anjlok lebih dari 7% di hadapan dolar AS.
Penyebabnya adalah tindakan Presiden AS Donald Trump yang menyetujui pengenaan bea masuk produk impor Turki. Rincian aturan tersebut berupa bea masuk 50% untuk produk baja dan 20% untuk aluminium.
"Saya telah menyetujui penggandaan tarif bea masuk untuk baja dan aluminium kepada Turki, karena mata uang mereka melemah terhadap dolar AS kami yang begitu kuat! Hubungan kami dengan Turki tidak baik pada saat ini!" tegas Trump melalui cuitan di Twitter, akhir pekan lalu.
Kondisi yang memanas menyebabkan investor enggan memburu aset-aset berisiko di negara berkembang. Kurangnya minat investor membuat mata uang ASEAN kekuranga pijakan untuk menguat.
Namun di antara mata uang ASEAN, mengapa depresiasi rupiah jadi yang terdalam? Faktor domestik juga bermain di sini.
Akhir pekan lalu, Bank Indonesia (BI) merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mengalami defisit US$ 4,31 miliar pada kuartal II-2018. Angka ini Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 3,85 miliar serta periode yang sama tahun sebelumnya yang masih surplus US$ 739 juta.
Pada kuartal II-2018, transaksi berjalan (current account) masih tekor US$ 8,03 miliar atau 3,04% dari PDB. Lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu US$ 5,72 miliar (2,21% PDB) atau periode yang sama pada 2017 yang sebesar US$ 4,7 miliar (1,86% PDB).
Defisit transaksi berjalan Indonesia memang terbilang tinggi, terutama dibandingkan negara-negara tetangga. Pada periode kuartal I-2018 misalnya, hanya Indonesia yang mengalami defisit, sementara negara-negara seperti Malaysia hingga Thailand justru surplus.
![]() |
NPI yang defisit menggambarkan devisa yang keluar lebih banyak ketimbang yang masuk, baik itu dari ekspor-impor barang dan jasa maupun investasi (sektor riil dan portofolio). Artinya, perekonomian Indonesia bisa dinilai paling rentan menghadapi gejolak eksternal karena minimya sokongan devisa. Kondisi ini yang menyebabkan pelemahan rupiah tertinggi dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(alf/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular