Prospek Ekonomi Singapura Cerah, Rupiah Melemah
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 August 2018 09:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Singapura kembali melemah hari ini. Depresiasi rupiah sudah terjadi sejak akhir pekan lalu, tetapi hari ini jauh lebih dalam.
Pada Senin (13/8/2018) pukul 09:32 WIB, SG$ 1 berada di Rp 10.612,45. Rupiah melemah 0,72% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Pelemahan ini jauh lebih dalam, karena sebelumnya rupiah ditutup terdepresiasi tipis 0,04%.
Berikut perkembangan kurs dolar Singapura di sejumlah perbankan nasional:
Hari ini sebenarnya mata uang global sedang tertekan. Pada pukul 09:37 WIB, dolar Singapura melemah 0,1% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Namun pada saat yang sama, rupiah melemah 0,83%.
Mata uang Negeri Singa masih bernasib lebih baik karena prospek perekonomian yang cerah. Mengutip Reuters, konsensus pasar memperkirakan pertumbuhan ekonomi Singapura pada kuartal II-2018 sebesar 4,1%. Lebih baik ketimbang proyeksi awal yaitu 3,8%.
Perbaikan ini didukung oleh produksi industrial yang lebih kuat. Pada Juni 2018, produksi industri Singapura tumbuh 7,4% secara tahunan. Jauh lebih baik dibandingkan konsensus pasar yang memperkirakan di angka 3,9%.
Industri perkapalan menjadi pendorong pertumbuhan ini dengan kenaikan mencapai 28,3%. Disusul oleh industri farmasi yang tumbuh 17,4%.
Sementara di Indonesia, data terbaru justru menjadi sentimen negatif. Akhir pekan lalu, Bank Indonesia (BI) merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2018. NPI mengalami defisit US$ 4,31 miliar pada kuartal II-2018. Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 3,85 miliar apalagi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang masih surplus US$ 739 juta.
Pada kuartal II-2018, transaksi berjalan (current account) masih tekor US$ 8,03 miliar atau 3,04% dari PDB. Lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu US$ 5,72 miliar (2,21% PDB) atau periode yang sama pada 2017 yang sebesar US$ 4,7 miliar (1,86% PDB).
Sedangkan transaksi modal dan finansial juga mengalami defisit US$ 4,01 miliar. Memburuk dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar minus US$ 3,27 miliar apalagi periode yang sama pada 2017 yang surplus US$ 637 juta.
NPI yang defisit menggambarkan devisa yang keluar lebih banyak ketimbang yang masuk, baik itu dari ekspor-impor barang dan jasa maupun investasi (sektor riil dan portofolio). Artinya, perekonomian Indonesia bisa dinilai rentan menghadapi gejolak eksternal karena minimya sokongan devisa.
Hal ini bisa menjadi sentimen negatif bagi rupiah. Mata uang Tanah Air tidak punya pijakan yang kuat untuk terapresiasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Dolar Singapura Menguat, Bank Kembali Jual di Atas Rp 10.700
Pada Senin (13/8/2018) pukul 09:32 WIB, SG$ 1 berada di Rp 10.612,45. Rupiah melemah 0,72% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Pelemahan ini jauh lebih dalam, karena sebelumnya rupiah ditutup terdepresiasi tipis 0,04%.
Bank | Harga Beli | Harga Jual |
Bank BNI | Rp 10.492 | Rp 10.752 |
Bank BRI | Rp 10.486,63 | Rp 10.613,81 |
Bank Mandiri | Rp 10.375 | Rp 10.675 |
Bank BTN | Rp 10.393 | Rp 10.723 |
Bank BCA | Rp 10.454 | Rp 10.680 |
Hari ini sebenarnya mata uang global sedang tertekan. Pada pukul 09:37 WIB, dolar Singapura melemah 0,1% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Namun pada saat yang sama, rupiah melemah 0,83%.
Mata uang Negeri Singa masih bernasib lebih baik karena prospek perekonomian yang cerah. Mengutip Reuters, konsensus pasar memperkirakan pertumbuhan ekonomi Singapura pada kuartal II-2018 sebesar 4,1%. Lebih baik ketimbang proyeksi awal yaitu 3,8%.
Perbaikan ini didukung oleh produksi industrial yang lebih kuat. Pada Juni 2018, produksi industri Singapura tumbuh 7,4% secara tahunan. Jauh lebih baik dibandingkan konsensus pasar yang memperkirakan di angka 3,9%.
Industri perkapalan menjadi pendorong pertumbuhan ini dengan kenaikan mencapai 28,3%. Disusul oleh industri farmasi yang tumbuh 17,4%.
Sementara di Indonesia, data terbaru justru menjadi sentimen negatif. Akhir pekan lalu, Bank Indonesia (BI) merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2018. NPI mengalami defisit US$ 4,31 miliar pada kuartal II-2018. Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 3,85 miliar apalagi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang masih surplus US$ 739 juta.
Pada kuartal II-2018, transaksi berjalan (current account) masih tekor US$ 8,03 miliar atau 3,04% dari PDB. Lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu US$ 5,72 miliar (2,21% PDB) atau periode yang sama pada 2017 yang sebesar US$ 4,7 miliar (1,86% PDB).
Sedangkan transaksi modal dan finansial juga mengalami defisit US$ 4,01 miliar. Memburuk dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar minus US$ 3,27 miliar apalagi periode yang sama pada 2017 yang surplus US$ 637 juta.
NPI yang defisit menggambarkan devisa yang keluar lebih banyak ketimbang yang masuk, baik itu dari ekspor-impor barang dan jasa maupun investasi (sektor riil dan portofolio). Artinya, perekonomian Indonesia bisa dinilai rentan menghadapi gejolak eksternal karena minimya sokongan devisa.
Hal ini bisa menjadi sentimen negatif bagi rupiah. Mata uang Tanah Air tidak punya pijakan yang kuat untuk terapresiasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Dolar Singapura Menguat, Bank Kembali Jual di Atas Rp 10.700
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular