Rupiah Terparah di Asia, Juga Terlemah Sejak Oktober 2015

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 August 2018 09:29
Rupiah Terparah di Asia, Juga Terlemah Sejak Oktober 2015
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Kini greenback sudah menyentuh level psikologis baru yaitu di Rp 14.600. 

Pada Senin (13/8/2018) pukul 09:04 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.605. Rupiah melemah 0,93%. Hari ini, rupiah menyentuh titik terendahnya sejak Oktober 2015. 



Mata uang Asia pun melemah terhadap dolar AS. Namun untuk saat ini, rupiah menjadi yang terlemah. 

Berikut perkembangan nilai tukar mata uang Asia terhadap dolar AS pada pukul 09:08 WIB: 



Faktor eksternal masih menggelayuti rupiah. Investor sepertinya masih menyimpan kekhawatiran terhadap situasi di Turki.

Krisis mata uang lira masih berlanjut, di mana pada pukul 09:09 WIB lira melemah 8,76% terhadap dolar AS.
 Investor cemas dengan perkembangan di Turki karena bisa saja merambat ke negara-negara lain.

Pasalnya, perusahaan-perusahaan di Turki banyak mengambil utang luar negeri termasuk dalam mata uang dolar AS dan euro. Depresiasi mata uang lira tentu membuat pembayaran utang ini membengkak dan bisa memicu gagal bayar.
 

Data dari Bank for Internasional Settlements (BIS) menunjukkan, perbankan di Spanyol meminjamkan US$ 83,3 miliar kepada perusahaan Turki. Sementara perbankan Prancis mengutangi US$ 38,4 miliar, Italia US$ 17 miliar, da Inggris US$ 19,2 miliar. 

Tidak hanya di Eropa, bank-bank AS dan Jepang juga banyak meminjamkan uang ke perusahaan di Turki. Utang perusahaan Turki di perbankan AS mencapai US$ 18 miliar dan di Jepang US$ 14 miliar. 

Oleh karena itu, sistem keuangan global bisa tertekan saat perusahaan Turki ramai-ramai gagal bayar. Kekhawatiran ini memicu kepanikan di pasar keuangan dunia. 

Akibatnya, pelaku pasar jadi enggan mengambil risiko. Aset-aset aman (safe haven) diburu sebagai penyelamat. Ini yang menyebabkan yen Jepang mampu menguat karena statusnya sebagai salah satu safe haven. 

Dalam kadar tertentu, dolar AS juga merupakan safe haven karena dinilai aman dan juga menjanjikan imbal hasil tinggi karena potensi kenaikan suku bunga acuan. The Federal Reserve/The Fed diperkirakan lebih agresif dengan menaikkan suku bunga acuan empat kali sepanjang 2018, lebih banyak dibandingkan perkiraan awal yaitu tiga kali. 

Faktor ini menjadi penyebab utama keruntuhan bursa saham dan mata uang dunia. Dalam situasi seperti sekarang, memang tidak bisa disalahkan jika investor memilih bermain aman. Sebab, risikonya memang sedang sangat tinggi.

Namun mengapa rupiah sampai melemah paling dalam di Asia? Sepertinya faktor domestik juga turut membebani.  

Akhir pekan lalu, Bank Indonesia (BI) merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2018. NPI mengalami defisit US$ 4,31 miliar pada kuartal II-2018. Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 3,85 miliar apalagi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang masih surplus US$ 739 juta. 

Pada kuartal II-2018, transaksi berjalan (current account) masih tekor US$ 8,03 miliar atau 3,04% dari PDB. Lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu US$ 5,72 miliar (2,21% PDB) atau periode yang sama pada 2017 yang sebesar US$ 4,7 miliar (1,86% PDB).

Sedangkan transaksi modal dan finansial juga mengalami defisit US$ 4,01 miliar. Memburuk dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar minus US$ 3,27 miliar apalagi periode yang sama pada 2017 yang surplus US$ 637 juta. 

NPI yang defisit menggambarkan devisa yang keluar lebih banyak ketimbang yang masuk, baik itu dari ekspor-impor barang dan jasa maupun investasi (sektor riil dan portofolio). Artinya, perekonomian Indonesia bisa dinilai rentan menghadapi gejolak eksternal karena minimya sokongan devisa. 

Hal ini bisa menjadi sentimen negatif bagi rupiah. Mata uang Tanah Air tidak punya pijakan yang kuat untuk terapresiasi. Akibatnya, rupiah pun melemah cukup dalam dan menjadi yang paling lemah di Benua Kuning.  

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular