
AS Serang Ekspor Indonesia, IHSG Hanya Bisa Naik Tipis
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 August 2018 16:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat tipis 0,06% pada perdagangan hari ini ke level 6.094,83. IHSG masih bisa menguat kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,08%, indeks Shanghai anjlok 1,23%, dan indeks Strait Times melemah 0,53%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,46 triliun dengan volume sebanyak 10,09 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 456.749 kali.
Sentimen negatif bagi bursa saham kawasan Asia datang dari rilis data ekspor-impor China periode Juli. Sepanjang Juli, surplus neraca perdagangan antara China dengan AS turun menjadi US$ 28,1 miliar, dari yang sebelumnya US$ 28,9 miliar pada bulan Juni.
Hal ini lantas mengindikasikan bahwa perang dagang antar kedua negara sudah benar-benar mempengaruhi sektor riil.
Sebagai catatan, pada 6 Juli silam pemerintahan AS telah resmi mengenakan bea masuk 25% bagi produk impor asal China senilai US$ 34 miliar. Hal ini lantas memicu kebijakan serupa dari kubu Beijing.
Sementara itu, menipisnya surplus dagang tak membuat pihak AS menjadi melunak. Melansir AFP, pada hari Selasa waktu setempat (7/8/2018) pejabat pemerintahan AS mengatakan bahwa pihaknya akan mengenakan tarif senilai 25% bagi senilai US$ 16 miliar produk impor asal China pada 23 Agustus. Sebanyak 279 produk akan disasar oleh AS.
Pihak China sebelumnya sudah menegaskan akan mengambil langkah balasan jika AS tak juga mundur dari rencananya.
Kemudian, tekanan juga datang dari nilai tukar yuan yang melemah. Sampai dengan akhir transaksi IHSG, yuan melemah 0,1% di pasar spot melawan dolar AS. Sementara di pasar offshore, yuan melemah hingga 0,32%.
Langkah pemerintah dan bank sentral China untuk menahan laju pelemahan yuan terbukti belum begitu ampuh; kemarin, yuan diperdagangkan menguat. Ketika yuan terus melemah, ada kekhawatiran bahwa stabilitas perekonomian China selaku negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia akan goyah dan menghantam laju perekonomian global.
Dari dalam negeri, kenaikan IHSG ditopang oleh melonjaknya harga saham dua emiten produsen kertas yakni PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk/TKIM (9,31%) dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (+2,72%). Saham TKIM menjadi saham dengan kontribusi positif terbesar bagi IHSG, sementara saham INKP berada di posisi 4.
Kenaikan harga kedua saham ditengarai terjadi lantaran kuatnya prospek permintaan kertas dan pulp. Mengutip riset Trimegah Sekuritas, harga pulp stabil dikisaran US$750/ton dan diperkirakan bisa naik lebih tinggi tahun depan.
Khusus untuk saham TKIM, melesatnya harga saham perusahaan juga terjadi lantaran ada 2 sekuritas yang baru merekomendasikan 'beli' atas saham tersebut, yakni Trimegah Sekuritas dan Bahana Sekuritas.
Trimegah Sekuritas mematok target harga sebesar Rp 27.500/saham untuk saham TKIM, sementara Bahana Sekuritas mematok target harga di level Rp 20.600/saham.
Di sisi lain, tekanan dari sisi domestik datang dari cadangan devisa Indonesia yang terkuras US$ 1,5 miliar sepanjang bulan Juli menjadi US$ 118,3 miliar. Posisi ini merupakan yang terendah sejak Januari 2017.
Sepanjang bulan lalu, cadangan devisa terkuras untuk menahan pelemahan nilai tukar rupiah. Pada bulan Juli, rupiah terdepresiasi 0,63% di hadapan dolar AS. Jika tidak ada intervensi BI, maka kemungkinan besar depresiasi rupiah akan jauh lebih dalam dari itu.
Rendahnya cadangan devisa Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia kini relatif lebih rentan terhadap berbagai risiko yang ada.
Selain itu, tekanan juga datang dari langkah AS yang menyasar produk-produk ekspor asal tanah air. AS diketahui sedang mengurus perizinan kepada World Trade Organization (WTO) untuk menaikkan bea masuk bagi produk-produk ekspor asal Indonesia senilai US$ 350 juta, termasuk produk-produk poultry.
Langkah ini diambil AS lantaran Indonesia dianggap gagal menaati perintah dari WTO untuk menghapus sejumlah restriksi bagi impor produk-produk agrikultur asal AS. Tenggat waktu bagi Indonesia untuk mematuhi perintah WTO tersebut adalah pada 22 Juli silam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Lebih Murah, Saham Properti Lapis Dua Jadi Incaran
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,46 triliun dengan volume sebanyak 10,09 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 456.749 kali.
Sentimen negatif bagi bursa saham kawasan Asia datang dari rilis data ekspor-impor China periode Juli. Sepanjang Juli, surplus neraca perdagangan antara China dengan AS turun menjadi US$ 28,1 miliar, dari yang sebelumnya US$ 28,9 miliar pada bulan Juni.
Sebagai catatan, pada 6 Juli silam pemerintahan AS telah resmi mengenakan bea masuk 25% bagi produk impor asal China senilai US$ 34 miliar. Hal ini lantas memicu kebijakan serupa dari kubu Beijing.
Sementara itu, menipisnya surplus dagang tak membuat pihak AS menjadi melunak. Melansir AFP, pada hari Selasa waktu setempat (7/8/2018) pejabat pemerintahan AS mengatakan bahwa pihaknya akan mengenakan tarif senilai 25% bagi senilai US$ 16 miliar produk impor asal China pada 23 Agustus. Sebanyak 279 produk akan disasar oleh AS.
Pihak China sebelumnya sudah menegaskan akan mengambil langkah balasan jika AS tak juga mundur dari rencananya.
Kemudian, tekanan juga datang dari nilai tukar yuan yang melemah. Sampai dengan akhir transaksi IHSG, yuan melemah 0,1% di pasar spot melawan dolar AS. Sementara di pasar offshore, yuan melemah hingga 0,32%.
Langkah pemerintah dan bank sentral China untuk menahan laju pelemahan yuan terbukti belum begitu ampuh; kemarin, yuan diperdagangkan menguat. Ketika yuan terus melemah, ada kekhawatiran bahwa stabilitas perekonomian China selaku negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia akan goyah dan menghantam laju perekonomian global.
Dari dalam negeri, kenaikan IHSG ditopang oleh melonjaknya harga saham dua emiten produsen kertas yakni PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk/TKIM (9,31%) dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (+2,72%). Saham TKIM menjadi saham dengan kontribusi positif terbesar bagi IHSG, sementara saham INKP berada di posisi 4.
Kenaikan harga kedua saham ditengarai terjadi lantaran kuatnya prospek permintaan kertas dan pulp. Mengutip riset Trimegah Sekuritas, harga pulp stabil dikisaran US$750/ton dan diperkirakan bisa naik lebih tinggi tahun depan.
Alasannya, beberapa pabrik yang tidak efisien telah ditutup sehingga membuat pasokan menjadi terbatas. Selain itu, China sebagai importir utama juga menerapkan aturan yang lebih ketat. Hal ini dianggap bisa menjaga stabilitas harga.
Khusus untuk saham TKIM, melesatnya harga saham perusahaan juga terjadi lantaran ada 2 sekuritas yang baru merekomendasikan 'beli' atas saham tersebut, yakni Trimegah Sekuritas dan Bahana Sekuritas.
Trimegah Sekuritas mematok target harga sebesar Rp 27.500/saham untuk saham TKIM, sementara Bahana Sekuritas mematok target harga di level Rp 20.600/saham.
Di sisi lain, tekanan dari sisi domestik datang dari cadangan devisa Indonesia yang terkuras US$ 1,5 miliar sepanjang bulan Juli menjadi US$ 118,3 miliar. Posisi ini merupakan yang terendah sejak Januari 2017.
Sepanjang bulan lalu, cadangan devisa terkuras untuk menahan pelemahan nilai tukar rupiah. Pada bulan Juli, rupiah terdepresiasi 0,63% di hadapan dolar AS. Jika tidak ada intervensi BI, maka kemungkinan besar depresiasi rupiah akan jauh lebih dalam dari itu.
Rendahnya cadangan devisa Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia kini relatif lebih rentan terhadap berbagai risiko yang ada.
Selain itu, tekanan juga datang dari langkah AS yang menyasar produk-produk ekspor asal tanah air. AS diketahui sedang mengurus perizinan kepada World Trade Organization (WTO) untuk menaikkan bea masuk bagi produk-produk ekspor asal Indonesia senilai US$ 350 juta, termasuk produk-produk poultry.
Langkah ini diambil AS lantaran Indonesia dianggap gagal menaati perintah dari WTO untuk menghapus sejumlah restriksi bagi impor produk-produk agrikultur asal AS. Tenggat waktu bagi Indonesia untuk mematuhi perintah WTO tersebut adalah pada 22 Juli silam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Lebih Murah, Saham Properti Lapis Dua Jadi Incaran
Most Popular