Balas Dendam Dolar AS Tak Bertahan Lama, Rupiah Siap Menguat?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 August 2018 12:39
Balas Dendam Dolar AS Tak Bertahan Lama, Rupiah Siap Menguat?
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga siang ini cenderung stagnan. Namun bukan tidak mungkin rupiah bisa berbalik menguat karena keperkasaan dolar AS yang berlangsung sejak pagi agak memudar. 

Pada Rabu (8/8/2018) pukul 12:01 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.435. Sama dengan penutupan perdagangan sehari sebelumnya. 

Sejak pagi, rupiah cenderung melemah meski dalam kisaran terbatas. Namun pada tengah hari ini, rupiah mulai berbalik arah. Pada pukul 12:27 WIB, US$ 1 sudah berada di Rp 14.430 di mana rupiah menguat 0,03%. 

Posisi terkuat rupiah ada di Rp 14.425/US$ sementara terlemahnya adalah Rp 14.445/US$. 



Di Asia, dolar AS ditransaksikan variatif tetapi cenderung melemah. Peso Filipina masih menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di hadapan greenback.  

Berikut perkembangan nilai tukar beberapa mata uang utama Asia terhadap dolar AS hingga pukul 12:07 WIB: 



Oleh karena itu, bukan tidak mungkin rupiah bisa kembali membalikkan kedudukan seperti kemarin. Pasalnya, kedigdayaan greenback ternyata hanya berlangsung sangat sebentar. 

Siang ini, dolar AS kembali tertekan lumayan dalam. Pada pukul 12:13 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS secara relatif di hadapan enam mata uang utama) melemah sampai 0,2%. Padahal tadi pagi koreksi Dollar Index sudah sangat tipis dan bersiap menuju zona hijau. 



Penguatan dolar AS terhadang rilis data cadangan devisa dan perdagangan internasional China edisi Juli 2018 yang positif. Data-data ini mampu membangkitkan optimisme pelaku pasar. 

Bank Sentral China (PBoC) mencatat cadangan devisa Negeri Panda sebesar US$ 3,12 triliun. Angka ini meningkat 0,19% dari bulan sebelumnya yang sebesar US$ 3,11 triliun. Cadangan devisa yang meningkat menimbulkan persepsi daya tahan ekonomi China akan semakin kuat terhadap risiko eksternal.

Kemudian, China juga mencetak surplus perdagangan US$ 28,05 miliar. Surplus ini didorong oleh kenaikan ekspor sebesar 12,2% year-on-year (YoY), dua kali lipat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yaitu 6,3% YoY. Walau impor tumbuh hingga 27,3% YoY, tetapi China tetap mampu mencetak surplus perdagangan.  

Oleh karena itu, pasar meyakini bahwa sejauh ini dampak perang dagang AS vs China belum terlalu signifikan. Di tengah memanasnya hubungan dengan Negeri Adidaya, China masih mampu membukukan kenaikan cadangan devisa dan surplus perdagangan. 

Situasi ini membuat investor kembali berani mengambil risiko, memasang mode risk-on. Arus modal yang awalnya mengarah ke AS lagi-lagi berbelok menyebrangi Samudera Atlantik dan masuk ke Benua Kuning. 

Dana-dana ini membuat pasar keuangan Asia bergairah. Bursa saham pun semarak dengan indeks Hang Seng yang menguat 0,42%, Kospi naik 0,07%, KLCI (Malaysia) bertambah 0,39%, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) surplus 0,19%. 

Di pasar obligasi Indonesia, arus modal juga mulai masuk yang terlihat dari penurunan imbal hasil (yield). Pada pukul 12:25 WIB, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 5 tahun turun 2,7 basis poin (bps), 10 tahun turun 2,6 bps, 15 tahun turun 0,8 bps, dan 20 tahun turun 1,2 bps. 

Perkembangan ini sedikit banyak menahan pelemahan rupiah. Bahkan kemudian rupiah bisa membalikkan kedudukan dengan mulai mencetak apresiasi. Ternyata masa balas dendam dolar AS tidak bisa bertahan lama.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular