Pertumbuhan Ekonomi RI Ciamik, Tapi Rupiah Rata-rata Air Saja

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 August 2018 12:03
Pertumbuhan Ekonomi RI Ciamik, Tapi Rupiah Rata-rata Air Saja
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2018 lebih baik dibandingkan ekspektasi pasar. Namun data positif ini belum banyak mendorong penguatan nilai tukar rupiah. 

Pada Senin (6/8/2018) pukul 11:39 WIB, US$ 1 di pasar spot berada di Rp 14.480. Rupiah menguat, tetapi hanya 0,07%.

ada pukul 11:48, penguatan rupiah sedikit lebih baik menjadi 0,17%. Kali ini, US$ 1 berada Rp 14.465. Masih belum terlalu banyak berubah.



Padahal data pertumbuhan ekonomi seharusnya mampu memberikan dorongan terhadap rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2018 sebesar 5,27% secara year-on-year (YoY). Lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yaitu 5,125% YoY.

Berbagai faktor pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II pun positif. Di sisi produksi, sektor pertanian tumbuh mengesankan karena pergeseran panen dari kuartal I ke kuartal II. Sektor ini pun tumbuh 4,76%, tercepat dalam empat kuartal terakhir. 

Pertumbuhan sektor pertanian yang impresif turut menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Maklum, sektor ini adalah penyumbang terbesar kedua dalam pembentukan PDB dengan kontribusi 13,63%. 

Lalu di sisi pengeluaran, pertumbuhan konsumsi rumah tangga sangat menggembirakan. Setelah 6 kuartal, akhirnya konsumsi rumah tangga bisa tumbuh di kisaran 5%. Pada kuartal II-2018, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,14%. 

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga sangat penting, karena menjadi penyumbang utama pembentukan PDB. Pada kuartal II-2018, konsumsi rumah tangga menyumbang 55,43% dari PDB. 

Namun dengan data-data ciamik tersebut, rupiah masih minim bergerak. Padahal Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung merespons data ini dengan penguatan mencapai 1,34% pada pukul 11:51 WIB. 

Hal ini bisa jadi disebabkan oleh tarik-menarik dengan faktor global yang sebenarnya juga menjadi pemberat bagi rupiah. Dolar Amerika Serikat (AS) sampai saat ini belum mau berhenti menguat. Pada pukul 11:52 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,15%.



Dalam seminggu terakhir, indeks ini sudah menguat 0,89%. Sementara dalam sebulan terakhir penguatannya adalah 1,2% dan sejak awal tahun menanjak 3,3%. 

Dolar AS masih menguat seiring rilis data ketenagakerjaan Negeri Paman Sam. Angka pengangguran periode Juli 2018 tercatat sebesar 3,9% atau turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 4%. 

Penciptaan lapangan kerja naik 157.000. Sementara jumlah orang yang ingin mencari kerja tetapi tidak mendapatkannya atau yang bekerja paruh waktu karena tidak bisa menemukan pekerjaan penuh waktu turun 0,3 poin persentase menjadi 7,5%, terendah sejak Maret 2001. Kemudian gaji per jam rata-rata naik 0,3% secara bulanan dan 2,7% secara tahunan.  

Data-data ketenagakerjaan yang lumayan bagus ini bisa membuat The Federal Reserve/The Fed kian yakin bahwa AS membutuhkan kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif. Kemungkinan kenaikan suku bunga acuan empat kali sepanjang 2018 semakin besar. 

Ditopang potensi kenaikan suku bunga acuan, dolar AS tentu mendapat obat kuat. Kenaikan suku bunga akan memancing arus modal berdatangan ke AS, sehingga menopang apresiasi kurs. 

Akibat 'tarik tambang' dua sentimen ini, dampaknya menjadi cenderung netral. Rupiah menguat, tetapi rata-rata air saja. Data positif pertumbuhan ekonomi menjadi minim efek karena keperkasaan dolar AS yang masih berlanjut. 

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular