
Brexit, Rupiah Kembali Menguat Lawan Poundsterling
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
03 August 2018 16:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah kembali bergerak menguat terhadap poundsterling selama 3 hari berturut-turut. Hal ini dipicu kekhawatiran investor terhadap perekonomian Inggris pasca kenaikan suku bunga acuan.
Pada Jumat (3/8/2018) pukul 15:53 WIB, GBP 1 dibanderol Rp 18.827,56. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan perdagangan kemarin.
Penguatan ini berdampak kepada harga jual poundsterling di bawah Rp 19.100/poundsterling. Berikut data perdagangan di empat bank terbesar nasional hingga pukul 15:40 WIB:
Kemarin, bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin ke posisi 0,75%. Kenaikan ini tidak berpengaruh terhadap penguatan mata uang domestic karena justru dikhawatirkan menekan perekonomian Negeri Ratu Elizabeth.
Kekhawatiran itu muncul terutama di tengah buntunya negosiasi antara Inggris dengan Uni-Eropa terkait kesepakatan Brexit. Sebelumnya, Inggris bersikeras ingin meninggalkan sistem pabean dan pasar bebas Uni Eropa.
Sementara, Uni Eropa juga keukeuh mempertahankan dua sistem yang dibangun puluhan tahun tersebut. Jika sampai no deal terjadi, maka dampaknya akan cukup luas. Inggris akan menjadi wilayah terpisah yang harus tunduk pada aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Artinya, produk Inggris yang diekspor ke wilayah Uni Eropa wajib terkena bea masuk, begitu juga produk Uni Eropa yang masuk ke Inggris. Selama ini, Inggris masuk wilayah kepabeanan Uni Eropa sehingga tidak ada pengenaan bea.
Adanya bea masuk bisa membuat negara-negara Uni Eropa enggan berdagang dengan Inggris karena biayanya lebih mahal. Kalaupun produk-produk Uni Eropa masuk ke Inggris, mereka harus membayar bea masuk yang mendongkrak biaya importasi.
Pengusaha pun membebankan biaya ini kepada konsumen, dan ujungnya adalah inflasi. Pasalnya, Uni Eropa adalah pemasok utama Inggris. Tahun lalu, impor dari Uni Eropa mencapai 8,7 miliar euro (Rp 145,47 triliun) atau 44% dari total impor Negeri Tiga Singa.
Selain itu, hal yang sering menjadi perdebatan adalah posisi Republik Irlandia dan Irlandia Utara. Kedua negara ini termasuk wilayah kepabeanan Uni Eropa tetapi secara geografis merupakan bagian dari Britania Raya.
Jika kesepakatan tidak tercapai, maka hasilnya bisa menjadi rumit. Wilayah Irlandia dan Irlandia Utara bisa dihuni dua otoritas kepabeanan, yaitu dari Inggris dan Uni Eropa. Bila sampai terjadi gesekan, kemungkinan bentrok fisik pun terbuka lebar.
(ags/ags) Next Article Rupiah Loyo, Ini Curhatan Pengusaha
Pada Jumat (3/8/2018) pukul 15:53 WIB, GBP 1 dibanderol Rp 18.827,56. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan perdagangan kemarin.
![]() |
Bank | Harga Beli | Harga Jual |
Bank Mandiri | Rp 18.569,00 | Rp 19.048,00 |
Bank BNI | Rp 18.634,00 | Rp 19.091,00 |
Bank BRI | Rp 18.715,71 | Rp 19.015,15 |
Bank BCA | Rp 18.600,00 | Rp 19.060,00 |
Kemarin, bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin ke posisi 0,75%. Kenaikan ini tidak berpengaruh terhadap penguatan mata uang domestic karena justru dikhawatirkan menekan perekonomian Negeri Ratu Elizabeth.
Kekhawatiran itu muncul terutama di tengah buntunya negosiasi antara Inggris dengan Uni-Eropa terkait kesepakatan Brexit. Sebelumnya, Inggris bersikeras ingin meninggalkan sistem pabean dan pasar bebas Uni Eropa.
Artinya, produk Inggris yang diekspor ke wilayah Uni Eropa wajib terkena bea masuk, begitu juga produk Uni Eropa yang masuk ke Inggris. Selama ini, Inggris masuk wilayah kepabeanan Uni Eropa sehingga tidak ada pengenaan bea.
Adanya bea masuk bisa membuat negara-negara Uni Eropa enggan berdagang dengan Inggris karena biayanya lebih mahal. Kalaupun produk-produk Uni Eropa masuk ke Inggris, mereka harus membayar bea masuk yang mendongkrak biaya importasi.
Pengusaha pun membebankan biaya ini kepada konsumen, dan ujungnya adalah inflasi. Pasalnya, Uni Eropa adalah pemasok utama Inggris. Tahun lalu, impor dari Uni Eropa mencapai 8,7 miliar euro (Rp 145,47 triliun) atau 44% dari total impor Negeri Tiga Singa.
Selain itu, hal yang sering menjadi perdebatan adalah posisi Republik Irlandia dan Irlandia Utara. Kedua negara ini termasuk wilayah kepabeanan Uni Eropa tetapi secara geografis merupakan bagian dari Britania Raya.
Jika kesepakatan tidak tercapai, maka hasilnya bisa menjadi rumit. Wilayah Irlandia dan Irlandia Utara bisa dihuni dua otoritas kepabeanan, yaitu dari Inggris dan Uni Eropa. Bila sampai terjadi gesekan, kemungkinan bentrok fisik pun terbuka lebar.
Kondisi perundingan yang masih alot ini sudah berdampak perlambatan ekonomi Negeri Ratu Elizabeth. Oleh sebab itu, kenaikan suku bunga acuan berpotensi memperlambat kondisi perekonomian dan menjadi sentimen negatif bagi poundsterling.
TIM RISET CNBC INDONESIA
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags) Next Article Rupiah Loyo, Ini Curhatan Pengusaha
Most Popular