
Digoncang Faktor Eksternal, IHSG Terperosok Zona Merah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 August 2018 11:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca dibuka naik tipis 0,11%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kini sudah terperosok ke zona merah. Hingga berita ini diturunkan, IHSG melemah 0,19% ke level 6.021,74.
Sentimen positif berupa rilis data inflasi periode Juli yang lebih rendah dari ekspektasi terbukti tak cukup kuat untuk menahan derasnya sentimen negatif dari sisi eksternal, yakni perang dagang yang kembali membara dan semakin mencuatnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini oleh the Federal Reserve.
Reuters melaporkan bahwa seorang sumber mengungkap Presiden AS Donald Trump akan segera mengumumkan pengenaan tarif sebesar 25% terhadap barang-barang impor asal China senilai US$ 200 miliar, naik dari rencana sebelumnya yang hanya sebesar 10%.
Produk-produk yang akan kena bea masuk 25% itu antara lain makanan jadi, produk kimia, makanan anjing, furnitur, karpet, ban mobil, sarung tangan bisbol, sampai produk kecantikan.
"Kemungkinan kenaikan tarif bea masuk itu bertujuan untuk mendorong China agar mengubah kebijakannya supaya dapat menciptakan pasar yang lebih adil dan bermanfaat bagi seluruh warga AS," tegas Kepala US Trade Representative Robert Lighthizer dalam pernyataan tertulis, dikutip dari Reuters.
Beijing pun merespons dengan nada keras. Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, menilai langkah AS sebagai upaya pemerasan. China pun siap membalas jika AS betul-betul memberlakukan bea masuk baru bagi produk-produk asal Negeri Tirai Bambu.
"Tekanan dan pemerasan AS tidak akan berpengaruh. Jika AS benar-benar menempuh kebijakan lanjutan, maka China akan melakukan balasan untuk melindungi kepentingan nasional," kata Geng, mengutip Reuters.
Kemudian, hasil pertemuan the Federal Reserve mengindikasikan bahwa bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 2 kali lagi pada tahun ini (4 kali secara total).
"Pembukaan lapangan kerja begitu besar, angka pengangguran bertahan di tingkat rendah. Konsumsi rumah tangga dan dunia usaha pun tumbuh dengan kuat," sebut pernyataan The Fed.
Kenaikan suku bunga acuan yang kelewat agresif dikhawatirkan justru bisa 'mematikan' laju perekonomian Negeri Paman Sam. Terlebih, risiko perang dagang masih terus mengintai.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article IHSG Jatuh Lagi ke Bawah 7.000
Sentimen positif berupa rilis data inflasi periode Juli yang lebih rendah dari ekspektasi terbukti tak cukup kuat untuk menahan derasnya sentimen negatif dari sisi eksternal, yakni perang dagang yang kembali membara dan semakin mencuatnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini oleh the Federal Reserve.
Reuters melaporkan bahwa seorang sumber mengungkap Presiden AS Donald Trump akan segera mengumumkan pengenaan tarif sebesar 25% terhadap barang-barang impor asal China senilai US$ 200 miliar, naik dari rencana sebelumnya yang hanya sebesar 10%.
"Kemungkinan kenaikan tarif bea masuk itu bertujuan untuk mendorong China agar mengubah kebijakannya supaya dapat menciptakan pasar yang lebih adil dan bermanfaat bagi seluruh warga AS," tegas Kepala US Trade Representative Robert Lighthizer dalam pernyataan tertulis, dikutip dari Reuters.
Beijing pun merespons dengan nada keras. Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, menilai langkah AS sebagai upaya pemerasan. China pun siap membalas jika AS betul-betul memberlakukan bea masuk baru bagi produk-produk asal Negeri Tirai Bambu.
"Tekanan dan pemerasan AS tidak akan berpengaruh. Jika AS benar-benar menempuh kebijakan lanjutan, maka China akan melakukan balasan untuk melindungi kepentingan nasional," kata Geng, mengutip Reuters.
Kemudian, hasil pertemuan the Federal Reserve mengindikasikan bahwa bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 2 kali lagi pada tahun ini (4 kali secara total).
"Pembukaan lapangan kerja begitu besar, angka pengangguran bertahan di tingkat rendah. Konsumsi rumah tangga dan dunia usaha pun tumbuh dengan kuat," sebut pernyataan The Fed.
Kenaikan suku bunga acuan yang kelewat agresif dikhawatirkan justru bisa 'mematikan' laju perekonomian Negeri Paman Sam. Terlebih, risiko perang dagang masih terus mengintai.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article IHSG Jatuh Lagi ke Bawah 7.000
Most Popular