
Rupiah Melemah Setelah Rilis Data Inflasi, Ada Apa?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 August 2018 15:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi Juli 2018. Data ini menjadi stimulus bagi bursa saham, tetapi sepertinya malah menjadi pemberat buat rupiah.
Pada Rabu (1/8/2018) pukul 14:19 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.442. Rupiah melemah 0,19% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. Rupiah memang sudah melemah sejak pembukaan pasar.
Namun saat pembukaan, rupiah hanya melemah 0,07%. Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin dalam.
Namun menariknya, pelemahan rupiah semakin tajam setelah rilis data inflasi pukul 11:00 WIB. Bisa jadi investor di pasar valas kurang sreg dengan data tersebut.
Pada Juli, terjadi inflasi 0,28% secara month-to-month (MtM). Kemudian secara year-on-year (YoY) laju inflasi tercatat 3,18%, sementara inflasi inti YoY di posisi 2,87%.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi MtM sebesar 0,25%. Sementara secara tahunan ada di 3,2%, dan inflasi inti YoY sebesar 2,73%. Sebagai informasi, inflasi MtM pada Juni 2018 adalah 0,59%, sedangkan inflasi YoY sebesar 3,12% dan inflasi inti YoY di 2,72%.
Realisasi inflasi Juli menjadi katalis bagi pasar saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat setelah rilis data inflasi. Pada pukul 14:26 WIB, IHSG menguat sampai 1,47%.
Investor pasar saham menilai, data inflasi menunjukkan konsumsi masyarakat yang kuat. Ini terlihat dari laju inflasi yang tidak terlalu melambat secara bulanan meski periode Ramadan-Idul Fitri telah usai.
Secara YoY, bahkan terjadi akselerasi inflasi melebihi ekspektasi pasar. Artinya, konsumsi masyarakat tumbuh cukup baik.
Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi juga tidak menyebabkan inflasi yang berlebihan, masih relatif stabil, sehingga bisa dipersepsikan pasokan pun memadai dan tidak ada kelangkaan.
(aji/wed) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Rabu (1/8/2018) pukul 14:19 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.442. Rupiah melemah 0,19% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. Rupiah memang sudah melemah sejak pembukaan pasar.
Namun saat pembukaan, rupiah hanya melemah 0,07%. Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin dalam.
Pada Juli, terjadi inflasi 0,28% secara month-to-month (MtM). Kemudian secara year-on-year (YoY) laju inflasi tercatat 3,18%, sementara inflasi inti YoY di posisi 2,87%.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi MtM sebesar 0,25%. Sementara secara tahunan ada di 3,2%, dan inflasi inti YoY sebesar 2,73%. Sebagai informasi, inflasi MtM pada Juni 2018 adalah 0,59%, sedangkan inflasi YoY sebesar 3,12% dan inflasi inti YoY di 2,72%.
Realisasi inflasi Juli menjadi katalis bagi pasar saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat setelah rilis data inflasi. Pada pukul 14:26 WIB, IHSG menguat sampai 1,47%.
Investor pasar saham menilai, data inflasi menunjukkan konsumsi masyarakat yang kuat. Ini terlihat dari laju inflasi yang tidak terlalu melambat secara bulanan meski periode Ramadan-Idul Fitri telah usai.
Secara YoY, bahkan terjadi akselerasi inflasi melebihi ekspektasi pasar. Artinya, konsumsi masyarakat tumbuh cukup baik.
Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi juga tidak menyebabkan inflasi yang berlebihan, masih relatif stabil, sehingga bisa dipersepsikan pasokan pun memadai dan tidak ada kelangkaan.
Namun aura optimisme sepertinya tidak menular ke pasar valas. Rupiah justru cenderung melemah lebih tajam seusai rilis data inflasi.
Kemungkinan hal ini disebabkan oleh data inflasi inti yang mencapai 2,87%. Ini merupakan laju tercepat sejak Desember 2017.
Inflasi inti adalah komponen kenaikan harga yang mengeluarkan kelompok bergejolak (volatile foods) dan diatur pemerintah (administered prices). Inflasi inti adalah kelompok pengeluaran yang harganya agak persisten, bandel, sulit untuk turun.
Biasanya inflasi inti dipengaruhi oleh fundamental ekonomi misalnya ekspektasi inflasi atau perkembangan nilai tukar. Penyebab yang disebut belakangan itulah yang sepertinya menyebabkan akselerasi inflasi inti, perkembangan nilai tukar.
Seperti yang sudah kita ketahui, rupiah melemah agak tajam tahun ini. Sepanjang 2018, rupiah melemah 5,8% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Di antara mata uang utama Asia, hanya rupee India yang melemah lebih tajam dibandingkan rupiah.
Percepatan inflasi inti seolah mengkonfirmasi hal itu. Apalagi inflasi inti terus melaju kencang sejak Februari. Artinya depresiasi rupiah seakan sudah menjadi hal persisten di Indonesia.
Prospek rupiah pun dianggap kurang seksi. Memegang rupiah dalam jangka panjang malah bisa merugikan karena kemungkinan nilainya akan terus turun. Hal ini mungkin memicu aksi pelepasan rupiah untuk mengurangi potensi kerugian (cut loss).
Kemungkinan hal tersebutlah menjadi penyebab pelemahan rupiah yang cenderung semakin dalam. Rilis data inflasi tidak banyak membantu rupiah, malah menjadi pemberat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Inflasi inti adalah komponen kenaikan harga yang mengeluarkan kelompok bergejolak (volatile foods) dan diatur pemerintah (administered prices). Inflasi inti adalah kelompok pengeluaran yang harganya agak persisten, bandel, sulit untuk turun.
Biasanya inflasi inti dipengaruhi oleh fundamental ekonomi misalnya ekspektasi inflasi atau perkembangan nilai tukar. Penyebab yang disebut belakangan itulah yang sepertinya menyebabkan akselerasi inflasi inti, perkembangan nilai tukar.
Seperti yang sudah kita ketahui, rupiah melemah agak tajam tahun ini. Sepanjang 2018, rupiah melemah 5,8% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Di antara mata uang utama Asia, hanya rupee India yang melemah lebih tajam dibandingkan rupiah.
Percepatan inflasi inti seolah mengkonfirmasi hal itu. Apalagi inflasi inti terus melaju kencang sejak Februari. Artinya depresiasi rupiah seakan sudah menjadi hal persisten di Indonesia.
Prospek rupiah pun dianggap kurang seksi. Memegang rupiah dalam jangka panjang malah bisa merugikan karena kemungkinan nilainya akan terus turun. Hal ini mungkin memicu aksi pelepasan rupiah untuk mengurangi potensi kerugian (cut loss).
Kemungkinan hal tersebutlah menjadi penyebab pelemahan rupiah yang cenderung semakin dalam. Rilis data inflasi tidak banyak membantu rupiah, malah menjadi pemberat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/wed) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular