The Fed dan Perang Dagang Bikin Rupiah Melemah di Kurs Acuan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 August 2018 10:39
The Fed dan Perang Dagang Bikin Rupiah Melemah di Kurs Acuan
Foto: REUTERS/Darren Whiteside/File Photo
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs acuan kembali melemah. Rupiah pun bernasib sama di pasar spot, kurang bergigi di hadapan greenback.

Pada Rabu (1/8/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.442. Rupiah melemah 0,2% dibandingkan hari sebelumnya. Rupiah menyentuh titik terendah sejak 27 Juli.

The Fed dan Perang Dagang Bikin Rupiah Melemah di Kurs AcuanJisdor (Reuters)

Sementara di pasar spot, US$ 1 pada pukul 10:06 WIB berada di posisi Rp 14.435. Rupiah melemah 0,14%.

Rupiah sudah melemah 0,07% pada pembukaan pasar. Setelah itu, depresiasi rupiah semakin dalam.

Senasib dengan rupiah, berbagai mata uang utama Asia pun cenderung melemah. Depresiasi terdalam dialami oleh won Korea Selatan yang melemah sampai lebih dari 0,5%.

Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 10:12 WIB, mengutip Reuters:

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang111,87-0,01
Yuan China6,81-0,15
Won Korea Selatan1.118,50-0,56
Dolar Taiwan30,59-0,07
Dolar Hong Kong7,850,00
Rupee India68,45+0,22
Riggit Malaysia4,06+0,07
Dolar Singapura1,36-0,04
Baht Thailand33,17+0,07
Peso Filipina53,10-0,21


Dolar AS masih berada di jalur pendakian. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) masih menguat 0,09% pada pukul 10:16 WIB.

Kali ini ada dua faktor yang membuat dolar AS menjadi favorit pelaku pasar. Pertama tentunya investor menantikan pertemuan Bank Sentral AS The Federal Reserve/The Fed yang hasilnya diumumkan Kamis dini hari waktu Indonesia.

The Fed memang kemungkinan besar masih menahan suku bunga acuan di 1,75-2% pada pertemuan kali ini. Namun pasar menantikan petunjuk yang lebih tegas soal arah kebijakan moneter Negeri Paman Sam ke depan.

Sejumlah data terbaru menunjukkan ekonomi Negeri Paman Sam semakin membaik. Pengeluaran konsumsi masyarakat AS periode Juni 2018 naik 0,4% secara year-on-year (YoY). Sementara data untuk bulan sebelumnya direvisi ke atas menjadi 0,5% dari sebelumnya 0,2%.

Pertumbuhan konsumsi masyarakat ditopang oleh pengeluaran untuk jasa yang naik 0,6%, membaik dibandingkan pertumbuhan Mei yang sebesar 0,3%. Pengeluaran untuk jasa utamanya adalah di sektor restoran dan akomodasi. Sementara pengeluaran untuk barang pada Juni tumbuh 0,9%, sama dengan bulan sebelumnya.

Data berikutnya adalah pengeluaran konsumsi personal inti (Core Personal Consumption Expenditure/Core PCE) yang terakselerasi 1,9% pada Juni. Core PCE adalah ukuran The Federal Reserve/The Fed untuk melihat inflasi. The Fed menargetkan core PCE di kisaran 2% sehingga data Juni sudah mendekati.

Kemudian ada data pertumbuhan gaji masyarakat AS kuartal II-2018 yang sebesar 2,8%. Ini merupakan pertumbuhan tercepat sejak 2008.

Data-data yang positif itu menelurkan keyakinan konsumen yang meningkat. Indeks Keyakinan Konsumen AS versi The Conference Board periode Juli 2018 tercatat di 127,4, naik 0,3 poin dibandingkan bulan sebelumnya.

Rentetan data yang positif di atas semakin meyakinkan pasar bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi sampai akhir tahun. Artinya The Fed akan empat kali menaikkan suku bunga sepanjang tahun ini, lebih banyak ketimbang perkiraan awal yaitu tiga kali.

Didorong oleh aura kenaikan suku bunga acuan dolar AS pun perkasa dan mem-bully mata uang lainnya, termasuk di Asia. Rupiah pun menjadi salah satu korbannya.


Sementara faktor kedua adalah isu perang dagang yang kembali mengemuka. Reuters melaporkan, seorang sumber mengungkap bahwa Presiden AS Donald Trump akan segera mengumumkan aturan pengenaan bea masuk baru terhadap importasi produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Tarifnya bukan lagi 10% seperti rencana awal, tetapi 25%.

Produk-produk yang akan kena bea masuk 25% itu antara lain makanan jadi, produk kimia, makanan anjing, furnitur, karpet, ban mobil, sarung tangan bisbol, sampai produk kecantikan. Meski harus melalui proses dengar pendapat, tetapi jika Trump sampai mengumumkan maka akan menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan global. Apalagi tarifnya bea masuk dinaikkan menjadi 25%.

Pihak Gedung Putih belum bersedia mengkonfirmasi kebenaran kabar tersebut. Beijing pun belum memberikan komentar.

Namun kekhawatiran sudah terlanjur menjalar di pasar. Perang dagang adalah sebuah isu besar yang bisa mempengaruhi prospek perekonomian dunia. Ketika perdagangan dunia bermasalah akibat saling proteksi, maka pertumbuhan ekonomi terancam.

Sentimen ini mengakibatkan investor kembali memasang mode risk-on, tidak mau mengambil risiko. Akibatnya, pelaku pasar cenderung menghindari pasar negara-negara berkembang Asia sehingga melemahkan nilai tukar. Tidak terkecuali rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular