Sri Mulyani: Isu Politik Dalam Negeri Jadi Risiko Bagi Rupiah

Lidya Julita S, CNBC Indonesia
01 August 2018 08:55
Rupiah mendapat tekanan dari faktor eksternal dan isu politik dalam negeri.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memandang stabilitas sistem keuangan nasional masih terjaga.

Namun, komite yang beranggotakan Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan), Perry Warjiyo (Gubernur Bank Indonesia/BI), Wimboh Santoso (Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan/OJK), dan Halim Alamsyah (Kepala Lembaga Penjamin Simpanan/LPS) tersebut mewaspadai tekanan yang terjadi pada nilai tukar rupiah.

KSSK, jelas Sri Mulyani, mencermati potensi tekanan pada nilai tukar rupiah yang utamanya berasal dari eksternal seperti rencana kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve/The Fed serta perang dagang.

"Mengantisipasi ketidakpastian perekonomian global tersebut, KSSK telah melakukan asesmen dan mitigasi terhadap berbagai potensi risiko yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan. Di bidang moneter, BI memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial dalam menjaga daya tarik pasar keuangan domestik sekaligus menjaga momentum pemulihan ekonomi," ungkap Sri Mulyani di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (31/7/2018).

Oleh karena itu, stabilitas nilai tukar menjadi prioritas utama pemerintah dan BI saat ini. Bank sentral juga akan mengupayakan berbagai instrumen moneter untuk mendorong penguatan rupiah.

"Dari BI, di bidang moneter, tugas kami memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial dalam menjaga daya tarik pasar keuangan domestik sekaligus menjaga momentum pemulihan ekonomi. Fokus kebijakan kami tetap pada prioritas untuk jaga stabilitas ekonomi, khususnya nilai tukar rupiah dengan mengoptimalkan pilihan instrumen yang ada di BI," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

Langkah yang dilakukan dalam penyelamatan Rupiah:

1. Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuannya atau BI 7-day Reverse Repo Rate.

Perry menambahkan, BI sudah menaikkan suku bunga acuan sampai 100 basis poin sepanjang 2018. Selain itu, bank sentral juga melakukan relaksasi untuk penyaluran kredit properti dan manajemen likuiditas perbankan.

"Kami juga terus menjaga dengan intervensi di pasar valas, pembelian SBN (Surat Berharga Negara)," ujar Perry.

2. Rayu Pengusaha Pakai Swap Valas Murah

BI berjanji akan membuka lelang swap valuta asing (valas) lebih sering. Tujuannya, sebagai lindung nilai (hedging) dan menjaga likuiditas. Bank sentral ini akan memberikan tingkat suku bunga swap valas yang lebih murah. Saat ini bunga swap valas yang diberikan ke perbankan sekitar 6,2% untuk satu bulan dan 7,3% untuk tiga bulan.

"Sebagai perusahaan yang memiliki valas, mereka butuh rupiah. Sekarang masih pengen pegang valas, tidak perlu jual valas segera, bisa tukar valas karena swap murah. Kami tegaskan, tidak benar swap mahal. Mestinya dari bank ke korporasi paling banter naik 1%, itu juga sudah mahal. Kami coba swap valas bisa lebih rendah dan bagi perusahaan lebih murah lagi. Instrumennya itu yang disebut hedging, swap hedging. Perusahaan yang memilki kebutuhan valas dalam jangka panjang bisa lakukan swap hedging dengan tenor 1 tahun," kata Perry.

3. Pangkas Impor BBM dan Belanja Infrastruktur

Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan memangkas sejumlah impor sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Adapun impor yang bakal dibatasi adalah bahan bakar minyak (BBM) serta impor untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur.

Dengan pengurangan ini maka sejumlah risiko akan diterima mulai dari penundaan beberapa proyek infrasttruktur hingga mengganti BBM dengan mengimplementasikan penggunaan B20 secara penuh.

"Penggunaan B20 bisa diterapkan segera dan ini akan pengaruhi impor BBM dan mensubtitusi impor. Kami juga ingin meyakinkan proyek tersebut penting dan urgent dilakukan, maka dia bisa ditunda ke tahun yang akan datang," kata Sri Mulyani.

Isu Politik Jadi Risiko Rupiah di Masa Depan

Sri Mulyani menekankan, di dalam langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk menolong nilai tukar Rupiah, ternyata masih ada risiko lain yang harus diwaspadai selain dari global. Dari domestik yang harus dimitigasi adalah isu politik jelang pemilu.

"Saya rasa dalam siklus politik kita tetap jaga sektor keuangan dan perekonomian agar tetap stabil dan berkelanjutan. Dalam dinamika siklus politik, yang tadinya normal bisa jadi isu. Dalam kondisi teknologi saat ini, cepat sebarkan isu. Jadi kami jaga-jaga agar masyarakat dan perekonomian tidak kena dampak isu-isu politik menjelang pemilu," jelas dia.

Sementara itu, dengan segala kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah dan BI, Sri Mulyani menekankan tidak akan membuat masyarakat gelisah. Justru, Sri Mulyani berharap kebijakan yang diambil mampu memberikan kepercayaan masyarakat dan pengusaha. Salah satu yang dilakukan pemerintah untuk menolong Rupiah adalah dengan meminta bantuan pengusaha agar membawa semua Devisa Hasil Ekspor (DHE) ke dalam negeri.

Selain itu, dia menyebutkan bahwa pemerintah telah beberapa kali memanggil pengusaha untuk membicarakan mengenai keinginan pengusaha. Apa yang diinginkan oleh pengusaha sebagai insentif sehingga mempercayakan devisa ekspornya untuk dibawa ke Indonesia.

"Sebetulnya kita sudah beberapa kali (bertemu pengusaha). Ya kita dengar saja yang diminta apa dan apa sebetulnya yang bisa kita lihat, kita compare dengan negara-negara lain. Tapi tidak hanya sekedar masuk tapi juga dia dikonversikan kepada rupiah sehingga meningkatkan supply dari mata uang asing atau forex di Indonesia," tegas Sri Mulyani.
(ray/ray) Next Article Rupiah Sempat Beraksi di Level 13.000-an

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular