Akhir Sesi I, IHSG Jatuh Paling Dalam di Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 July 2018 12:38
IHSG melemah hingga 1,5% ke level 5.937,53 sampai dengan akhir sesi I.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah hingga 1,5% ke level 5.937,53 sampai dengan akhir sesi I. Jika dibandingkan dengan bursa saham lainnya di kawasan Asia, performa IHSG merupakan yang terburuk: indeks Nikkei naik 0,03%, indeks Strait Times naik 0,15%, indeks KLCI (Malaysia) naik 0,01%, indeks Shanghai turun 0,03%, indeks Hang Seng turun 0,55%, indeks Kospi turun 0,02%, dan indeks SET (Thailand) turun 0,05%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 4,8 triliun dengan volume sebanyak 6,55 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 256.981 kali.

Rilis laporan keuangan yang mengecewakan dari emiten-emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) membebani langkah IHSG. Saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) anjlok hingga 7,42%, menjadikannya saham dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG.

Sepanjang kuartal-II 2018, perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp 2,96 triliun, sangat jauh dari rata-rata konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar Rp 5,96 triliun. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, laba bersih TLKM anjlok hingga 45,4%.

Anjloknya laba bersih perusahaan salah satunya disebabkan oleh penjualan yang tak mencapai target. Sepanjang kuartal-II, penjualan TLKM tercatat sebesar Rp 33,03 triliun, lebih rendah dari ekspektasi yang sebesar 33,91 triliun.

Jika dilihat secara semesteran, TLKM mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 28,1% sepanjang semester I-2018 menjadi Rp 8,69 triliun. Pada semester-I 2017, laba bersih perusahaan tercatat sebesar Rp 12,1 triliun.

Padahal, pada periode tersebut perusahaan justru mencatatkan kenaikan penjualan meski tipis yakni sebesar 0,54% saja menjadi Rp 64,36 triliun, dari yang sebelumnya Rp 64,02 triliun.

Peningkatan beban operasi, pemeliharaan dan jasa telekomunikasi menjadi penyebab terkikisnya laba bersih perusahaan. Nilai beban operasi perseroan meningkat menjadi Rp 21,88 triliun, dari yang sebelumnya Rp 18,40 triliun.

Saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) melemah hingga 2,78%, menjadikannya saham dengan kontribusi terbesar ke-4 bagi pelemahan IHSG. Sepanjang kuartal-II 2018, perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp 1,69 triliun, lebih tinggi dibandingkan rata-rata konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar Rp 1,45 triliun. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, laba bersih UNVR naik tipis sebesar 1,81%.

Namun, penjualan pada kuartal-II 2018 hanya diumumkan sebesar Rp 10,44 triliun, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar Rp 11,04 triliun. Ini artinya, kenaikan laba bersih bukan ditopang oleh positifnya penjualan perusahaan.

Jika dilihat secara semesteran, UNVR mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 2,49% sepanjang semester I-2018 menjadi Rp 3,53 triliun. Pada semester-I 2017, laba bersih perusahaan tercatat sebesar Rp 3,62 triliun.

Penjualan perusahaan turun 0,38% menjadi Rp 21,18 triliun, dari yang sebelumnya 21,26 triliun.

Selain itu, aksi jual atas saham-saham emiten batu bara ikut membebani langkah IHSG. Pasca kemarin menjadi incaran seiring dengan kebijakan pemerintah untuk mencabut Domestic Market Obligation (DMO), kini aksi jual dilakukan lantaran kebijakan tersebut ternyata belum jelas.

Sebelumnya, kebijakan DMO yang mewajibkan produsen batu bara untuk mengalokasikan 25% dari produksinya untuk dijual kepada PLN dengan harga yang sudah di atur dikabarkan akan diganti dengan skema pengenaan tarif ekspor.

Kini, ada dua perkembangan penting terkait hal tersebut. Pertama adalah kemungkinan DMO batu bara bukan dicabut, tetapi dikurangi kadarnya. Selama ini, kewajiban pemenuhan pasokan dalam negeri adalah rata-rata 25% dari total produksi. Rosan Roslani, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang ikut dalam rapat pembahasan DMO mengungkapkan bahwa ke depan, bisa saja opsi yang dipilih adalah mengurangi DMO menjadi kurang dari 25%.

Kedua adalah kebijakan DMO (apapun yang dipilih) kemungkinan baru berlaku tahun depan, bukan sekarang atau dalam waktu dekat. Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Kemaritiman, menyebutkan kebijakan ini butuh pembahasan mendalam.

"Jadi, kita mau lihat peluang berapa besar uang yang bisa kita dapat dari sini karena kita butuh ekspor. Ini kita lagi hitung. Kalaupun jadi, paling tahun depan baru bisa karena butuh sosialisasi, aturan-aturan. Kita hitung dulu, berapa banyak dampaknya pada penerimaan negara," papar Luhut.

Saham-saham emiten batu bara yang dilepas investor di antaranya: PT Adaro Energy Tbk/ADRO (-3,83%), PT Indo Tambangraya Megah Tbk/ITMG (-0,75%), PT Indika Energy Tbk/INDY (-3,39%), dan PT Harum Energy Tbk/HRUM (-2,55%).

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/wed) Next Article IHSG Jatuh Lagi ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular