Rupiah Terbaik Kedua di Asia Berkat Pembatalan DMO Batu Bara
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 July 2018 12:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menguat sampai perdagangan tengah hari ini. Rupiah mampu menguat di tengah badai penguatan greenback yang terjadi di Asia.
Pada Senin (30/7/2018) pukul 12:02 WIB, US$ 1 ditransaksikan Rp 14.412. Rupiah masih menguat meski tipis di 0,02%.
Rupiah sudah menguat sejak pembukaan yaitu 0,24%. Saat pembukaan, dolar AS mampu ditekan di bawah Rp 14.400.
Namun seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah kian tergerus. Bahkan penguatannya menjadi begitu tipis hingga nyaris datar-datar saja.
Posisi terkuat rupiah hingga tengah hari ini ada di Rp 14.380/US$ kala pembukaan pasar. Sementara terlemahnya di Rp 14.415/US$.
Meski hanya menguat tipis, kinerja rupiah sudah sangat baik. Di antara mata uang utama Asia, hanya rupiah dan baht Thailand yang mampu menguat. Rupiah pun mampu menjadi mata uang dengan performa terbaik di Asia, hanya kalah dari mata uang Negeri Gajah Putih.
Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 12:14 WIB, mengutip Reuters:
Dolar AS memang sedang perkasa. Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,04% pada pukul 12:13 WIB.
Investor memang tengah mengalihkan fokus ke AS. Pekan ini, tepatnya Kamis dini hari waktu Indonesia, The Federal Reserve/The Fed akan menggelar rapat bulanan untuk menentukan suku bunga acuan. Pasar masih memperkirakan The Fed menahan suku bunga acuan di 1,75-2% dengan probabilitas 97% menurut CME Fedwatch.
Namun, pasar ingin memantau arah kebijakan moneter The Fed ke depan. Investor ingin mendapat kepastian apakah The Fed masih akan cenderung hawkish dengan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi sampai akhir tahun. Dengan begitu, kenaikan suku bunga acuan menjadi empat kali sepanjang 2018, lebih banyak dibandingkan perkiraan pasar sebelumnya yaitu tiga kali.
Perkembangan ini membuat dolar AS menjadi buruan pelaku pasar. Ini menjadi bahan bakar penguatan greenback di Asia.
Selain itu, penguatan dolar AS menjadi agak mencolok karena yuan China melemah lumayan dalam. Yuan adalah salah satu mata uang pembentuk Dollar Index, sehingga pelemahan yang cukup dalam akan membuat apresiasi dolar AS semakin kentara.
Depresiasi yuan disebabkan oleh kebijakan penetapan mata uang oleh Bank Sentral China (PBoC). Hari ini, PBoC menetapkan nilai tengah yuan di CNY 6,8131/US$, lebih lemah dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu yaitu CNY 6,814/US$. PBoC hanya mengizinkan yuan melemah atau menguat maksimal 2% dari titik tengah tersebut.
Dengan dolar AS yang sebenarnya kuat, apresiasi rupiah tentunya lebih disebabkan faktor domestik. Adalah wacana pembatalan pewajiban pemenuhan pasokan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) batu bara yang menyokong mata uang Tanah Air.
Pembatalan DMO akan membuat ekspor Indonesia meningkat sehingga aliran devisa lebih banyak masuk dan menopang fundamental rupiah. Ketika ditopang devisa ekspor, penguatan rupiah bisa lebih stabil ketimbang saat disokong aliran modal portofolio alias hot money.
Selain itu, pembatalan DMO juga membuat aliran modal asing deras masuk ke pasar saham, terutama memburu saham-saham sektor pertambangan. Pada Sesi I, indeks sektor pertambangan menguat 1,67%, tertinggi di antara sektor-sektor lainnya. Penguatan saham pertambangan menjadi kontributor utama laju IHSG yang mencapai 0,29%.
Saham pertambangan menjadi favorit karena pembatalan DMO akan meningkatkan ekspor emiten-emiten batu bara. Peningkatan ekspor akan membuat laba mereka tumbuh signifikan. Potensi kenaikan laba ini membuat saham pertambangan menjadi seksi di mata investor.
Oleh karena itu, rupiah patut berterima kasih kepada kabar pembatalan DMO batu bara. Sebab, sentimen ini terbukti ampuh menahan rupiah di teritori positif di tengah gelombang keperkasaan greenback di Benua Kuning.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer
Pada Senin (30/7/2018) pukul 12:02 WIB, US$ 1 ditransaksikan Rp 14.412. Rupiah masih menguat meski tipis di 0,02%.
Rupiah sudah menguat sejak pembukaan yaitu 0,24%. Saat pembukaan, dolar AS mampu ditekan di bawah Rp 14.400.
Posisi terkuat rupiah hingga tengah hari ini ada di Rp 14.380/US$ kala pembukaan pasar. Sementara terlemahnya di Rp 14.415/US$.
![]() |
Meski hanya menguat tipis, kinerja rupiah sudah sangat baik. Di antara mata uang utama Asia, hanya rupiah dan baht Thailand yang mampu menguat. Rupiah pun mampu menjadi mata uang dengan performa terbaik di Asia, hanya kalah dari mata uang Negeri Gajah Putih.
Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 12:14 WIB, mengutip Reuters:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 111,07 | -0,04 |
Yuan China | 6,83 | -0,35 |
Won Korea Selatan | 1.117,85 | -0,29 |
Dolar Taiwan | 30,63 | -0,25 |
Dolar Hong Kong | 7,84 | -0,01 |
Rupee India | 68,74 | -0,20 |
Riggit Malaysia | 4,06 | -0,07 |
Dolar Singapura | 1,36 | -0,10 |
Baht Thailand | 33,37 | +0,03 |
Peso Filipina | 53,23 | -0,06 |
Dolar AS memang sedang perkasa. Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,04% pada pukul 12:13 WIB.
Investor memang tengah mengalihkan fokus ke AS. Pekan ini, tepatnya Kamis dini hari waktu Indonesia, The Federal Reserve/The Fed akan menggelar rapat bulanan untuk menentukan suku bunga acuan. Pasar masih memperkirakan The Fed menahan suku bunga acuan di 1,75-2% dengan probabilitas 97% menurut CME Fedwatch.
Namun, pasar ingin memantau arah kebijakan moneter The Fed ke depan. Investor ingin mendapat kepastian apakah The Fed masih akan cenderung hawkish dengan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi sampai akhir tahun. Dengan begitu, kenaikan suku bunga acuan menjadi empat kali sepanjang 2018, lebih banyak dibandingkan perkiraan pasar sebelumnya yaitu tiga kali.
Perkembangan ini membuat dolar AS menjadi buruan pelaku pasar. Ini menjadi bahan bakar penguatan greenback di Asia.
Selain itu, penguatan dolar AS menjadi agak mencolok karena yuan China melemah lumayan dalam. Yuan adalah salah satu mata uang pembentuk Dollar Index, sehingga pelemahan yang cukup dalam akan membuat apresiasi dolar AS semakin kentara.
Depresiasi yuan disebabkan oleh kebijakan penetapan mata uang oleh Bank Sentral China (PBoC). Hari ini, PBoC menetapkan nilai tengah yuan di CNY 6,8131/US$, lebih lemah dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu yaitu CNY 6,814/US$. PBoC hanya mengizinkan yuan melemah atau menguat maksimal 2% dari titik tengah tersebut.
Dengan dolar AS yang sebenarnya kuat, apresiasi rupiah tentunya lebih disebabkan faktor domestik. Adalah wacana pembatalan pewajiban pemenuhan pasokan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) batu bara yang menyokong mata uang Tanah Air.
Pembatalan DMO akan membuat ekspor Indonesia meningkat sehingga aliran devisa lebih banyak masuk dan menopang fundamental rupiah. Ketika ditopang devisa ekspor, penguatan rupiah bisa lebih stabil ketimbang saat disokong aliran modal portofolio alias hot money.
Selain itu, pembatalan DMO juga membuat aliran modal asing deras masuk ke pasar saham, terutama memburu saham-saham sektor pertambangan. Pada Sesi I, indeks sektor pertambangan menguat 1,67%, tertinggi di antara sektor-sektor lainnya. Penguatan saham pertambangan menjadi kontributor utama laju IHSG yang mencapai 0,29%.
Saham pertambangan menjadi favorit karena pembatalan DMO akan meningkatkan ekspor emiten-emiten batu bara. Peningkatan ekspor akan membuat laba mereka tumbuh signifikan. Potensi kenaikan laba ini membuat saham pertambangan menjadi seksi di mata investor.
Oleh karena itu, rupiah patut berterima kasih kepada kabar pembatalan DMO batu bara. Sebab, sentimen ini terbukti ampuh menahan rupiah di teritori positif di tengah gelombang keperkasaan greenback di Benua Kuning.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular