Jalan Berliku Mendulang Fulus dari Ekspor

Hidayat Setiaji & Lidya Julita, CNBC Indonesia
27 July 2018 15:30
Jalan Berliku Mendulang Fulus dari Ekspor
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Untuk mendulang devisa, ekspor memang salah satu instrumen utama. Devisa yang datang dari ekspor juga lebih sehat, karena lebih bertahan lama dan merangsang tumbuhnya industri dalam negeri. Agak sulit mengharapkan keunggulan itu dari devisa yang datang dari investasi portofolio alias hot money.

Namun masalahnya, bagaimana kalau Devisa Hasil Ekspor (DHE) itu malah tidak masuk ke sistem keuangan domestik? Bagaimana kalau DHE itu tetap tinggal di luar negeri?  

Hasilnya ya sama saja bohong. Ekspor tidak akan memperkuat fundamental ekonomi, utamanya fundamental nilai tukar. Sebab, uang hasil ekspor tidak pernah berputar di perekonomian domestik. 

Bank Indonesia (BI) sudah lama merasakan kekhawatiran itu. Pada 30 September 2011, Darmin Nasution yang kala itu menjabat sebagai Gubernur BI (kini menjadi Menko Perekonomian) mengesahkan Peraturan BI No 13/2011 tentang Penerimaan Devisa Hasil ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri. Aturan ini kemudian disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Bo 16/2014.

"Pasokan valuta asing di pasar domestik saat ini sebagian besar berasal dari dana asing dalam bentuk investasi portofolio yang rentan terhadap risiko pembalikan (sudden capital reversal). Sementara itu pembangunan ekonomi nasional membutuhkan sumber dana yang memadai dan berkesinambungan. Salah satu sumber pasokan devisa yang stabil (sustainable) berasal dari DHE yang juga penting untuk mendukung stabilitas nilai rupiah dan makroekonomi secara keseluruhan. Dalam pelaksanaannya tidak seluruh DHE ditempatkan di perbankan Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang dapat memastikan penerimaan DHE dilakukan melalui perbankan Indonesia," papar pembukaan PBI tersebut.

Dalam pasal 2, ditegaskan bahwa seluruh DHE wajib diterima melalui bank devisa yaitu bank yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Bisa bank lokal atau bank asing, yang penting berkantor di Indonesia. Di pasal 3, disebutkan bahwa penerimaan DHE paling lambat dilakukan pada bulan ketiga. 

Soal sanksi, diatur di pasal 19. Bagi yang tidak patuh, maka dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 0,5% dari nilai nominal DHE yang belum diterima dengan nominal paling banyak sebesar Rp 100 juta. Bagi yang masih belum patuh dan/atau belum membayar denda, maka eksportir bisa dikenakan sanksi penangguhan pelayanan ekspor. 

Namun, PBI tersebut tidak mengatur DHE harus dikonversikan ke rupiah. Dalam penjelasan pasal 2, yang dimaksud dengan "wajib diterima melalui bank devisa" tidak termasuk kewajiban menyimpan dalam jangka waktu tertentu dan/atau mengonversi ke dalam rupiah. 

"Data BI menunjukkan bahwa sudah 90% lebih DHE sudah masuk ke Indonesia. Namun value yang dikonversi ke rupiah sekitar 15-25%. Tidak diwajibkan," kata Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur BI, Jumat (27/7/2018). 

Menurut Darmin, salah satu penyebab kepatuhan pelaporan DHE yang belum 100% adalah syarat pinjaman yang diberikan bank peminjam. Untuk memfasilitasi ekspor, dunia usaha meminjam kredit dari bank asing dengan syarat DHE masuk ke bank tersebut. Untuk pinjaman dalam jumlah besar, memang hanya bisa dipenuhi oleh bank yang berbasis di luar negeri. 

Sementara dalam hal konversi, memang agak rumit. Indonesia menganut rezim devisa bebas, tidak ada kewajiban untuk menukar valas ke rupiah kecuali jika uangnya dipakai untuk bertransaksi di dalam negeri. Jika devisanya dipakai untuk re-ekspor, berarti memang tidak ada kewajiban untuk konversi. Pemerintah sebenarnya sudah merangsang DHE untuk masuk ke Indonesia dan dikonversikan ke rupiah.

Dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II, pemerintah memberikan insentif kelonggaran pajak. Saat ini, tarif pajak bunga deposito adalah 20%.

Namun jika DHE disimpan di deposito selama sebulan, tarif pajaknya turun menjadi 10%. Jika disimpan selama 3 bulan, bunganya turun lagi menjadi 7,5%. Kemudian bila disimpan 6 bulan menjadi hanya 2,5%. Saat disimpan di atas 6 bulan, pajaknya 0% alias bebas pajak! 

Untuk DHE yang dikonversi ke rupiah, tarif pajaknya lebih rendah lagi. DHE yang sudah dikonversi ke rupiah dan disimpan di deposito selama sebulan, hanya kena pajak 7,5%. Kalau tiga bulan, pajaknya hanya 7,5%. Kemudian kalau disimpan selama 6 bulan, maka bebas pajak. 

Dengan insentif ini, diharapkan DHE yang masuk ke sistem perbankan dalam negeri bertambah, syukur-syukur jika dikonversikan ke rupiah. Ini tentu akan membantu meningkatkan aliran devisa yang masuk ke Indonesia sehingga menopang nilai tukar rupiah.  

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular