
Dolar AS Sentuh Rp 14.500, Ekonom: Tidak Berpotensi Krisis
Lidya Julita S, CNBC Indonesia
25 July 2018 09:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar Rupiah terus mengalami pelemahan terhadap Dolar AS. Rupiah pada perdagangan kemarin bahkan tercatat hingga sebesar Rp 14.540/US$.
Meski demikian, Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Tony Prasetiantono mengatakan, pelemahan Rupiah yang terus berlangsung ini tidak akan membuat Indonesia mengalami krisis keuangan seperti tahun 1998.
Dia menjelaskan, depresiasi Rupiah kali ini tidak berpotensi mengalami krisis seperti tahun 1998 karena kondisinya jauh berbeda. Pada 1998, nilai tukar Rupiah bergerak dari Rp 2.300/US$ menjadi Rp 15.000/US$, sedangkan saat ini nilai tukar hanya naik dari Rp 13.700/US$ menjadi Rp 14.500/US$.
"Jadi harap dibedakan. Orang jangan membandingkan Rp 14.500 mirip seperti tahun 1998 sebesar Rp 15.000 karena 1998 loncat jauh, free fall," kata dia.
Dengan kondisi ini, dia menekankan agar pasar tidak terlalu khawatir dengan kondisi Rupiah saat ini. Apalagi pelemahan Rupiah ini dinilai disebabkan oleh kondisi global.
Tiga Faktor Penyebab Rupiah Terus Anjlok
Pertama, perang dagang yang pada dasarnya dinilai lebih berbahaya karena akan menekan neraca perdagangan Indonesia menjadi lebih sulit. Dengan adanya proteksionisme dan pengenaan tarif maka perang dagang itu dampaknya negatif dan itu akan memberi tambahan tekanan kepada Rupiah.
Kedua, Rupiah itu juga memburuk karena harga minyak yang terus merangkak naik. Ini membuat peta Rupiah semakin sulit. Begitu harga minyak naik di 70-75 US$ per barrel, maka APBN mengalami masalah besar.
"Karena kalau kenaikan harga minyak dunia dibebankan kepada konsumen akan menimbulkan keresahan yang tidak baik untuk tahun politik. Tapi kalau dibebankan ke APBN maka APBN akan bermasalah. Tahun ini minyak membuat tekanan besar ke rupiah," jelas Tony.
Ketiga, disebabkan oleh kenaikan suku bunga bank sentral AS atau The Fed. Suka atau tidak suka, situasi ekonomi AS membaik menjadi masalah besar bagi ekonomi di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Pengusaha Indonesia Telah Siapkan Antisipasi
Depresiasi Rupiah ini ternyata telah diantisipasi oleh para pengusaha. Bahkan langkah antisipasi akibat pelemahan rupiah telah disiapkan hingga awal tahun 2019.
Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roselani menyebutkan, ada dua langkah yang dilakukan para pengusaha untuk mengantisipasi pelemahan nilai tukar ini. Pertama, cut margin dan mencoba menjadi lebih efisien.
Selain itu, pengusaha juga telah memprediski jika Rupiah tetap melemah maka Bank Indonesia masih akan menaikkan suku bunga acuannya, sehingga langkah antisipasi sangat penting.
"Kita sudah masuk planning kita bahwa akan ada kenaikan cost of fund karena kita lihat suku bunga kemungkinan besar naik lagi. Kemarin BI sempet nahan kenaikan suku bunga tapi kita lihat kenaikannya akan tetap naik sampi akhir tahun," tandas Rosan.
(roy) Next Article Lawan Dolar, Begini Pergerakan Rupiah Pekan Ini
Meski demikian, Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Tony Prasetiantono mengatakan, pelemahan Rupiah yang terus berlangsung ini tidak akan membuat Indonesia mengalami krisis keuangan seperti tahun 1998.
Dia menjelaskan, depresiasi Rupiah kali ini tidak berpotensi mengalami krisis seperti tahun 1998 karena kondisinya jauh berbeda. Pada 1998, nilai tukar Rupiah bergerak dari Rp 2.300/US$ menjadi Rp 15.000/US$, sedangkan saat ini nilai tukar hanya naik dari Rp 13.700/US$ menjadi Rp 14.500/US$.
Dengan kondisi ini, dia menekankan agar pasar tidak terlalu khawatir dengan kondisi Rupiah saat ini. Apalagi pelemahan Rupiah ini dinilai disebabkan oleh kondisi global.
Tiga Faktor Penyebab Rupiah Terus Anjlok
Pertama, perang dagang yang pada dasarnya dinilai lebih berbahaya karena akan menekan neraca perdagangan Indonesia menjadi lebih sulit. Dengan adanya proteksionisme dan pengenaan tarif maka perang dagang itu dampaknya negatif dan itu akan memberi tambahan tekanan kepada Rupiah.
Kedua, Rupiah itu juga memburuk karena harga minyak yang terus merangkak naik. Ini membuat peta Rupiah semakin sulit. Begitu harga minyak naik di 70-75 US$ per barrel, maka APBN mengalami masalah besar.
"Karena kalau kenaikan harga minyak dunia dibebankan kepada konsumen akan menimbulkan keresahan yang tidak baik untuk tahun politik. Tapi kalau dibebankan ke APBN maka APBN akan bermasalah. Tahun ini minyak membuat tekanan besar ke rupiah," jelas Tony.
Ketiga, disebabkan oleh kenaikan suku bunga bank sentral AS atau The Fed. Suka atau tidak suka, situasi ekonomi AS membaik menjadi masalah besar bagi ekonomi di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Pengusaha Indonesia Telah Siapkan Antisipasi
Depresiasi Rupiah ini ternyata telah diantisipasi oleh para pengusaha. Bahkan langkah antisipasi akibat pelemahan rupiah telah disiapkan hingga awal tahun 2019.
Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roselani menyebutkan, ada dua langkah yang dilakukan para pengusaha untuk mengantisipasi pelemahan nilai tukar ini. Pertama, cut margin dan mencoba menjadi lebih efisien.
Selain itu, pengusaha juga telah memprediski jika Rupiah tetap melemah maka Bank Indonesia masih akan menaikkan suku bunga acuannya, sehingga langkah antisipasi sangat penting.
"Kita sudah masuk planning kita bahwa akan ada kenaikan cost of fund karena kita lihat suku bunga kemungkinan besar naik lagi. Kemarin BI sempet nahan kenaikan suku bunga tapi kita lihat kenaikannya akan tetap naik sampi akhir tahun," tandas Rosan.
(roy) Next Article Lawan Dolar, Begini Pergerakan Rupiah Pekan Ini
Most Popular