
Dolar AS Tertekan Hebat, Rupiah Jadi yang Terbaik di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 July 2018 08:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pagi ini. Sejauh ini, rupiah berhasil memanfaatkan tekanan yang dialami greenback.
Pada Rabu (25/7/2018), US$ 1 dibanderol Rp 14.495 kala pembukaan pasar. Rupiah menguat 0,21% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Namun seiring jalan, apresiasi rupiah kian terbatas. Pada pukul 08:31 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.505, di mana penguatan rupiah tergerus menjadi 0,14%.
Sementara mata uang Asia bergerak variatif di hadapan dolar AS. Namun dengan penguatan 0,14%, rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Benua Kuning.
Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 08:32 WIB, mengutip Reuters:
Rupiah mampu memanfaatkan posisi dolar AS yang sedang defensif. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS relatif terhadap enam mata uang utama, melemah 0,06% pada pukul 08:36 WIB.
Apa saja sentimen yang menekan dolar AS?
Pertama, investor mulai merealisasikan keuntungan karena dolar AS sudah menguat cukup tajam. Dollar Index terapresiasi 3,71% selama 3 bulan terakhir dan 0,29% dalam sebulan ke belakang. Angka ini cukup untuk membuat investor menarik diri untuk sementara.
Kedua, pelaku pasar memperkirakan perekonomian AS akan mencapai puncaknya pada kuartal II-2018 dan setelah itu cenderung melambat. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,1% pada kuartal lalu, sementara The Federal Reserve/The Fed meramal di angka 4,5%.
Namun, jajak pendapat kepada lebih dari 100 ekonom yang dilakukan Reuters menujukkan momentum laju perekonomian AS akan mulai pudar selepas kuartal II. Penyebabnya adalah suku bunga acuan yang terus naik sehingga mengerem pertumbuhan ekonomi.
The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi sehingga menjadi empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dibandingkan perkiraan awal yaitu tiga kali.
Selain itu, laju perekonomian Negeri Paman Sam juga akan terhambat akibat perang dagang. Biaya produksi di AS akan semakin mahal karena bahan baku dan barang modal impor dikenakan bea masuk. Ini akan mengancam pertumbuhan investasi. Sementara ekspor pun berpotensi terhambat karena beberapa negara mitra dagang utama AS sudah menerapkan kebijakan balas dendam dengan membebani bea masuk bagi barang-barang made in USA.
"Kami memperkirakan kuartal II adalah puncak pertumbuhan. Bukan awal dari laju pertumbuhan yang lebih cepat," tegas Michael Moran, Kepala Ekonom Daiwa Capital Markets, dikutip dari Reuters.
Ketiga, hasil kajian Dana Moneter Internasional (IMF) juga membebani greenback. Dalam laporan 2018 External Sector Report, IMF menyebutkan bahwa dolar AS sudah cenderung kemahalan alias overvalued. Oleh karena itu, potensi depresiasi cukup terbuka.
"Berdasarkan seluruh estimasi dan perkembangan, kami mengkaji rata-rata Real Effective Exchange Rate (REER) dolar AS pada 2017 sudah overvalued dalam kisaran 8-16% dibandingkan fundamental jangka menengahnya. Depresiasi akan menutup jarak ini," sebut laporan IMF.
Perkembangan-perkembangan tersebut menjadi penghalang langkah greenback hari ini. Rupiah pun berhasil memanfaatkannya dengan apresiasi, bahkan menjadi yang terbaik di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Rabu (25/7/2018), US$ 1 dibanderol Rp 14.495 kala pembukaan pasar. Rupiah menguat 0,21% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Namun seiring jalan, apresiasi rupiah kian terbatas. Pada pukul 08:31 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.505, di mana penguatan rupiah tergerus menjadi 0,14%.
Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 08:32 WIB, mengutip Reuters:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 111,27 | -0,07 |
Yuan China | 6,79 | 0,00 |
Won Korea Selatan | 1.127,30 | -0,08 |
Dolar Taiwan | 30,63 | -0,07 |
Dolar Hong Kong | 7,84 | +0,02 |
Rupee India | 68,94 | -0,15 |
Riggit Malaysia | 4,06 | +0,07 |
Dolar Singapura | 1,36 | -0,01 |
Baht Thailand | 33,33 | +0,12 |
Peso Filipina | 53,32 | -0,11 |
Rupiah mampu memanfaatkan posisi dolar AS yang sedang defensif. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS relatif terhadap enam mata uang utama, melemah 0,06% pada pukul 08:36 WIB.
Apa saja sentimen yang menekan dolar AS?
Pertama, investor mulai merealisasikan keuntungan karena dolar AS sudah menguat cukup tajam. Dollar Index terapresiasi 3,71% selama 3 bulan terakhir dan 0,29% dalam sebulan ke belakang. Angka ini cukup untuk membuat investor menarik diri untuk sementara.
Kedua, pelaku pasar memperkirakan perekonomian AS akan mencapai puncaknya pada kuartal II-2018 dan setelah itu cenderung melambat. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,1% pada kuartal lalu, sementara The Federal Reserve/The Fed meramal di angka 4,5%.
Namun, jajak pendapat kepada lebih dari 100 ekonom yang dilakukan Reuters menujukkan momentum laju perekonomian AS akan mulai pudar selepas kuartal II. Penyebabnya adalah suku bunga acuan yang terus naik sehingga mengerem pertumbuhan ekonomi.
The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi sehingga menjadi empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dibandingkan perkiraan awal yaitu tiga kali.
Selain itu, laju perekonomian Negeri Paman Sam juga akan terhambat akibat perang dagang. Biaya produksi di AS akan semakin mahal karena bahan baku dan barang modal impor dikenakan bea masuk. Ini akan mengancam pertumbuhan investasi. Sementara ekspor pun berpotensi terhambat karena beberapa negara mitra dagang utama AS sudah menerapkan kebijakan balas dendam dengan membebani bea masuk bagi barang-barang made in USA.
"Kami memperkirakan kuartal II adalah puncak pertumbuhan. Bukan awal dari laju pertumbuhan yang lebih cepat," tegas Michael Moran, Kepala Ekonom Daiwa Capital Markets, dikutip dari Reuters.
Ketiga, hasil kajian Dana Moneter Internasional (IMF) juga membebani greenback. Dalam laporan 2018 External Sector Report, IMF menyebutkan bahwa dolar AS sudah cenderung kemahalan alias overvalued. Oleh karena itu, potensi depresiasi cukup terbuka.
"Berdasarkan seluruh estimasi dan perkembangan, kami mengkaji rata-rata Real Effective Exchange Rate (REER) dolar AS pada 2017 sudah overvalued dalam kisaran 8-16% dibandingkan fundamental jangka menengahnya. Depresiasi akan menutup jarak ini," sebut laporan IMF.
Perkembangan-perkembangan tersebut menjadi penghalang langkah greenback hari ini. Rupiah pun berhasil memanfaatkannya dengan apresiasi, bahkan menjadi yang terbaik di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular