
Bersama Yuan, Rupiah Jadi Mata Uang Terlemah di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 July 2018 16:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada penutupan perdagangan hari ini. Rupiah tidak pernah menyentuh teritori positif, bahkan sempat menyentuh titik terendah sejak Oktober 2015.
Pada Selasa (24/7/2018), US$ 1 pada penutupan pasar spot berada di Rp 14.525. Rupiah melemah 0,28% dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya.
Sejak pembukaan rupiah sudah melemah sebesar 0,14%. Seiring perjalanan pasar, rupiah kian terdepresiasi.
Posisi terlemah rupiah hari ini ada di Rp 14.560/US$, terlemah sejak Oktober 2015. Sementara terkuatnya ada di Rp 14.505 saat pembukaan pasar.
Seperti halnya rupiah, sejumlah mata uang utama Asia pun sulit berbicara banyak di hadapan dolar AS. Dengan depresiasi 0,28%, rupiah dan yuan China jadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia.
Namun pelemahan yuan mengundang kecurigaan, karena memang pergerakannya diatur oleh Bank Sentral China (PBoC). Untuk hari ini, PBoC memasang titik tengah nilai tukar yuan di CNY 6,7891/US$.
Ini merupakan titik terlemah sejak 11 Juli 2017, lebih dari setahun lalu. PBoC mengizinkan yuan melemah atau menguat maksimal 2% dari titik tengah tersebut.
Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 16:18 WIB, mengutip Reuters:
Penguatan dolar AS hari ini disokong oleh masuknya aliran modal ke instrumen berbasis mata uang tersebut. Imbal hasil (yield) obligasi AS bergerak turun, yang mencerminkan kenaikan harga akibat tingginya permintaan.
Yield untuk obligasi pemerintah AS seri acuan tenor 10 tahun yang sempat naik ke titik tertingginya selama lima pekan terakhir turun tipis 1,1 basis poin ke 2,9102%. Sementara untuk yang tenor panjang 30 tahun turun 1,4 basis poin menjadi 3,0886%.
Untuk yang jangka menengah 5 tahun turun 7 basis poin ke 2,8195%. Sementara tenor jangka pendek 1 tahun turun 0,3 basis poin menjadi 2,4042%.
Yield obligasi Negeri Paman Sam yang sempat naik berhasil memancing minat investor untuk masuk demi mendapatkan keuntungan lebih. Hasilnya, arus modal mulai datang dan menjadi penyokong penguatan dolar AS.
Penyebab kedua adalah pelaku pasar mengoleksi greenback jelang pengumuman pembacaan pertama pertumbuhan ekonomi AS kuartal II-2018. US Bureau of Economic Analysis dijadwalkan merilis data ini pada Jumat malam waktu Indonesia.
The Federal Reserve/The Fed dalam proyeksi teranyarnya keluaran 18 Juli menyebutkan pertumbuhan ekonomi AS kuartal lalu kemungkinan mencapai 4,5%. Jauh lebih cepat ketimbang periode yang sama tahun lalu yaitu 2,6%.
Semakin membaiknya perekonomian AS tentu membuat The Fed kian yakin untuk menaikkan suku bunga dua kali lagi, atau menjadi empat kali sepanjang 2018. Ini dilakukan untuk menjaga ekspektasi inflasi dan perekonomian AS tidak mengalami overheating. Kabar gembira buat dolar AS.
Dua sentimen ini berhasil membawa dolar AS melambung. Meski penguatan dolar AS yang terlalu tajam mendapat kritikan dari Presiden Donald Trump, karena membuat ekspor Negeri Adidaya kurang kompetitif.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Pada Selasa (24/7/2018), US$ 1 pada penutupan pasar spot berada di Rp 14.525. Rupiah melemah 0,28% dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya.
Sejak pembukaan rupiah sudah melemah sebesar 0,14%. Seiring perjalanan pasar, rupiah kian terdepresiasi.
![]() |
Seperti halnya rupiah, sejumlah mata uang utama Asia pun sulit berbicara banyak di hadapan dolar AS. Dengan depresiasi 0,28%, rupiah dan yuan China jadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia.
Namun pelemahan yuan mengundang kecurigaan, karena memang pergerakannya diatur oleh Bank Sentral China (PBoC). Untuk hari ini, PBoC memasang titik tengah nilai tukar yuan di CNY 6,7891/US$.
Ini merupakan titik terlemah sejak 11 Juli 2017, lebih dari setahun lalu. PBoC mengizinkan yuan melemah atau menguat maksimal 2% dari titik tengah tersebut.
Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 16:18 WIB, mengutip Reuters:
Mata Uang | Bid Terakhir | Perubahan (%) |
Yen Jepang | 111,16 | +0,15 |
Yuan China | 6,81 | -0,28 |
Won Korea Selatan | 1.131,77 | +0,12 |
Dolar Taiwan | 30,68 | -0,23 |
Dolar Hong Kong | 7,85 | +0,02 |
Rupee India | 68,95 | -0,16 |
Riggit Malaysia | 4,06 | -0,05 |
Dolar Singapura | 1,36 | +0,01 |
Baht Thailand | 33,42 | -0,03 |
Peso Filipina | 53,34 | +0,14 |
Penguatan dolar AS hari ini disokong oleh masuknya aliran modal ke instrumen berbasis mata uang tersebut. Imbal hasil (yield) obligasi AS bergerak turun, yang mencerminkan kenaikan harga akibat tingginya permintaan.
Yield untuk obligasi pemerintah AS seri acuan tenor 10 tahun yang sempat naik ke titik tertingginya selama lima pekan terakhir turun tipis 1,1 basis poin ke 2,9102%. Sementara untuk yang tenor panjang 30 tahun turun 1,4 basis poin menjadi 3,0886%.
Untuk yang jangka menengah 5 tahun turun 7 basis poin ke 2,8195%. Sementara tenor jangka pendek 1 tahun turun 0,3 basis poin menjadi 2,4042%.
Yield obligasi Negeri Paman Sam yang sempat naik berhasil memancing minat investor untuk masuk demi mendapatkan keuntungan lebih. Hasilnya, arus modal mulai datang dan menjadi penyokong penguatan dolar AS.
Penyebab kedua adalah pelaku pasar mengoleksi greenback jelang pengumuman pembacaan pertama pertumbuhan ekonomi AS kuartal II-2018. US Bureau of Economic Analysis dijadwalkan merilis data ini pada Jumat malam waktu Indonesia.
The Federal Reserve/The Fed dalam proyeksi teranyarnya keluaran 18 Juli menyebutkan pertumbuhan ekonomi AS kuartal lalu kemungkinan mencapai 4,5%. Jauh lebih cepat ketimbang periode yang sama tahun lalu yaitu 2,6%.
Semakin membaiknya perekonomian AS tentu membuat The Fed kian yakin untuk menaikkan suku bunga dua kali lagi, atau menjadi empat kali sepanjang 2018. Ini dilakukan untuk menjaga ekspektasi inflasi dan perekonomian AS tidak mengalami overheating. Kabar gembira buat dolar AS.
Dua sentimen ini berhasil membawa dolar AS melambung. Meski penguatan dolar AS yang terlalu tajam mendapat kritikan dari Presiden Donald Trump, karena membuat ekspor Negeri Adidaya kurang kompetitif.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular