
Dibayangi Berbagai Risiko, Wall Street Akan Dibuka Turun
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 July 2018 18:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street akan dibuka melemah pada pembukaan perdagangan hari ini. Hal ini terlihat dari kontrak futures tiga indeks saham utama AS: kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan penurunan sebesar 18 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan turun masing-masing sebesar 4 dan 30 poin.
Segudang risiko mengintai jalannya perdagangan pertama di pekan ini. Pertama, isu perang dagang antara AS dengan China. Dalam wawancaranya dengan CNBC International, Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa dirinya siap mengenakan bea masuk untuk setiap sen barang impor asal China yang masuk ke negaranya.
"Saya siap untuk naik menjadi 500," kata Trump. Pernyataan tersebut merujuk kepada nilai impor barang-barang asal China pada tahun 2017 yang mencapai US$ 505,5 miliar. Di sisi lain, AS hanya mengekspor barang senilai US$ 129,9 miliar ke Negeri Panda pada periode yang sama.
Sejauh ini, AS baru menaikkan bea masuk bagi senilai US$34 miliar produk impor asal China.
"Saya tak melakukan hal ini demi politik. Saya melakukannya guna melakukan hal yang benar untuk negara kita. Kita sudah dipermainkan oleh China untuk waktu yang lama," papar Trump lebih lanjut.
Pernyataan Trump ini lantas mengonfirmasi bahwa perundingan dagang dengan China tak berlangsung dengan baik. Situasinya kini bahkan menjadi semakin buruk.
Kedua, serangan Trump kepada the Federal Reserve selaku bank sentral AS. Trump menilai pengetatan moneter oleh The Fed akan menghambat pemulihan ekonomi Negeri Adidaya. Kenaikan suku bunga yang diperkirakan mencapai empat kali sepanjang 2018 membuat dolar AS menguat sendirian, dan itu membuat ekspor AS kurang kompetitif.
"China, Uni Eropa, dan lainnya telah memanipulasi mata uang mereka dan suku bunga ditekan serendah mungkin. Sementara AS menaikkan suku bunga dan dolar AS semakin kuat, menyebabkan kita tidak kompetitif. Seperti biasa, bukan sebuah kesetaraan (level playing field)," cuit Trump melalui Twitter.
Sebagai informasi, bank sentral merupakan sebuah institusi yang independen. Kini, ada ketakutan bahwa the Fed justru akan semakin yakin untuk bergerak lebih agresif guna membuktikan independensinya. Ketika peluang untuk menaikkan suku bunga acuan nantinya adalah 50:50, the Fed ditakutkan akan cenderung untuk memilih menaikkan.
Ketiga, muncul kabar bahwa bank sentral Jepang yakni Bank of Japan (BoJ) akan mulai mengurangi stimulus moneter yang selama ini diberikan. Mengutip Reuters, sebuah sumber pada hari Jumat (20/7/2018) mengatakan bahwa BoJ menggelar diskusi awal terkait kemungkinan untuk mengubah kebijakan moneternya, termasuk penyesuaian target suku bunga, mekanisme pembelian saham, serta cara-cara untuk membuat quantitative easing menjadi lebih berkelanjutan.
Terakhir, sentimen negatif datang dari pertemuan menteri keuangan dan pejabat bank sentral negara-negara G20 pada akhir pekan lalu. Pertemuan itu ditutup dengan peringatan bahwa "ketegangan perdagangan dan politik yang meningkat" mengancam pertumbuhan ekonomi. Hal ini terkait dengan kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh AS kepada negara-negara mitra dagangnya seperti China, Kanada, Meksiko, dan negara-negara Uni Eropa.
Pada hari ini pukul 19:30 WIB, data Chicago Fed National Activity Index periode Juni akan diumumkan, disusul data penjualan hunian bekas periode Juni pada pukul 21:00 WIB. Tidak ada anggota FOMC yang dijadwalkan untuk berbicara pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Segudang risiko mengintai jalannya perdagangan pertama di pekan ini. Pertama, isu perang dagang antara AS dengan China. Dalam wawancaranya dengan CNBC International, Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa dirinya siap mengenakan bea masuk untuk setiap sen barang impor asal China yang masuk ke negaranya.
"Saya siap untuk naik menjadi 500," kata Trump. Pernyataan tersebut merujuk kepada nilai impor barang-barang asal China pada tahun 2017 yang mencapai US$ 505,5 miliar. Di sisi lain, AS hanya mengekspor barang senilai US$ 129,9 miliar ke Negeri Panda pada periode yang sama.
"Saya tak melakukan hal ini demi politik. Saya melakukannya guna melakukan hal yang benar untuk negara kita. Kita sudah dipermainkan oleh China untuk waktu yang lama," papar Trump lebih lanjut.
Pernyataan Trump ini lantas mengonfirmasi bahwa perundingan dagang dengan China tak berlangsung dengan baik. Situasinya kini bahkan menjadi semakin buruk.
Kedua, serangan Trump kepada the Federal Reserve selaku bank sentral AS. Trump menilai pengetatan moneter oleh The Fed akan menghambat pemulihan ekonomi Negeri Adidaya. Kenaikan suku bunga yang diperkirakan mencapai empat kali sepanjang 2018 membuat dolar AS menguat sendirian, dan itu membuat ekspor AS kurang kompetitif.
"China, Uni Eropa, dan lainnya telah memanipulasi mata uang mereka dan suku bunga ditekan serendah mungkin. Sementara AS menaikkan suku bunga dan dolar AS semakin kuat, menyebabkan kita tidak kompetitif. Seperti biasa, bukan sebuah kesetaraan (level playing field)," cuit Trump melalui Twitter.
Sebagai informasi, bank sentral merupakan sebuah institusi yang independen. Kini, ada ketakutan bahwa the Fed justru akan semakin yakin untuk bergerak lebih agresif guna membuktikan independensinya. Ketika peluang untuk menaikkan suku bunga acuan nantinya adalah 50:50, the Fed ditakutkan akan cenderung untuk memilih menaikkan.
Ketiga, muncul kabar bahwa bank sentral Jepang yakni Bank of Japan (BoJ) akan mulai mengurangi stimulus moneter yang selama ini diberikan. Mengutip Reuters, sebuah sumber pada hari Jumat (20/7/2018) mengatakan bahwa BoJ menggelar diskusi awal terkait kemungkinan untuk mengubah kebijakan moneternya, termasuk penyesuaian target suku bunga, mekanisme pembelian saham, serta cara-cara untuk membuat quantitative easing menjadi lebih berkelanjutan.
Terakhir, sentimen negatif datang dari pertemuan menteri keuangan dan pejabat bank sentral negara-negara G20 pada akhir pekan lalu. Pertemuan itu ditutup dengan peringatan bahwa "ketegangan perdagangan dan politik yang meningkat" mengancam pertumbuhan ekonomi. Hal ini terkait dengan kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh AS kepada negara-negara mitra dagangnya seperti China, Kanada, Meksiko, dan negara-negara Uni Eropa.
Pada hari ini pukul 19:30 WIB, data Chicago Fed National Activity Index periode Juni akan diumumkan, disusul data penjualan hunian bekas periode Juni pada pukul 21:00 WIB. Tidak ada anggota FOMC yang dijadwalkan untuk berbicara pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular