Dibayangi Segudang Risiko, IHSG Ditutup Menguat 0,73%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 July 2018 16:40
IHSG menguat 0,73% ke level 5.915,8 pada perdagangan pertama di pekan ini.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,73% ke level 5.915,8 pada perdagangan pertama di pekan ini. Penguatan IHSG terjadi kala bursa saham utama kawasan Asia cenderung melemah.

Indeks Nikkei turun 1,33%, indeks Strait Times turun 0,21% indeks Kospi turun 0,87%, indeks Shanghai naik 1,07%, dan indeks Hang Seng naik 0,11%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 6,54 triliun dengan volume sebanyak 7,4 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 322.388 kali.

Sektor jasa keuangan (+1,12%) menjadi salah satu motor utama penguatan IHSG, seiring dengan kenaikan harga saham emiten-emiten perbankan seperti PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (+2,67%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+2,01%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+0,79%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+0,69%).

Aksi beli salah satunya dilakukan investor lantaran saham-saham tersebut sudah tertekan sepanjang pekan lalu, seiring dengan kinerja keuangan dari BMRI dan BBTN yang mengecewakan.

Sepanjang kuartal-II 2018, BMRI membukukan laba bersih sebesar Rp 6,32 triliun, mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar Rp 6,11 triliun.

Namun, ada kekhawatiran mengenai pos pendapatan bunga bersih (net interest income) yang tak bisa memenuhi ekspektasi analis. Sepanjang kuartal-II, pendapatan bunga bersih tercatat sebesar Rp 13,3 triliun, cukup jauh di bawah konsensus yang sebesar Rp 13,75 triliun.

Penurunan pendapatan bunga bersih merupakan hasil dari menipisnya marjin bunga bersih (net interest margin) perusahaan. Pada kuartal-II, marjin bunga bersih turun menjadi 5,7%, dari yang sebelumnya 5,88%.

Sebagai catatan, pendapatan bunga bersih merupakan 'nyawa' utama dari operasional sebuah bank. Ketika pendapatan bunga bersih tak mampu memenuhi ekspektasi investor, ada ekspektasi bahwa kinclongnya bottom line perusahaan tak akan berlangsung lama.

Sementara untuk BBTN, laba bersih per saham periode kuartal-II 2018 tercatat hanya sebesar Rp 69, jauh di bawah konsensus yang sebesar Rp 82,5.

Selain itu, rupiah yang cenderung bergerak menguat sepanjang hari juga memberi kepercayaan diri bagi investor untuk mengoleksi saham-saham perbankan. Pada perdagangan hari ini, rupiah sempat menguat hingga 0,38% di pasar spot ke level Rp 14.420/dolar AS, sebelum akhirnya ditutup melemah 0,07% ke level Rp 14.485/dolar AS.

Sebagai catatan, sepanjang pekan lalu rupiah melemah hingga 0,7%, menjadikannya mata uang dengan performa terburuk di kawasan Asia. Pelemahan rupiah lantas menimbulkan kekhawatiran bahwa rasio kredit bermasalah (non-performing loan) dari bank-bank di tanah air akan meningkat. Ketika tekanan terhadap rupiah sempat mereda, aksi beli atas saham-saham perbankan lantas dilakukan oleh investor.

Efek samping lainnya dari rupiah yang sempat bergerak menguat adalah aksi beli investor asing, dengan nilai bersih sebesar Rp 347,5 miliar. 5 besar saham yang diburu investor asing adalah: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 219,3 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 127,1 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 79,2 miliar), PT Bukit Asam Tbk/PTBA (Rp 76,5 miliar), dan PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (Rp 32,7 miliar).

Di sisi lain, segudang risiko sejatinya mengintai jalannya perdagangan. Pertama, isu perang dagang antara AS dengan China. Dalam wawancaranya dengan CNBC International, Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa dirinya siap mengenakan bea masuk untuk setiap sen barang impor asal China yang masuk ke negaranya.

"Saya siap untuk naik menjadi 500," kata Trump. Pernyataan tersebut merujuk kepada nilai impor barang-barang asal China pada tahun 2017 yang mencapai US$ 505,5 miliar. Di sisi lain, AS hanya mengekspor barang senilai US$ 129,9 miliar ke Negeri Panda pada periode yang sama.

Sejauh ini, AS baru menaikkan bea masuk bagi senilai US$ 34 miliar produk impor asal China.

"Saya tak melakukan hal ini demi politik. Saya melakukannya guna melakukan hal yang benar untuk negara kita. Kita sudah dipermainkan oleh China untuk waktu yang lama," papar Trump lebih lanjut.

Pernyataan Trump ini lantas mengonfirmasi bahwa perundingan dagang dengan China tak berlangsung dengan baik. Situasinya kini bahkan menjadi semakin buruk.

Kedua, serangan Trump kepada the Federal Reserve selaku bank sentral AS. Trump menilai pengetatan moneter oleh The Fed akan menghambat pemulihan ekonomi Negeri Adidaya. Kenaikan suku bunga yang diperkirakan mencapai empat kali sepanjang 2018 membuat dolar AS menguat sendirian, dan itu membuat ekspor AS kurang kompetitif.

"China, Uni Eropa, dan lainnya telah memanipulasi mata uang mereka dan suku bunga ditekan serendah mungkin. Sementara AS menaikkan suku bunga dan dolar AS semakin kuat, menyebabkan kita tidak kompetitif. Seperti biasa, bukan sebuah kesetaraan (level playing field)," cuit Trump melalui Twitter.

Sebagai informasi, bank sentral merupakan sebuah institusi yang independen. Kini, ada ketakutan bahwa the Fed justru akan semakin yakin untuk bergerak lebih agresif guna membuktikan independensinya. Ketika peluang untuk menaikkan suku bunga acuan nantinya adalah 50:50, the Fed ditakutkan akan cenderung untuk memilih menaikkan.

Ketiga, muncul kabar bahwa bank sentral Jepang yakni Bank of Japan (BoJ) akan mulai mengurangi stimulus moneter yang selama ini diberikan. Mengutip Reuters, sebuah sumber pada hari Jumat (20/7/2018) mengatakan bahwa BoJ menggelar diskusi awal terkait kemungkinan untuk mengubah kebijakan moneternya, termasuk penyesuaian target suku bunga, mekanisme pembelian saham, serta cara-cara untuk membuat quantitative easing menjadi lebih berkelanjutan.

Terakhir, sentimen negatif juga datang dari pertemuan menteri keuangan dan pejabat bank sentral negara-negara G20 pada akhir pekan lalu. Pertemuan itu ditutup dengan peringatan bahwa "ketegangan perdagangan dan politik yang meningkat" mengancam pertumbuhan ekonomi. Hal ini terkait dengan kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh AS kepada negara-negara mitra dagangnya seperti China, Kanada, Meksiko, dan negara-negara Uni Eropa.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular