Bursa Regional Cenderung Melemah, IHSG Bisa Naik 0,71%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 July 2018 12:35
IHSG menguat 0,71% ke level 5.914,21 sampai dengan akhir sesi 1.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,71% ke level 5.914,21 sampai dengan akhir sesi I. Penguatan IHSG terjadi kala bursa saham utama kawasan Asia cenderung melemah: indeks Nikkei turun 1,45%, indeks Strait Times turun 0,43% indeks Kospi turun 0,5%, indesk Shanghai naik 0,37%, dan indeks Hang Seng naik 0,15%.

Aktivitas transaksi berlangsung normal dimana, nilai transaksi tercatat sebesar Rp 3,2 triliun dengan volume sebanyak 4,41 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 182.741 kali.

Sektor jasa keuangan tercatat menguat 1,12% dan menjadi motor utama penguatan IHSG. Penguatan indeks sektor ini terjadi seiring dengan kenaikan harga saham emiten-emiten perbankan seperti PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+2,41%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+1,57%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+1,34%), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (+1,33%).

Aksi beli salah satunya dilakukan investor lantaran saham-saham tersebut sudah tertekan sepanjang pekan lalu, seiring dengan kinerja keuangan dari BMRI dan BBTN yang mengecewakan.

Sepanjang kuartal-II 2018, BMRI membukukan laba bersih sebesar Rp 6,32 triliun, mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar Rp 6,11 triliun.

Namun, ada kekhawatiran mengenai pos pendapatan bunga bersih (net interest income) yang tak bisa memenuhi ekspektasi analis. Sepanjang kuartal-II, pendapatan bunga bersih tercatat sebesar Rp 13,3 triliun, cukup jauh di bawah konsensus yang sebesar Rp 13,75 triliun.

Penurunan pendapatan bunga bersih merupakan hasil dari menipisnya marjin bunga bersih (net interest margin) perusahaan. Pada kuartal-II, marjin bunga bersih turun menjadi 5,7%, dari yang sebelumnya 5,88%.

Sebagai catatan, pendapatan bunga bersih merupakan 'nyawa' utama dari operasional sebuah bank. Ketika pendapatan bunga bersih tak mampu memenuhi ekspektasi investor, ada ekspektasi bahwa kinclongnya bottom line perusahaan tak akan berlangsung lama.

Sementara untuk BBTN, laba bersih per saham periode kuartal-II 2018 tercatat hanya sebesar Rp 69, jauh di bawah konsensus yang sebesar Rp 82,5.

Selain itu, rupiah yang bergerak menguat juga memberi kepercayaan diri bagi investor untuk mengoleksi saham-saham perbankan. Sampai dengan siang ini, rupiah menguat 0,07% melawan dolar AS di pasar spot ke level Rp 14.465.

Sebagai catatan, sepanjang pekan lalu rupiah melemah hingga 0,7%, menjadikannya mata uang dengan performa terburuk di kawasan Asia. Pelemahan rupiah lantas menimbulkan kekhawatiran bahwa rasio kredit bermasalah (non-performing loan) dari bank-bank di tanah air akan meningkat. Ketika kini tekanan terhadap rupiah sudah mereda, aksi beli atas saham-saham perbankan mulai dilakukan oleh investor.

Efek samping lainnya dari penguatan rupiah adalah aksi beli investor asing, dengan nilai bersih sebesar Rp 226,4 miliar. 5 besar saham yang diburu investor asing adalah: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 94,3 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 61,3 miliar), PT Bukit Asam Tbk/PTBA (Rp 57,6 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 51,8 miliar), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 50,1 miliar).

Di sisi lain, sejumlah risiko mengintai jalannya perdagangan. Pertama, isu perang dagang antara AS dengan China. Dalam wawancaranya dengan CNBC International, Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa dirinya siap mengenakan bea masuk untuk setiap sen barang impor asal China yang masuk ke negaranya.

"Saya siap untuk naik menjadi 500," kata Trump. Pernyataan tersebut merujuk kepada nilai impor barang-barang asal China pada tahun 2017 yang mencapai US$ 505,5 miliar. Di sisi lain, AS hanya mengekspor barang senilai US$ 129,9 miliar ke Negeri Panda pada periode yang sama.

Sejauh ini, AS baru menaikkan bea masuk bagi senilai US$ 34 miliar produk impor asal China.

"Saya tak melakukan hal ini demi politik. Saya melakukannya guna melakukan hal yang benar untuk negara kita. Kita sudah dipermainkan oleh China untuk waktu yang lama," papar Trump lebih lanjut.

Pernyataan Trump ini lantas mengonfirmasi bahwa perundingan dagang dengan China tak berlangsung dengan baik. Situasinya kini bahkan menjadi semakin buruk.

Kedua, serangan Trump kepada the Federal Reserve selaku bank sentral AS. Trump menilai pengetatan moneter oleh The Fed akan menghambat pemulihan ekonomi Negeri Adidaya. Kenaikan suku bunga yang diperkirakan mencapai empat kali sepanjang 2018 membuat dolar AS menguat sendirian, dan itu membuat ekspor AS kurang kompetitif.

"China, Uni Eropa, dan lainnya telah memanipulasi mata uang mereka dan suku bunga ditekan serendah mungkin. Sementara AS menaikkan suku bunga dan dolar AS semakin kuat, menyebabkan kita tidak kompetitif. Seperti biasa, bukan sebuah kesetaraan (level playing field)," cuit Trump melalui Twitter.

Sebagai informasi, bank sentral merupakan sebuah institusi yang independen. Kini, ada ketakutan bahwa the Fed justru akan semakin yakin untuk bergerak lebih agresif guna membuktikan independensinya. Ketika peluang untuk menaikkan suku bunga acuan nantinya adalah 50:50, the Fed ditakutkan akan cenderung untuk memilih menaikkan.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular